Disayangkan Indonesia minim pakar sastra

Sabtu, 09 November 2013 - 01:25 WIB
Disayangkan Indonesia minim pakar sastra
Disayangkan Indonesia minim pakar sastra
A A A
Sindonews.com - Menjadi pakar sastra bukanlah berarti pernah menulis sebuah karya sastra. Seseorang dikatakan pakar sastra jika telah melakukan kajian terhadap karya sastra meski bukan hasil karyanya.

Selain itu, pakar sastra asal Indonesia saat ini jumlahnya sangat minim, apalagi yang mampu mempublikasikan hasil kajiannya di jurnal internasional.

"Tidak banyak pakar sastra asal Indonesia maupun negara di Asia Tenggara yang melakukan kajian sastra, untuk kemudian dimuat di jurnal-jurnal internasional," kata pakar sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gajah Mada (UGM), Ida Rochani Adi SU, di Yogyakarta, Jumat 8 November 2013.

"Persoalan bahasa lagi-lagi menjadi alasan klasik dan disebut-sebut sebagai kendala minimnya kajian tersebut. Karenanya kami ingin menggagas sebuah asosiasi pakar sastra asal Asia Tenggara. untuk memacu lebih banyak lagi bermunculannya pakar sastra," imbuhnya.

Ida menuturkan, sangat disayangkan jika melihat kondisi sastra Indonesia maupun negara-negara di Asia Tenggara. Pasalnya, cukup banyak karya sastra asli Indonesia maupun Asia Tenggara, yang justru dikaji oleh para pakar sastra asal Perancis maupun Eropa lainnya.

Menurutnya, pakar-pakar sastra asal Indonesia atau Asia Tenggara sendirilah yang harusnya melakukan kajian tersebut. "Karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer misalnya, justru lebih banyak diresensi atau dikaji oleh ahli-ahli sastra asing yang bukan berasal dari Indonesia atau negara Asia Tenggara lainnya," ungkapnya.

"Begitu pula karya-karya yang lebih kekinian, seperti novel 'Ayat-ayat Cinta' karya Habiburrahman El Shirazy, hingga 'Laskar Pelangi' milik Andrea Hirata. Kajian mereka bahkan justru muncul di jurnal internasional," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8377 seconds (0.1#10.140)