Adi Prasetyo nilai ada konspirasi di UU Nomor 17
A
A
A
Sindonews.com - Peneliti Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) Adi Prasetyo menilai, adanya konspirasi tersembungi dalam Uji materi terhadap Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara Pasal 2 Huruf (g) dan (i) dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b, serta Pasal 11 huruf a, yang dimohonkan oleh Forum Hukum Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, sudah sepantasnya negara memiliki kewenangan untuk menerapkan kebijakan yang mendukung kegiatan usaha BUMN, termasuk mengundangkannya dalam Undang-undang Keuangan Negara.
Hal ini dikarena, BUMN sebagai salah satu tiang penyangga ekonomi negara, selain sektor privat (swasta) dan koperasi/UMKM.
"Ini sebagai tindakan campur tangan negara, dalam sebuah sistem ekonomi Pancasila. Negara tidak boleh melepas begitu saja ke pasar. Ada sebuah konspirasi dan agenda tersembunyi, yang ingin melepas BUMN sepenuhnya kepada mekanisme pasar," katanya, Rabu (15/10/2013).
Dia menambahkan, dengan suntikan dana yang diberikan oleh negara kepada BUMN berupa penyertaan modal negara, bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS), serta subsidi atau public service obligation (PSO).
Untuk penyertaan modal yang nilainya tidak kecil. Sudah sepantasnya kekayaan yang dimiliki BUMN juga merupakan kekayaan negara, yang digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Untuk informasi, Untuk penyertaan modal negara, dari tahun 2007 sampai 2012 nilainya mencapai Rp39,688,929,475,821.40. Sedangkan, penyertaan modal negara tahun 2012 mencapai Rp7,6 triliun.
Selain itu, si pemohon yakni Forum Hukum BUMN adalah bagian inheren pemerintahan. Jadi, bagaimana mungkin Kementerian BUMN yang menjadi bagian dari pemerintahan menggugat UU, yang telah disepakati bersama dengan DPR. "Pemerintah menggugat pemerintah. Ini namanya jeruk minum jeruk," tuturnya.
Substansi gugatan Forum Hukum BUMN terhadap UU Keuangan Negara, dan UU BPK juga dirasa berlebihan. Sudah tegas dinyatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Oleh karena itu, jika ada keinginan untuk memisahkan kekayaan BUMN dari kekayaan negara adalah sebuah tindakan yang seperti anak yang lupa induknya.
Menurutnya, sudah sepantasnya negara memiliki kewenangan untuk menerapkan kebijakan yang mendukung kegiatan usaha BUMN, termasuk mengundangkannya dalam Undang-undang Keuangan Negara.
Hal ini dikarena, BUMN sebagai salah satu tiang penyangga ekonomi negara, selain sektor privat (swasta) dan koperasi/UMKM.
"Ini sebagai tindakan campur tangan negara, dalam sebuah sistem ekonomi Pancasila. Negara tidak boleh melepas begitu saja ke pasar. Ada sebuah konspirasi dan agenda tersembunyi, yang ingin melepas BUMN sepenuhnya kepada mekanisme pasar," katanya, Rabu (15/10/2013).
Dia menambahkan, dengan suntikan dana yang diberikan oleh negara kepada BUMN berupa penyertaan modal negara, bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS), serta subsidi atau public service obligation (PSO).
Untuk penyertaan modal yang nilainya tidak kecil. Sudah sepantasnya kekayaan yang dimiliki BUMN juga merupakan kekayaan negara, yang digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Untuk informasi, Untuk penyertaan modal negara, dari tahun 2007 sampai 2012 nilainya mencapai Rp39,688,929,475,821.40. Sedangkan, penyertaan modal negara tahun 2012 mencapai Rp7,6 triliun.
Selain itu, si pemohon yakni Forum Hukum BUMN adalah bagian inheren pemerintahan. Jadi, bagaimana mungkin Kementerian BUMN yang menjadi bagian dari pemerintahan menggugat UU, yang telah disepakati bersama dengan DPR. "Pemerintah menggugat pemerintah. Ini namanya jeruk minum jeruk," tuturnya.
Substansi gugatan Forum Hukum BUMN terhadap UU Keuangan Negara, dan UU BPK juga dirasa berlebihan. Sudah tegas dinyatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Oleh karena itu, jika ada keinginan untuk memisahkan kekayaan BUMN dari kekayaan negara adalah sebuah tindakan yang seperti anak yang lupa induknya.
(stb)