Penyebab ibu dan anak Indonesia kurang gizi
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan saat ini terjadi pergeseran bidang gizi dan pola makan diantara para ibu dan anak-anak. Kebanyakan anak-anak saat ini tidak mengonsumsi makanan bergizi, hal ini terlihat dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013.
"Pola makan dan pergeseran gizi tidak hanya di kota namun di desa-desa. Hal ini terlihat dari berkurangnya jumlah anak-anak yang datang ke posyandu yang tidak berjalan efektif," tandasnya saat ditemui dalam Peringatan Hari Ibu ke 85 tahun di Kantor Kemenkes, (9/12/2013).
Menurut Nafsiah, jumlah anak yang ditimbang di posyandu pada umur di bawah lima tahun ke bawah semakin merosot. Selain itu, pemberian imunisasi tidak mencapai 100 persen, hal ini terjadi bukan hanya di perkotaan namun juga di pedesaan.
Dalam hal ini pemerintah sudah menyiapkan vaksin untuk dapat diberikan kepada balita-balita di Indonesia. Namun, vaksin tersebut tidak diberikan mencapai 100 persen. "Di daerah pemberian vaksin kepada balita hanya 60 persen. Seharusnya seorang anak yang usianya tiga tahun sudah lengkap imunisasinya maka akan terlindung dari delapan penyakit," ujarnya.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik seharusnya diiringi oleh gizi anak yang semakin meningkat. Tetapi pada kenyataanya pertumbuhan gizi dialami pada orang dewasa bukan kepada anak-anak. Terutama terjadi pada ibu dan bapak yang sehingga mengalami obesitas, hal tersebut akan mengakibatkan penyakit seperti stroke, kanker, dan serangan jantung.
"Penyakit-penyakit ini mengakibatkan angka kematian ibu semakin tinggi. Karena kebanyakan para ibu makannya banyak namun mereka kekurangan darah," papar Nafsiah.
Sebelumnya, Kepala Litbangkes Kemenkes Trihono mengatakan, dari data Riskesdas 2013 kecendrungan di setiap provinsi pada 2013 balita kurang gizi berjumlah 19,6 persen hal ini naik dari 18,4 persen. Sedangkan daerah yang paling tinggi angka balita kekurangan gizi ialah NTT sekitar 34 persen.
Saat ini, jumlah balita kurang gizi buruk 5,7 persen dan gizi kurang 13,9 persen. Sedangkan kecenderungan nasional 2013 proporsi anak yang kurus 6,8 persen sedangkan yang sangat kurus 5,3 persen.
Kekerasan terhadap perempuan & anak meningkat
"Pola makan dan pergeseran gizi tidak hanya di kota namun di desa-desa. Hal ini terlihat dari berkurangnya jumlah anak-anak yang datang ke posyandu yang tidak berjalan efektif," tandasnya saat ditemui dalam Peringatan Hari Ibu ke 85 tahun di Kantor Kemenkes, (9/12/2013).
Menurut Nafsiah, jumlah anak yang ditimbang di posyandu pada umur di bawah lima tahun ke bawah semakin merosot. Selain itu, pemberian imunisasi tidak mencapai 100 persen, hal ini terjadi bukan hanya di perkotaan namun juga di pedesaan.
Dalam hal ini pemerintah sudah menyiapkan vaksin untuk dapat diberikan kepada balita-balita di Indonesia. Namun, vaksin tersebut tidak diberikan mencapai 100 persen. "Di daerah pemberian vaksin kepada balita hanya 60 persen. Seharusnya seorang anak yang usianya tiga tahun sudah lengkap imunisasinya maka akan terlindung dari delapan penyakit," ujarnya.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik seharusnya diiringi oleh gizi anak yang semakin meningkat. Tetapi pada kenyataanya pertumbuhan gizi dialami pada orang dewasa bukan kepada anak-anak. Terutama terjadi pada ibu dan bapak yang sehingga mengalami obesitas, hal tersebut akan mengakibatkan penyakit seperti stroke, kanker, dan serangan jantung.
"Penyakit-penyakit ini mengakibatkan angka kematian ibu semakin tinggi. Karena kebanyakan para ibu makannya banyak namun mereka kekurangan darah," papar Nafsiah.
Sebelumnya, Kepala Litbangkes Kemenkes Trihono mengatakan, dari data Riskesdas 2013 kecendrungan di setiap provinsi pada 2013 balita kurang gizi berjumlah 19,6 persen hal ini naik dari 18,4 persen. Sedangkan daerah yang paling tinggi angka balita kekurangan gizi ialah NTT sekitar 34 persen.
Saat ini, jumlah balita kurang gizi buruk 5,7 persen dan gizi kurang 13,9 persen. Sedangkan kecenderungan nasional 2013 proporsi anak yang kurus 6,8 persen sedangkan yang sangat kurus 5,3 persen.
Kekerasan terhadap perempuan & anak meningkat
(lal)