Rieke Oneng nilai pidato SBY karya ilmiah

Jum'at, 16 Agustus 2013 - 16:11 WIB
Rieke Oneng nilai pidato SBY karya ilmiah
Rieke Oneng nilai pidato SBY karya ilmiah
A A A
Sindonews.com - Pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di sidang bersama DPR RI dan DPD RI hari ini, terus mendapat kritikan.

Menurut anggota Komisi IX DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka, pidato kenegaraan SBY di sidang bersama DPR RI dan DPD RI hari ini seperti fiksi ilmiah.

"Seperti pidato SBY kebanyakan, bumbu-bumbu istilah dan teori berbahasa Inggris diselipkan di sana sini. Terkesan ilmiah karena disertai dengan angka-angka yang seolah memperlihatkan akurasi keberhasilan," ujar Rieke di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2013).

"Apakah angka-angka itu berbasis pada data dan realita sesungguhnya? Atau sekedar fiksi belaka pembungkus pencitraan? Masyarakat tentu sudah cerdas dan mampu menilai yang sesungguhnya terjadi," tambahnya.

Dia mengkritisi pengakuan SBY yang menyebutkan bahwa kesejahteraan rakyat pada masa pemerintahannya diklaim terus meningkat.

"Argumen yang digunakan adalah angka PDB per kapita (2004= US$ 1177, 2009=US$2290, 2012= US$ 3092). Pada tahun 2014 SBY menyatakan per kapita ± US$5000. PDB itu mengukur produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. Siapa yang menikmati? Bukan seluruh rakyat indonesia. Tapi mereka yang dapat akses dalam bidang ekonomi," katanya.

Dia memberikan contoh di Papua. Dikatakannya, pertumbuhan ekonomi di Papua tertinggi di Indonesia, namun angka kemiskinan juga yang tertinggi.

"Mari kami berpikir positif. PDB 5.000 per kapita, itu berarti 50 juta per tahun atau 4,2 juta per bulan per KK. Artinya, per orang 1 juta per bulan. Mari kami sandingkan dengan data statistik dari pemerintah juga. Data BPS menyatakan kemampuan masyarakat yang mampu belanja di atas 1 juta per bulan hanya 16 persen. Sedangkan 500-1juta ada 30 persen, dan dibawah 500 ribu ada 55 persen," imbuhnya.

Pertanyaannya, kata dia, kesejahteraan macam apa yang dimaksud apabila sebanyak 85 persen daya beli rakyat justru di bawah 1 juta perbulan.

"Kemampuan daya beli memperlihatkan penghasilan per bulan. Data yang dilansir BPS tersebut bahkan belum dihitung berdasarkan kondisi pasca kenaikan BBM," pungkasnya.
(stb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8365 seconds (0.1#10.140)