Pidana uang pengganti Neneng jadi Rp2,6 M
A
A
A
Sindonews.com - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutus banding terdakwa Neneng Sri Wahyuni. Uang penganti yang sebelumnya diputus hanya Rp800 juta, menjadi Rp2,6 miliar.
Juru Bicara (Jubir) Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Achmad Sobari menyatakan, pihaknya sudah memutus banding terdakwa Neneng Sri Wahyuni. Putusan Nomor 21/Pid/Tpk/2013/PT.DKI atas nama Neneng Sri Wahyuni itu diputus pada 19 Juni 2013.
Amar putusan intinya memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang bernomor 68/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst tertanggal 14 Maret 2013 tentang pembayaran uang pengganti.
"Dari Rp800.000.000 menjadi Rp2.604.973.128. Selebihnya sama dengan putusan pengadilan sebelmnya tersebut," ungkap Sobari saat dihubungi wartawan, Selasa (17/9/13).
Dia menjelaskan, majelis hakim yang menangani sidang banding Neneng yakni, Achmad Sobari sebagai ketua majelis dengan anggota, Hamuntal Pane, Moch Hatta, HM As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.
Dia melanjutkan, alasan peningkatan atau penambahan uang penganti itu, karena terdakwa selain menikmati hasil korupsi Rp800 juta, juga menikmati via PT Anugerah Nusantara yang dimilikinya sebesar Rp1.804.973.128. "Sehingga seluruhnya jadi Rp2.604.973.128," tandasnya.
Dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 14 Maret 2013, Neneng divonis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Neneng Sri Wahyuni divonis enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Majelis hakim juga memerintahkan Neneng harus membayar uang pengganti Rp800 juta. Nilai tersebut merupakan kerugian negara dalam proyek itu.
Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Pasalnya jaksa meminta majelis hakim untuk memvonis Neneng dihukum tujuh tahun disertai denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara.
Neneng terbukti dengan sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam amar putusannya tersebut, majelis hakim yang terdiri atas Ketua Majelis Tati Hadiyanti dengan anggota Pangeran Napitupulu, Made Hendra, Hugo dan Joko Subagyo menilai, Neneng terbukti melakukan negosiasi, mengatur pengeluaran dan pemasukan PT Anugerah Nusantara.
Bahkan Neneng terbukti membuka rekening PT Alfindo Nuratama Perkasa tanpa diketahui direktur perusahaan Arifin Ahmad. Neneng juga mengelola uang dari Depnakertrans dan mencairkan uang untuk kepentingan Neneng.
Untuk mengetahui berita terkait soal Neneng, silakan klik link ini.
Juru Bicara (Jubir) Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Achmad Sobari menyatakan, pihaknya sudah memutus banding terdakwa Neneng Sri Wahyuni. Putusan Nomor 21/Pid/Tpk/2013/PT.DKI atas nama Neneng Sri Wahyuni itu diputus pada 19 Juni 2013.
Amar putusan intinya memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang bernomor 68/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst tertanggal 14 Maret 2013 tentang pembayaran uang pengganti.
"Dari Rp800.000.000 menjadi Rp2.604.973.128. Selebihnya sama dengan putusan pengadilan sebelmnya tersebut," ungkap Sobari saat dihubungi wartawan, Selasa (17/9/13).
Dia menjelaskan, majelis hakim yang menangani sidang banding Neneng yakni, Achmad Sobari sebagai ketua majelis dengan anggota, Hamuntal Pane, Moch Hatta, HM As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.
Dia melanjutkan, alasan peningkatan atau penambahan uang penganti itu, karena terdakwa selain menikmati hasil korupsi Rp800 juta, juga menikmati via PT Anugerah Nusantara yang dimilikinya sebesar Rp1.804.973.128. "Sehingga seluruhnya jadi Rp2.604.973.128," tandasnya.
Dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 14 Maret 2013, Neneng divonis terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Neneng Sri Wahyuni divonis enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Majelis hakim juga memerintahkan Neneng harus membayar uang pengganti Rp800 juta. Nilai tersebut merupakan kerugian negara dalam proyek itu.
Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Pasalnya jaksa meminta majelis hakim untuk memvonis Neneng dihukum tujuh tahun disertai denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara.
Neneng terbukti dengan sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam amar putusannya tersebut, majelis hakim yang terdiri atas Ketua Majelis Tati Hadiyanti dengan anggota Pangeran Napitupulu, Made Hendra, Hugo dan Joko Subagyo menilai, Neneng terbukti melakukan negosiasi, mengatur pengeluaran dan pemasukan PT Anugerah Nusantara.
Bahkan Neneng terbukti membuka rekening PT Alfindo Nuratama Perkasa tanpa diketahui direktur perusahaan Arifin Ahmad. Neneng juga mengelola uang dari Depnakertrans dan mencairkan uang untuk kepentingan Neneng.
Untuk mengetahui berita terkait soal Neneng, silakan klik link ini.
(maf)