Ini solusi pemerintah menangani over kapasitas napi
A
A
A
Sindonews.com - Untuk mengurangi dampak over kapasitas yang terjadi di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan), Kementerian Hukum dan HAM bersama dengan Ketua Mahkamah Agung, Kepala Kejaksaan Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional menggelar rapat bersama di Ruang Rapat Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam rapat gabungan tersebut, terungkap 60 persen warga binaan pemasyarakata yang berada di lapas dan rutan adalah pemakai dan pecandu narkotika. Tingginya angka penyalahgunaan narkotika tersebut, rapat bersama ini memutuskan program rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika dengan membedakan antara pecandu dengan pengguna.
"Untuk mendukung program rehabilitasi perlu dilakukan assesment unit layanan yang ada, dengan melibatkan Kementerian Sosial dalam rangka rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba," ujar Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin, melalui siaran persnya kepada Sindonews.com, Rabu (24/7/2013).
Dia berharap, dengan adanya rehabilitasi, maka hak-hak dasar warga binaan akan terpenuhi. Selain itu, pemahaman untuk menetapkan tindak pidana kriminal dalam penyalahgunaan narkotika dapat dibedakan antara korban dengan bandar.
"Perlu pengawasan penyidik agar tidak terjadi penyimpangan dalam penerapan aturan hukum bagi penyalahgunaan narkotika," ungkapnya.
Penyalahgunaan narkotika, kata Menkum HAM, harus ditekan dan korban harus diberikan perlindungan. "Diperlukan lembaga assesment untuk menetapkan dan membantu hakim, dalam proses peradilan kasus penyalahgunaan narkotika. Dekriminalisasi, undang-undang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menetapkan hukuman rehabilitasi, namun belum berjalan secara optimal," ungkapnya.
Lebih lanjut Menkum HAM menyadari, menyelesaikan masalah warga binaan pemasyarakatan yang berada di lapas atau rutan mengenai narkotika tidak bisa diselesaikan sendiri.
"Butuh ada kerjasama dan kesepakatan bersama-sama menyelesaikannya antara pihak-pihak yang hadir. Seperti perlunya ada satu tempat rehabilitasi bagi pemakai narkotika. Tempat rehabilitasi ini ada dalam pengendalian Menteri Kesehatan, Kepala BNN dan Menteri Sosial," imbuhnya.
Dalam rapat gabungan tersebut, terungkap 60 persen warga binaan pemasyarakata yang berada di lapas dan rutan adalah pemakai dan pecandu narkotika. Tingginya angka penyalahgunaan narkotika tersebut, rapat bersama ini memutuskan program rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika dengan membedakan antara pecandu dengan pengguna.
"Untuk mendukung program rehabilitasi perlu dilakukan assesment unit layanan yang ada, dengan melibatkan Kementerian Sosial dalam rangka rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba," ujar Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin, melalui siaran persnya kepada Sindonews.com, Rabu (24/7/2013).
Dia berharap, dengan adanya rehabilitasi, maka hak-hak dasar warga binaan akan terpenuhi. Selain itu, pemahaman untuk menetapkan tindak pidana kriminal dalam penyalahgunaan narkotika dapat dibedakan antara korban dengan bandar.
"Perlu pengawasan penyidik agar tidak terjadi penyimpangan dalam penerapan aturan hukum bagi penyalahgunaan narkotika," ungkapnya.
Penyalahgunaan narkotika, kata Menkum HAM, harus ditekan dan korban harus diberikan perlindungan. "Diperlukan lembaga assesment untuk menetapkan dan membantu hakim, dalam proses peradilan kasus penyalahgunaan narkotika. Dekriminalisasi, undang-undang memberikan kewenangan kepada hakim untuk menetapkan hukuman rehabilitasi, namun belum berjalan secara optimal," ungkapnya.
Lebih lanjut Menkum HAM menyadari, menyelesaikan masalah warga binaan pemasyarakatan yang berada di lapas atau rutan mengenai narkotika tidak bisa diselesaikan sendiri.
"Butuh ada kerjasama dan kesepakatan bersama-sama menyelesaikannya antara pihak-pihak yang hadir. Seperti perlunya ada satu tempat rehabilitasi bagi pemakai narkotika. Tempat rehabilitasi ini ada dalam pengendalian Menteri Kesehatan, Kepala BNN dan Menteri Sosial," imbuhnya.
(stb)