UU Keuangan Negara dinilai berpotensi jadi alat pemerasan
A
A
A
Sindonews.com - Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dinilai berpotensi digunakan oknum untuk melakukan pemerasan, tekanan politik, penggusuran direksi, hingga memenangkan sejumlah tender di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal demikian dikatakan oleh mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagi BUMN, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2013).
Pasal tersebut pun dinilainya menjadi pintu masuk bagi kesewenangan hukum (abuse of power). Siapapun yang mengenakan seragam negara dapat mencampuri urusan ranah privat.
"Modus mereka dimulai dari upaya membuktikan adanya kerugian negara dari keputusan direksi BUMN yang telah menjadi target operasi," ujar Hotasi.
Selain itu, dia pun menilai bahwa Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara tersebut telah membuat setiap keputusan direksi BUMN yang memiliki resiko bisnis di masa lalu dan sekarang dapat dipidanakan. Terlepas apakah dia telah bekerja dengan bersih, jujur, tulus.
Padahal, menurut Hotasi, direksi diperlukan untuk berimprovisasi demi kelangsungan bisnis dan tidak hanya terpaku pada tugas pokok dan fungsi sebagai direksi. Direksi, ujar dia, digaji paling tinggi agar kreatif dan inovatif menghadapi tantangan bisnis.
"Jika hanya mengikuti tupoksi, direksi menjadi tidak berbeda dengan karyawan biasa dan akan selalu play safe," tuturnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar uji materi Pasal 2 huruf (g) dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf (b), dan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemerikas Keuangan Terhadap UUD 1945. Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli.
Pemohon dalam perkara tersebut Centre for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Omay Komar Wiraatmadja dan Sutrisno beserta Forum Hukum BUMN.
Para pemohon menilai pasal yang diujikan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang BUMN dan UU Perseroan Terbatas.
Hal demikian dikatakan oleh mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagi BUMN, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2013).
Pasal tersebut pun dinilainya menjadi pintu masuk bagi kesewenangan hukum (abuse of power). Siapapun yang mengenakan seragam negara dapat mencampuri urusan ranah privat.
"Modus mereka dimulai dari upaya membuktikan adanya kerugian negara dari keputusan direksi BUMN yang telah menjadi target operasi," ujar Hotasi.
Selain itu, dia pun menilai bahwa Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara tersebut telah membuat setiap keputusan direksi BUMN yang memiliki resiko bisnis di masa lalu dan sekarang dapat dipidanakan. Terlepas apakah dia telah bekerja dengan bersih, jujur, tulus.
Padahal, menurut Hotasi, direksi diperlukan untuk berimprovisasi demi kelangsungan bisnis dan tidak hanya terpaku pada tugas pokok dan fungsi sebagai direksi. Direksi, ujar dia, digaji paling tinggi agar kreatif dan inovatif menghadapi tantangan bisnis.
"Jika hanya mengikuti tupoksi, direksi menjadi tidak berbeda dengan karyawan biasa dan akan selalu play safe," tuturnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar uji materi Pasal 2 huruf (g) dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf (b), dan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemerikas Keuangan Terhadap UUD 1945. Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli.
Pemohon dalam perkara tersebut Centre for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) dan Omay Komar Wiraatmadja dan Sutrisno beserta Forum Hukum BUMN.
Para pemohon menilai pasal yang diujikan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena menyebabkan disharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang BUMN dan UU Perseroan Terbatas.
(kri)