Indonesia harus bangkit dari kolonialisme model baru
A
A
A
Sindonews.com - Harga bahan pokok makanan saat ini semakin mahal. Tak hanya daging, harga sayuran pun ikut merangkak naik. Meski kondisi pertanian Indonesia diwarnai praktik impor yang cukup besar.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Winner Agung Pribadi mengatakan, Indonesia tidak seharusnya melakukan impor dalam hal pertanian. Tingginya impor dan rendahnya ekspor tersebut disebabkan oleh Agreement on Agriculture World trade Organizations (AoA WTO) 1995.
“Prinsip AoA itu liberalisasi perdagangan, yang kaki lima disamakan dengan usaha raksasa atau korporasi. Tentu saja petani kita kewalahan bersaing, tapi mau tidak mau kita sudah ratifikasi AoA," ungkap pakar ekonomi politik UMY ini, di Yogyakarta, Minggu 29 September 2013.
Winner berpendapat, AoA sama halnya dengan kolonialisme model baru. Seperti filosofi India Vandana Shiva, kolonialisme model lama menjajah tanah sedangkan kolonialisme model baru menjajah seluruh tatanan kehidupan. “Sangat tepat yang dikatakan Vandana Shiva. Oleh sebab itu kita harus bangkit dari penjajahan atau kolonialisme model baru ini," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Jurusan Program Studi Hubungan Internasional (HI) UMY Nur Azizah mengatakan, dengan semangat masyarakat Indonesia untuk berubah, masih ada harapan bangkitnya pertanian atau peternakan Indonesia.
"Walaupun daging disembelih di dalam negeri, tapi bibitnya dari luar negeri. Tempe yang dibuat di dalam negeri, tapi kedelai diambil dari luar negeri. Seharusnya Indonesia mampu lepas dari rezim internasional yang membelenggu pertanian ataupun perdagangan kita," imbuhnya.
Ikuti berita terkait dengan mahasiswa dinilai mampu lakukan perubahan di sektor pertanian.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Winner Agung Pribadi mengatakan, Indonesia tidak seharusnya melakukan impor dalam hal pertanian. Tingginya impor dan rendahnya ekspor tersebut disebabkan oleh Agreement on Agriculture World trade Organizations (AoA WTO) 1995.
“Prinsip AoA itu liberalisasi perdagangan, yang kaki lima disamakan dengan usaha raksasa atau korporasi. Tentu saja petani kita kewalahan bersaing, tapi mau tidak mau kita sudah ratifikasi AoA," ungkap pakar ekonomi politik UMY ini, di Yogyakarta, Minggu 29 September 2013.
Winner berpendapat, AoA sama halnya dengan kolonialisme model baru. Seperti filosofi India Vandana Shiva, kolonialisme model lama menjajah tanah sedangkan kolonialisme model baru menjajah seluruh tatanan kehidupan. “Sangat tepat yang dikatakan Vandana Shiva. Oleh sebab itu kita harus bangkit dari penjajahan atau kolonialisme model baru ini," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Jurusan Program Studi Hubungan Internasional (HI) UMY Nur Azizah mengatakan, dengan semangat masyarakat Indonesia untuk berubah, masih ada harapan bangkitnya pertanian atau peternakan Indonesia.
"Walaupun daging disembelih di dalam negeri, tapi bibitnya dari luar negeri. Tempe yang dibuat di dalam negeri, tapi kedelai diambil dari luar negeri. Seharusnya Indonesia mampu lepas dari rezim internasional yang membelenggu pertanian ataupun perdagangan kita," imbuhnya.
Ikuti berita terkait dengan mahasiswa dinilai mampu lakukan perubahan di sektor pertanian.
(maf)