Ini program GUIM di Indramayu

Sabtu, 23 November 2013 - 23:00 WIB
Ini program GUIM di...
Ini program GUIM di Indramayu
A A A
Sindonews.com - Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) Anggi Setiawan, jurusan Sastra Rusia angkatan 2011 menjadi salah seorang mahasiswa, yang lolos dalam program Gerakan UI Mengajar (GUIM).

Nantinya, ia ditempatkan di desa terpencil di Kabupaten Indramayu untuk mengajar. Anggi mengaku, seleksi GUIM tersebut sangat ketat. Dimulai sejak awal Oktober 2013, dengan mengumpulkan berkas nilai organisasi, focus grup discussion hingga tes mengajar atau micro teaching.

"Ada tes mengajar juga mirip micro teaching, tetapi ini lebih nyata mengajar di depan anak murid sungguhan. Itulah tes yang paling sulit. Karena orang pandai pun, belum tentu semua memiliki kemampuan, untuk mengajar dengan baik," jelasnya, usai acara Pelantikan 36 Mahasiswa UI dalam program GUIM, di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Depok, Sabtu (23/11/2013).

Ia menambahkan, selain itu dilakukan pula tes wawancara dan penyaringan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan pengalaman organisasi.

Anggi mengaku memang sudah memiliki dasar-dasar mengajar, dengan pengalaman mengajar di bimbingan belajar (bimbel).

"Dari 36 pengajar ini, ada yang sudah mengajar di bimbel lalu private. Jadi sudah ada pengalaman. Saya nanti mengajar di desa terpencil di Indramayu, kebetulan di sana bahasanya campuran Sunda Jawa. Dan saya asli Cianjur, jadi mudah-mudahan enggak kesulitan," ungkapnya.

Anggi pun memilih untuk mengajar siswa kelas 5 SD. Seperti wali kelas pada umumnya, Anggi akan mengajar seluruh pelajaran termasuk matematika, bahasa Inggris dan IPS.

"Setelah memilih titik, pilih kelas juga. Saya pilih kelas 5 itu, karena kelas 5 adalah masa dimana sudah mulai mengenal diri sendiri, kenal lawan jenis dan bersiap untuk melanjutkan ke jenjang SMP. Banyak kan yang malas, jadi hanya sampai SD setelah kelas 6. Ini yang ingin kita motivasi," ungkapnya.

Anggi menjamin keikut sertaannya dalam program GUIM, tak akan mengganggu tugas-tugas kuliah di kampus. Karena saat mengajar nanti, mahasiswa sudah libur Ujian Akhir Semester (UAS).

"Enggak ganggu, karena kami pergi nanti saat liburan. Nanti di sana juga akan gelar baksos. Kami ingin memberikan proses pembelajaran yang tak bosan, belajar sambil bermain. Kami juga tanamkan pendidikan soal moral dan keagamaan," jelasnya.

Anggi mengakui, tiga minggu bukan waktu yang cukup untuk mengubah pendidikan di sana. Tetapi paling tidak, kata dia, mahasiswa bisa menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan ketekunan.

"Saya berharap GUIM nanti ke depan bisa lebih lama periodenya, misalnya 3 bulan dan kami enggak ada bayaran sama sekali. Kami sungguh-sungguh volunter, untuk para adik-adik kami," tutupnya.

Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5927 seconds (0.1#10.140)