Pengamat UI nilai BLSM bangun mental pengemis

Rabu, 04 September 2013 - 23:00 WIB
Pengamat UI nilai BLSM...
Pengamat UI nilai BLSM bangun mental pengemis
A A A
Sindonews.com - Pemerintah sudah glontorkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tahap dua di tengah masyarakat. Hal ini dinilai membangun mental pengemis pada masyarakat Indonesia.

Hal itu diungkapkan pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Ichsanudin Noorsy. Menurutnya, BLSM bukanlah program pemerintah yang membantu masyarakat miskin, hampir miskin dan sangat miskin.

Dia menilai, bantuan kompensasi yang diberikan pemerintah saat ini tidak dapat berguna dan dirasakan manfaatnya. "Ibarat orang haus butuh minum segelas, tetapi hanya diberikan setitik. Jadi tidak bisa merasakan apa-apa," kata Ichsanudin saat dihubungi KORAN SINDO, Rabu (4/9/2013).

Ichsanuddin mengatakan, bantuan kompensasi seperti BLSM yang sudah memasuki tahap dua ini bertujuan untuk menahan lajunya angka kemiskinan karena kenaikan harga BBM.

Namun, kompensasi tersebut menunjukan ada perencanaan pembangun yang salah. Sehingga menimbulkan mental pengemis di kalangan masyarakat yang miskin, hampir miskin dan sangat miskin.

"Ini merupakan konsep pembangunan belas kasih, antara si pengemis yaitu masyarakat dan si dermawan yaitu pemerintah," kata dia.

Konsep tersebut, lanjut dia, tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan terlebih kemiskinan. Ditambah dengan reture pada BLSM tahap pertama sebanyak 268 ribu, merupakan sebuah bukti bantuan kompensasi sangat tidak efektif.

"BLSM kompensasi yang tidak positif. Masyarakat tidak bahagia, buktinya masih ada korban saat antri BLSM," katanya.

Ketidak efektifan BLSM tersebut, menurutnya bisa dilihat pada dampak daya beli yang sangat tinggi ditambah dengan inflansi serta jatuhnya nilai tukar.

Akibat inflansi, harga-harga naik. Selain itu, rusaknya nilai tukar dan ketidak pastian pembangunan infrastruktur. Dia mengatakan, BLSM merupakan pinjaman program dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB), yang programnya harusnya dijalankan. Jika tidak, maka tidak akan efektif.

"Kebijakan tersebut menggunakan kebijakan policy matrix dan policy student, dimana pemberi pinjaman dan peminjaman salah. Terlebih peminjaman atas pencabutan subsidi," paparnya.

Dia memaparkan, motivasi pemberian kompensasi ialah agar masyarakat tidak menjadi marah, dikarenakan subsidi yang diberikan dicabut. Bukan hanya itu, sikap tersebut menunjukan keberpihakan.

Padahal konten yang diberikan tidak menunjukan keberpihakan, serta menggiring masyarakat kedalam kondisi pengemis.

"Ini proses kemiskinan bangsa. Indonesia merupakan objek kemiskinan dari sejumlah negara berkembang," tuturnya.

Lanjut dia, selama Indonesia masih menerapkan sistem neoliberal maka BLSM tidak akan mengeluarkan masyarakat dari masalah kemiskinan.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7021 seconds (0.1#10.140)