Sedimentasi ganggu Festival Perahu Warak 2013
A
A
A
Sindonews.com – Meriahnya gelaran Festival Perahu Warak 2013 di sungai Banjir Kanal Barat (BKB) Kota Semarang sedikit terganggu. Surutnya air dan tingginya sedimentasi menjadi penyebabnya.
Pantauan KORAN SINDO di lapangan, sejumlah perahu yang sudah dihias sedemikian rupa dengan hiasan binatang warak hanya bersandar di pinggir sungai. Para pemilik perahu tersebut enggan menjalankan kapalnya karena kondisi sungai tidak memungkinkan.
Sesekali ada satu dua orang yang nekat menjalankan kapalnya. Namun sesampainya di tengah-tengah, perahu-perahu tersebut tiba-tiba berhenti karena tidak dapat berjalan karena terjebak lumpur. Akibatnya, para peserta harus turun ke sungai untuk mendorong kapal secara manual agar terlepas dari jebakan sedimentasi.
“Kapalnya tidak bisa jalan, sungainya dangkal sekali karena ketinggian air dengan dasar tidak ada satu meter. Kalau dipaksakan mesin bisa rusak,” ujar Mustain,33, salah satu peserta Festival Perahu Warak 2013 asal Bonharjo Kota Semarang.
Hal senada juga dikatakan Suharto,45, peserta lainnya. Suharto yang nekat menjalankan perahunya terpaksa harus mendorong kembali perahunya ke tepian karena terjebak lumpur di tengah-tengah sungai.
“Tadi saya paksakan jalan, ternyata sampai di tengah-tengah mesin kapal saya mati karena kapal menangkut lumpur. Terpaksa saya turun dan mendorongnya kembali ke tepian,” kata dia.
Tidak hanya peserta festival yang mengeluhkan kondisi itu, masyarakat yang memadati kawasan itu juga mengeluhkan hal yang sama. Sebab, mereka yang datang jauh-jauh dari berbagai daerah Kota Semarang harus kecewa karena festival perahu tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
“Sayang sekali ya, sedimentasi menjadi penghalang kegiatan sebagus ini. Kecewa sih, tapi mau bagaimana lagi,” kata Fitriani,29, warga Mijen Semarang.
Tingginya sedimentasi di sungai Banjir Kanal Barat diakui Dodhy Indra Wirawan selaku konsultan supervise pembangunan BKB memang sangat parah. Dalam setahun, jumlah sedimentasi sungai BKB itu diperkirakan mencapai 150 ribu meter kubik.
“Sedimentasi sebanyak 150 ribu meter kubik itu terjadi pada tahun 2012 lalu. Untuk tahun ini masih dievaluasi,” ujarnya.
Cepatnya sedimentasi itu imbuh Dodhy disebabkan banyaknya perubahan tata guna lahan di tingkat hulu. Banyak lahan di daerah hulu yang kini banyak berubah menjadi perumahan yang menyebabkan banyak air tidak terserap ke dalam tanah.
Selain lumpur, banyaknya sampah yang terbuang di sungai juga menjadi salah satu penyebab cepatnya sedimentasi. Pihaknya sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai.
“Kami harap ini dapat mengurangi sedimentasi karena untuk mengeruk sedimentasi seperti ini diperlukan dana besar, setiap satu meter kubik membutuhkan dana Rp30 ribu sampai Rp40 ribu,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Adi Tri Hananto saat ditemui di sela acara mengatakan, dangkalnya sungai memang menjadi kendala dalam upaya menjadikan BKB sebagai lokasi wisata air Kota Semarang.
“Memang masih banyak hal yang harus dibenahi pada tempat ini jika ingin menjadikannya sebagai destinasi wisata air Kota Semarang, salah satunya pemeliharaan sungai termasuk mengatasi kedangkalan air,” ujarnya.
Adi menambahkan, pihaknya akan segera mengusulkan kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana untuk membuat Dam atau bendungan air di kawasan lepas pantai atau sebelah utara BKB. Dam atau bendungan air tersebut dinilai penting untuk menjaga ketinggian air di kawasan BKB agar tidak mudah surut.
“Kita sudah menyampaikannya kepada pihak BBWS perihal pembangunan Dam itu, kami harap dapat dipenuhi mengingat hal itu penting untuk mendukung pengembangan pariwisata air di kawasan ini. Kalau airnya tidak stabil seperti ini, maka akan sulit mengembangkan kawasan ini menjadi daerah wisata air,” pungkasnya.
Pantauan KORAN SINDO di lapangan, sejumlah perahu yang sudah dihias sedemikian rupa dengan hiasan binatang warak hanya bersandar di pinggir sungai. Para pemilik perahu tersebut enggan menjalankan kapalnya karena kondisi sungai tidak memungkinkan.
Sesekali ada satu dua orang yang nekat menjalankan kapalnya. Namun sesampainya di tengah-tengah, perahu-perahu tersebut tiba-tiba berhenti karena tidak dapat berjalan karena terjebak lumpur. Akibatnya, para peserta harus turun ke sungai untuk mendorong kapal secara manual agar terlepas dari jebakan sedimentasi.
“Kapalnya tidak bisa jalan, sungainya dangkal sekali karena ketinggian air dengan dasar tidak ada satu meter. Kalau dipaksakan mesin bisa rusak,” ujar Mustain,33, salah satu peserta Festival Perahu Warak 2013 asal Bonharjo Kota Semarang.
Hal senada juga dikatakan Suharto,45, peserta lainnya. Suharto yang nekat menjalankan perahunya terpaksa harus mendorong kembali perahunya ke tepian karena terjebak lumpur di tengah-tengah sungai.
“Tadi saya paksakan jalan, ternyata sampai di tengah-tengah mesin kapal saya mati karena kapal menangkut lumpur. Terpaksa saya turun dan mendorongnya kembali ke tepian,” kata dia.
Tidak hanya peserta festival yang mengeluhkan kondisi itu, masyarakat yang memadati kawasan itu juga mengeluhkan hal yang sama. Sebab, mereka yang datang jauh-jauh dari berbagai daerah Kota Semarang harus kecewa karena festival perahu tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
“Sayang sekali ya, sedimentasi menjadi penghalang kegiatan sebagus ini. Kecewa sih, tapi mau bagaimana lagi,” kata Fitriani,29, warga Mijen Semarang.
Tingginya sedimentasi di sungai Banjir Kanal Barat diakui Dodhy Indra Wirawan selaku konsultan supervise pembangunan BKB memang sangat parah. Dalam setahun, jumlah sedimentasi sungai BKB itu diperkirakan mencapai 150 ribu meter kubik.
“Sedimentasi sebanyak 150 ribu meter kubik itu terjadi pada tahun 2012 lalu. Untuk tahun ini masih dievaluasi,” ujarnya.
Cepatnya sedimentasi itu imbuh Dodhy disebabkan banyaknya perubahan tata guna lahan di tingkat hulu. Banyak lahan di daerah hulu yang kini banyak berubah menjadi perumahan yang menyebabkan banyak air tidak terserap ke dalam tanah.
Selain lumpur, banyaknya sampah yang terbuang di sungai juga menjadi salah satu penyebab cepatnya sedimentasi. Pihaknya sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai.
“Kami harap ini dapat mengurangi sedimentasi karena untuk mengeruk sedimentasi seperti ini diperlukan dana besar, setiap satu meter kubik membutuhkan dana Rp30 ribu sampai Rp40 ribu,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Adi Tri Hananto saat ditemui di sela acara mengatakan, dangkalnya sungai memang menjadi kendala dalam upaya menjadikan BKB sebagai lokasi wisata air Kota Semarang.
“Memang masih banyak hal yang harus dibenahi pada tempat ini jika ingin menjadikannya sebagai destinasi wisata air Kota Semarang, salah satunya pemeliharaan sungai termasuk mengatasi kedangkalan air,” ujarnya.
Adi menambahkan, pihaknya akan segera mengusulkan kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana untuk membuat Dam atau bendungan air di kawasan lepas pantai atau sebelah utara BKB. Dam atau bendungan air tersebut dinilai penting untuk menjaga ketinggian air di kawasan BKB agar tidak mudah surut.
“Kita sudah menyampaikannya kepada pihak BBWS perihal pembangunan Dam itu, kami harap dapat dipenuhi mengingat hal itu penting untuk mendukung pengembangan pariwisata air di kawasan ini. Kalau airnya tidak stabil seperti ini, maka akan sulit mengembangkan kawasan ini menjadi daerah wisata air,” pungkasnya.
(lal)