Gua Maria Sawer Rahmat di Desa Cisantana Kuningan
A
A
A
Sindonews.com - Gua Maria Sawer Rahmat terdapat di sebuah desa di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat bernama Desa Cisantana. Cisantana terletak di lereng sebelah timur kaki Gunung Ciremai pada ketinggian lebih kurang 700 meter dari permukaan laut.
Daerah tersebut merupakan wilayah pertanian dengan suhu udara yang cukup dingin. Menurut catatan di Gereja Cisantana, umat Katolik di daerah ini berjumlah lebih kurang 1.200 orang yang sebagian besar hidup dari pertanian dan beternak sapi perah.
Gua Maria Sawer Rahmat yang konon dibangun atas inisiatif penduduk setempat, terletak di sebuah bukit yang bernama Bukit Totombok, sebelah barat Desa Cisantana. Gua Maria Sawer Rahmat kini seakan-akan telah menjadi tempat keramat dan seringkali menjadi tempat prosesi keagamaan. Peresmian Gua Maria Sawer Rahmat ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1990 oleh Kardinal Tomko.
Untuk mencapai bukit tempat gua itu, sebenarnya tidak terlalu jauh dengan berjalan kaki dari desa di bawahnya. Umat Katolik menyebut perjalanan menuju gua itu sebagai "prosesi jalan salib," dan karena itu waktu tempuh memang terasa cukup lama.
Mereka harus berhenti pada setiap tempat pemujaan di sepanjang jalan itu untuk memanjatkan doa sebelum sampai ke Gua Maria. Perjalanan sambil mengucapkan doa itu dilakukan untuk mengingatkan umat Katolik (atau Kristen pada umumnya) tentang perjalanan Yesus Kristus memanggul salib menuju Bukit Golgota atau Bukit Kalvari.
Di sekitar Gua Maria Sawer Rahmat terdapat sebuah taman indah yang dibentuk untuk menggambarkan Taman Getsemani, yang menurut kitab suci Kristen, di situlah Yesus Kristus ditangkap untuk diadili sebelum disalibkan. Taman ini berada pada tempat yang datar.
Di tempat ini pula terdapat sebuah ruangan sederhana untuk misa atau pembukaan jalan salib. Semua tempat terbuka, kecuali altar. Dijalan menuju Gua Maria itu, tidak ada tempat untuk berteduh, tetapi rimbunnya pohon dan semak di kiri dan kanan jalan, cukup membuat suasana teduh. Pada musim hujan, para pengunjung dapat melihat dan menikmati indahnya bunga-bunga hutan bermekaran, suasana alami dan menarik.
Jalan salib di sini terdapat 16 tempat perhentian. Tiap-tiap perhentian mengisahkan riwayat Yesus, mulai dari ketika Dia dijatuhi hukuman hingga dimakamkan. Pada tiap perhentian itu pula dibangun altar yang digunakan umat untuk berdoa dan menyalakan lilin.
Pada perhentian kedua belas, terdapat salib besar. Letaknya di Bukit Totombok yang merupakan lambang ketika Yesus wafat di kayu salib. Salib ini juga merupakan tanda menancap dan mengakarnya iman umat Katolik di tatar Sunda. Setelah melalui 14 perhentian, tibalah umat di Gua Maria Sawer Rahmat.
Patung Bunda Maria berdiri tegak dan anggun pada sebuah gua yang di bawahnya mengalir air yang jernih. Air ini berasal dari sebuah curug (air terjun). Curug tersebut berada di kaki sebelah selatan bukit dan penduduk mengenalnya dengan Curug Sawer (jatuhnya air seperti yang "disawerkan"). Itu sebabnya gua itu disebut Gua Maria Sawer Rahmat.
Dalam perjalanan pulang, umat Katolik menuruni anak tangga yang terpisah dari perjalanan mendaki. Itu dimaksudkan agar umat yang telah selesai berdoa tidak mengganggu perjalanan ibadah peziarah yang baru datang.
Setiap malam Jumat Kliwon, atau Jumat Agung, di Gua Maria ini berlangsung acara Misa Suci. Pada upacara Jumat Agung itu, prosesi dimulai dengan upacara pembukaan di Taman Getsemani. Acara itu kemudian dilanjutkan dengan "kisah sengsara" melalui prosesi jalan salib. Lalu, penghormatan salib di salib besar di bukit itu, tabur bunga di makam Yesus dan upacara komuni di Gua Maria. Acara ini biasanya terbuka untuk umum.
Di suatu lokasi di tempat parkir terdapat sebuah pemakaman sederhana, sebagaimana pemakaman di desa-desa yang lain. Yang menarik adalah bentuk nisan yang bermacam-macam di makam-makam tersebut. Di pemakaman itu terdapat nisan berbentuk salib, sebagaimana ciri makam umat Kristen, dan nisan berbentuk pipih lonjong, sebagaimana ciri nisan pada makam umat Islam.
Pemakaman ini merupakan campuran umat Katolik dan umat Islam. Karena terletak di Bukit Totombok, penduduk setempat lebih mengenal Gua Maria Sawer Rahmat dengan Gua Maria Totombok.
Menurut cerita rakyat, bukit itu diberi nama Totombok karena daerah itu hampir tidak pernah mendatangkan keberuntungan jika dijadikan areal persawahan. Dengan kata lain, Totombok adalah bukit yang selalu menombok. Namun, dari bukit inilah orang dapat memandang lepas kota Kuningan dan sekitarnya.
Daerah tersebut merupakan wilayah pertanian dengan suhu udara yang cukup dingin. Menurut catatan di Gereja Cisantana, umat Katolik di daerah ini berjumlah lebih kurang 1.200 orang yang sebagian besar hidup dari pertanian dan beternak sapi perah.
Gua Maria Sawer Rahmat yang konon dibangun atas inisiatif penduduk setempat, terletak di sebuah bukit yang bernama Bukit Totombok, sebelah barat Desa Cisantana. Gua Maria Sawer Rahmat kini seakan-akan telah menjadi tempat keramat dan seringkali menjadi tempat prosesi keagamaan. Peresmian Gua Maria Sawer Rahmat ini dilakukan pada tanggal 21 Juli 1990 oleh Kardinal Tomko.
Untuk mencapai bukit tempat gua itu, sebenarnya tidak terlalu jauh dengan berjalan kaki dari desa di bawahnya. Umat Katolik menyebut perjalanan menuju gua itu sebagai "prosesi jalan salib," dan karena itu waktu tempuh memang terasa cukup lama.
Mereka harus berhenti pada setiap tempat pemujaan di sepanjang jalan itu untuk memanjatkan doa sebelum sampai ke Gua Maria. Perjalanan sambil mengucapkan doa itu dilakukan untuk mengingatkan umat Katolik (atau Kristen pada umumnya) tentang perjalanan Yesus Kristus memanggul salib menuju Bukit Golgota atau Bukit Kalvari.
Di sekitar Gua Maria Sawer Rahmat terdapat sebuah taman indah yang dibentuk untuk menggambarkan Taman Getsemani, yang menurut kitab suci Kristen, di situlah Yesus Kristus ditangkap untuk diadili sebelum disalibkan. Taman ini berada pada tempat yang datar.
Di tempat ini pula terdapat sebuah ruangan sederhana untuk misa atau pembukaan jalan salib. Semua tempat terbuka, kecuali altar. Dijalan menuju Gua Maria itu, tidak ada tempat untuk berteduh, tetapi rimbunnya pohon dan semak di kiri dan kanan jalan, cukup membuat suasana teduh. Pada musim hujan, para pengunjung dapat melihat dan menikmati indahnya bunga-bunga hutan bermekaran, suasana alami dan menarik.
Jalan salib di sini terdapat 16 tempat perhentian. Tiap-tiap perhentian mengisahkan riwayat Yesus, mulai dari ketika Dia dijatuhi hukuman hingga dimakamkan. Pada tiap perhentian itu pula dibangun altar yang digunakan umat untuk berdoa dan menyalakan lilin.
Pada perhentian kedua belas, terdapat salib besar. Letaknya di Bukit Totombok yang merupakan lambang ketika Yesus wafat di kayu salib. Salib ini juga merupakan tanda menancap dan mengakarnya iman umat Katolik di tatar Sunda. Setelah melalui 14 perhentian, tibalah umat di Gua Maria Sawer Rahmat.
Patung Bunda Maria berdiri tegak dan anggun pada sebuah gua yang di bawahnya mengalir air yang jernih. Air ini berasal dari sebuah curug (air terjun). Curug tersebut berada di kaki sebelah selatan bukit dan penduduk mengenalnya dengan Curug Sawer (jatuhnya air seperti yang "disawerkan"). Itu sebabnya gua itu disebut Gua Maria Sawer Rahmat.
Dalam perjalanan pulang, umat Katolik menuruni anak tangga yang terpisah dari perjalanan mendaki. Itu dimaksudkan agar umat yang telah selesai berdoa tidak mengganggu perjalanan ibadah peziarah yang baru datang.
Setiap malam Jumat Kliwon, atau Jumat Agung, di Gua Maria ini berlangsung acara Misa Suci. Pada upacara Jumat Agung itu, prosesi dimulai dengan upacara pembukaan di Taman Getsemani. Acara itu kemudian dilanjutkan dengan "kisah sengsara" melalui prosesi jalan salib. Lalu, penghormatan salib di salib besar di bukit itu, tabur bunga di makam Yesus dan upacara komuni di Gua Maria. Acara ini biasanya terbuka untuk umum.
Di suatu lokasi di tempat parkir terdapat sebuah pemakaman sederhana, sebagaimana pemakaman di desa-desa yang lain. Yang menarik adalah bentuk nisan yang bermacam-macam di makam-makam tersebut. Di pemakaman itu terdapat nisan berbentuk salib, sebagaimana ciri makam umat Kristen, dan nisan berbentuk pipih lonjong, sebagaimana ciri nisan pada makam umat Islam.
Pemakaman ini merupakan campuran umat Katolik dan umat Islam. Karena terletak di Bukit Totombok, penduduk setempat lebih mengenal Gua Maria Sawer Rahmat dengan Gua Maria Totombok.
Menurut cerita rakyat, bukit itu diberi nama Totombok karena daerah itu hampir tidak pernah mendatangkan keberuntungan jika dijadikan areal persawahan. Dengan kata lain, Totombok adalah bukit yang selalu menombok. Namun, dari bukit inilah orang dapat memandang lepas kota Kuningan dan sekitarnya.
(kri)