Kebanggaan jadi perempuan peneliti

Kamis, 14 November 2013 - 19:42 WIB
Kebanggaan jadi perempuan...
Kebanggaan jadi perempuan peneliti
A A A
Sindonews.com - Empat perempuan hebat memperoleh kesempatan meraih prestasi dalam ajang L'Oreal-UNESCO For Women in Science Nasional 2013.

Keempat peneliti muda menerima fellowship dengan nilai masing - masing Rp 80 juta untuk mendanai penelitian mereka.

Untuk kategori Life Science yakni Yosi Agustina (32) dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian Ratih Asmana Ningrum (34) peneliti di Bioteknologi LIPI, serta Yusnita Rifai (37) dosen di Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin.

Sementara untuk kategori Material Science yakni direbut oleh Indri Badria Adilina (31), peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Yosi Agustina mengambil penelitian soal "Analisis korelasi penyakit tubercolosis dengan komorbilitas Diabetes Mellitus untuk mencari pengobatan yang optimal melalui pendekatan farmakologi dan management science".

Sementara Ratih Asmana Ningrum mengambil penelitian soal "Pengembangan anti kanker mutein rekombinan interferon Alpha-2B agar lebih tahan terhadap protease untuk tujuan terapi oral". Serta Yusnita Rifai meneliti soal "Deteksi biosensor terhadap c-terminal telepeptida untuk analisis degradasi kepadatan massa tulang dan pencegah osteoporosis.

Terakhir, Indri Badria Adilina meneliti soal "Pengembangan material nanokomposit berbasis bentonit sebagai katalis untuk konversi selektif komponen minyak atsiri Adi menjadi bahan kimia bernilai tinggi".

"Di antara semua negara di Asia Pasifik, Indonesia merupakan negara penerima fellowship tertinggi hingga hari ini. Hal ini membuktikan bahwa perempuan peneliti muda Indonesia memiliki potensi yang besar," jelas Presiden Direktur PT L'Oreal Indonesia di Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (14/11/2013).

Sementara itu, salah satu perempuan peneliti pemenang fellowship, Ratih Asmana Ningrum mengaku sangat senang mendapat award tersebut. Ada kebanggaan tersendiri baginya, karena meskipun ia lulusan S1, S2, dan S3 dalam negeri, bisa menunjukkan kepada masyarakat tentang dedikasinya.

"Saya ini lulusan dalam negeri. Sekolah Farmasi ITB. Saya tunjukan lulusan dalam negeri pun bisa berkompetisi. Tergantung dari individunya untuk bersaing. Saya Fellowship dalam negeri tulen bukan naturalisasi, tak seperti fellowship lainnya," ungkap Ratih.

Jelas saja, Ratih bahkan memulai jenjang pendidikannya sejak D3 di Universitas Padjajaran, S1 di Unjani, lalu S2 dan S3 dari ITB. Peneliti asal Bandung itu kini aktif di Pusat bioteknologi di Cibinong.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0994 seconds (0.1#10.140)