Sertifikasi halal obat perlu lembaga khusus
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi VIII DPR Muhammad Baghowi mengatakan, khusus untuk produk obat, penetapan halal kemungkinan besar bukan bersifat mandatory alias wajib.
Menurut dia, salah satu kendala dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut yang masih mengganjal ialah, terkait dengan pembentukan lembaga yang berhak menentukan halal tidak suatu produk.
"Terutama masalah pembentukan lembaga pengatur halal itu," kata Baghowi, saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu 9 Oktober 2013.
Menurut dia, dalam pembahasannya, pemerintah akan menunjuk sebuah lembaga atau lembaga pendidikan yang akan diberi kewenangan, untuk melakukan sertifikasi guna menguji halal atau tidak sebelum disampaikan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lanjut dia, dalam kajian akademis RUU Jaminan Poduk Halal (JPH) disebutkan, masalah kehalalan obat dan vaksin harus ditangani secara serius dan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan seluruh faktor yang ada. "Karena bersifat strategis sehingga menentukan perlakuan dunia terhadap Indonesia," ucapnya.
Lebih dari itu, menurutnya, masalah kesehatan menyangkut keamanan dan keselamatan publik, dampak masalah kehalalan obat dan vaksin dapat mengimbas secara langsung, seluruh sektor kehidupan masyarakat. Termasuk politik, ekonomi, sosial, pendidikan.
"Disebutkan dalam kajian akademis RUU JPH, obat dan vaksin berbeda dari produk konsumsi lain. Sebab, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat, konsumen sebenarnya tak menginginkannya, mereka terpaksa, dan dikonsumsi secara tidak berlebihan," tegasnya.
Baca juga berita terkait, UI sebut belum perlu untuk sertifikasi obat.
Menurut dia, salah satu kendala dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut yang masih mengganjal ialah, terkait dengan pembentukan lembaga yang berhak menentukan halal tidak suatu produk.
"Terutama masalah pembentukan lembaga pengatur halal itu," kata Baghowi, saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu 9 Oktober 2013.
Menurut dia, dalam pembahasannya, pemerintah akan menunjuk sebuah lembaga atau lembaga pendidikan yang akan diberi kewenangan, untuk melakukan sertifikasi guna menguji halal atau tidak sebelum disampaikan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Lanjut dia, dalam kajian akademis RUU Jaminan Poduk Halal (JPH) disebutkan, masalah kehalalan obat dan vaksin harus ditangani secara serius dan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan seluruh faktor yang ada. "Karena bersifat strategis sehingga menentukan perlakuan dunia terhadap Indonesia," ucapnya.
Lebih dari itu, menurutnya, masalah kesehatan menyangkut keamanan dan keselamatan publik, dampak masalah kehalalan obat dan vaksin dapat mengimbas secara langsung, seluruh sektor kehidupan masyarakat. Termasuk politik, ekonomi, sosial, pendidikan.
"Disebutkan dalam kajian akademis RUU JPH, obat dan vaksin berbeda dari produk konsumsi lain. Sebab, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat, konsumen sebenarnya tak menginginkannya, mereka terpaksa, dan dikonsumsi secara tidak berlebihan," tegasnya.
Baca juga berita terkait, UI sebut belum perlu untuk sertifikasi obat.
(maf)