Wakapolri didesak cabut pernyataannya soal Polwan berjilbab
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Almuzzammil Yusuf menyayangkan telegram dan pernyataan Wakapolri, Oegroseno melarang pengenaan jilbab oleh Polwan sebelum SK resmi keluar yang bertentangan dengan pernyataan Kapolri.
Pernyataan Wakapolri yang mengatakan Polri bukan arisan ibu-ibu, membandingkan SK seragam berjilbab dengan perizinan penggunaan pistol serta mewacanakan jilbab ala polisi Saudi terkesan ada upaya untuk menggagalkan rencana dibolehkannya Polwan berjilbab.
“Wakapolri kurang bijak. Telegram dan pernyataannya telah menciderai perasaan bukan saja para Polwan yang ingin berjilbab, tapi juga umat Islam Indonesia yang meyakini jilbab itu wajib dalam Islam. Lebih bijak jika beliau mencabut pernyataan dan telegramnya serta meminta maaf kepada umat Islam,” jelas politikus PKS asal Lampung ini di Gedung DPR RI, Jakarta, (2/12/2013).
Sebagai pimpinan Polri, kata Muzzammil, Wakapolri seharusnya menghormati HAM sebagai amanat Konstitusi. Pasal 28E Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya.
“Jika melarang pengenaan jilbab bagi para Polwan artinya bertentangan dan melanggar UUD 1945. Jadi tidak boleh Mabes Polri halangi anggotanya yang mau laksanakan kewajiban agamanya dengan alasan SK belum keluar. Sampai kapan para Polwan yang ingin berjilbab harus menunggu SK itu keluar? Setahu saya kajiannya sudah sangat lama.” Tegasnya.
Menurut Muzzammil, seharusnya Pimpinan Polri senang dan bangga ada anggota Polwan yang mau berinisiatif kenakan jilbab dengan biaya sendiri sesuai panduan 62 jenis seragam Polwan yang pernah disampaikan Kapolri Jenderal Timur Pradopo kepada Komisi III DPR RI.
“Model jilbab yang disodorkan Kapolri Timur Pradopo tidak seperti polisi di Saudi. Pak Oegroseno mengada-ngada dan sepertinya tidak mempelajari 62 model yang sudah dikaji oleh tim Kapolri sebelumnya.”ujarnya.
Baca berita:
Polda Metro akan tertibkan Polwan berjilbab
Pernyataan Wakapolri yang mengatakan Polri bukan arisan ibu-ibu, membandingkan SK seragam berjilbab dengan perizinan penggunaan pistol serta mewacanakan jilbab ala polisi Saudi terkesan ada upaya untuk menggagalkan rencana dibolehkannya Polwan berjilbab.
“Wakapolri kurang bijak. Telegram dan pernyataannya telah menciderai perasaan bukan saja para Polwan yang ingin berjilbab, tapi juga umat Islam Indonesia yang meyakini jilbab itu wajib dalam Islam. Lebih bijak jika beliau mencabut pernyataan dan telegramnya serta meminta maaf kepada umat Islam,” jelas politikus PKS asal Lampung ini di Gedung DPR RI, Jakarta, (2/12/2013).
Sebagai pimpinan Polri, kata Muzzammil, Wakapolri seharusnya menghormati HAM sebagai amanat Konstitusi. Pasal 28E Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya.
“Jika melarang pengenaan jilbab bagi para Polwan artinya bertentangan dan melanggar UUD 1945. Jadi tidak boleh Mabes Polri halangi anggotanya yang mau laksanakan kewajiban agamanya dengan alasan SK belum keluar. Sampai kapan para Polwan yang ingin berjilbab harus menunggu SK itu keluar? Setahu saya kajiannya sudah sangat lama.” Tegasnya.
Menurut Muzzammil, seharusnya Pimpinan Polri senang dan bangga ada anggota Polwan yang mau berinisiatif kenakan jilbab dengan biaya sendiri sesuai panduan 62 jenis seragam Polwan yang pernah disampaikan Kapolri Jenderal Timur Pradopo kepada Komisi III DPR RI.
“Model jilbab yang disodorkan Kapolri Timur Pradopo tidak seperti polisi di Saudi. Pak Oegroseno mengada-ngada dan sepertinya tidak mempelajari 62 model yang sudah dikaji oleh tim Kapolri sebelumnya.”ujarnya.
Baca berita:
Polda Metro akan tertibkan Polwan berjilbab
(kri)