CSIS: SBY tak bisa lagi merasa jadi korban
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), beberapa hari terakhir kerap mencurahkan hatinya sebagai kepala negara. Terakhir hal itu disampaikannya di depan kader Partai Demokrat, saat acara temu kader di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku dalam 2,5 tahun terakhir kerap 'ditelanjangi' media massa.
Peneliti senior Central Strategic International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, SBY tak bisa lagi berpendapat jika dirinya sebagai korban, baik dari lawan politiknya maupun media massa.
"Dia merasa sukses dan berhasil bahwa dia jadi korban. Dan selalu begitu diulang-ulang terus. Itu tidak mempan lagi di masyarakat," kata Kristiadi di FX Plaza, Jakarta, Senin (28/10/2013).
Dirinya berpendapat, bila SBY ingin membangun citra di masyarakat, maka SBY tak bisa lagi merasa menjadi korban atas dua hal tersebut.
"Saya kira apa yang dilakukan Pak SBY sebagai sesuatu yang berbanding terbalik, dengan usaha dia memperbaiki image di depan masyarakat," ungkapnya.
"Karena sudah berlawanan dengan instrumen yang harus dia yakinkan, bahwa dia (SBY) tidak seburuk itu. Bahasanya mungkin dia panik dalam arti kata, kok apa yang diomongkan selalu salah," sambungnya.
Kristiadi menyarankan, agar kepala negara justru bisa mengejar ketertinggalan yang selama ini dikritik media untuk mengembalikan citranya di masyarakat. "Mendekati pemilu, sebagai negarawan harusnya mengejar ketertinggalan yang terus dikritik media," tuntasnya.
Klik di sini untuk berita curhat.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku dalam 2,5 tahun terakhir kerap 'ditelanjangi' media massa.
Peneliti senior Central Strategic International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, SBY tak bisa lagi berpendapat jika dirinya sebagai korban, baik dari lawan politiknya maupun media massa.
"Dia merasa sukses dan berhasil bahwa dia jadi korban. Dan selalu begitu diulang-ulang terus. Itu tidak mempan lagi di masyarakat," kata Kristiadi di FX Plaza, Jakarta, Senin (28/10/2013).
Dirinya berpendapat, bila SBY ingin membangun citra di masyarakat, maka SBY tak bisa lagi merasa menjadi korban atas dua hal tersebut.
"Saya kira apa yang dilakukan Pak SBY sebagai sesuatu yang berbanding terbalik, dengan usaha dia memperbaiki image di depan masyarakat," ungkapnya.
"Karena sudah berlawanan dengan instrumen yang harus dia yakinkan, bahwa dia (SBY) tidak seburuk itu. Bahasanya mungkin dia panik dalam arti kata, kok apa yang diomongkan selalu salah," sambungnya.
Kristiadi menyarankan, agar kepala negara justru bisa mengejar ketertinggalan yang selama ini dikritik media untuk mengembalikan citranya di masyarakat. "Mendekati pemilu, sebagai negarawan harusnya mengejar ketertinggalan yang terus dikritik media," tuntasnya.
Klik di sini untuk berita curhat.
(stb)