Survei SSSG, Konvensi Demokrat hanya pencitraan politik
A
A
A
Sindonews.com - Langkah Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konvensi calon presiden (Capres) dianggap bukan gebrakan luar biasa. Publik bahkan cenderung apatis melihat penjaringan Capres Demokrat tersebut.
Menurut hasil survei Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG), mayoritas publik menilai langkah konvensi hanya biasa saja mencapai 45, 8 persen. Sementara, 5,4 persen publik mengaku tidak tahu.
"Sebanyak 55,8 persen, responden melihat biasa saja," kata Direktur Eksekutif SSSG Fadjroel Rachman di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta Selata, Kamis (12/9/2013).
Dalam survei yang digelar pada tanggal 25 Agustus sampai 9 September 2013, publik juga menilai, langkah SBY menggelar konvensi hanya pencitraan politik sebesar 20,0 persen, 10,5 persen terobosan politik, 13,8 persen langkah yang berani dan hanya ikut-ikutan 4,6 persen.
Namun, ketika publik ditanya langkah Demokrat dalam menjaring bakal capres melalui konvensi, 65 persen publik menilai bagus, 0,8 persen sangat bagus, 19,4 persen jelek, 3,4 persen jelek dan tidak tahu atau tidak menjawab 11,4 persen.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara telepon. Populasi dalam survei ini seluruh warga Indonesia yang tinggal di 10 kota besar, DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar dan Balikpapan.
Kriteria responden adalah warga yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu. Dalam penelitian ini, sampel diambil dari hasil mengacak nomor telepon yang terdapat dalam buku telpon, jumlah sampel sebanyak 1.250 responden.
Waktu penelitian ini diadakan mulai 25 Agustus sampai 9 September 2013. Tingkat keyakinan 95 persen, sampling error 2,77 persen tapi non sampling error dimungkinkan terjadi. Survei ini diklaim independen, pasalnya hanya menghabiskan dana Rp60 juta yang berasal dari SSSG.
Menurut hasil survei Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG), mayoritas publik menilai langkah konvensi hanya biasa saja mencapai 45, 8 persen. Sementara, 5,4 persen publik mengaku tidak tahu.
"Sebanyak 55,8 persen, responden melihat biasa saja," kata Direktur Eksekutif SSSG Fadjroel Rachman di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta Selata, Kamis (12/9/2013).
Dalam survei yang digelar pada tanggal 25 Agustus sampai 9 September 2013, publik juga menilai, langkah SBY menggelar konvensi hanya pencitraan politik sebesar 20,0 persen, 10,5 persen terobosan politik, 13,8 persen langkah yang berani dan hanya ikut-ikutan 4,6 persen.
Namun, ketika publik ditanya langkah Demokrat dalam menjaring bakal capres melalui konvensi, 65 persen publik menilai bagus, 0,8 persen sangat bagus, 19,4 persen jelek, 3,4 persen jelek dan tidak tahu atau tidak menjawab 11,4 persen.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara telepon. Populasi dalam survei ini seluruh warga Indonesia yang tinggal di 10 kota besar, DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar dan Balikpapan.
Kriteria responden adalah warga yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilu. Dalam penelitian ini, sampel diambil dari hasil mengacak nomor telepon yang terdapat dalam buku telpon, jumlah sampel sebanyak 1.250 responden.
Waktu penelitian ini diadakan mulai 25 Agustus sampai 9 September 2013. Tingkat keyakinan 95 persen, sampling error 2,77 persen tapi non sampling error dimungkinkan terjadi. Survei ini diklaim independen, pasalnya hanya menghabiskan dana Rp60 juta yang berasal dari SSSG.
(kri)