Indonesia desak Malaysia hentikan penerbitan JP Visa
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Malaysia untuk menghentikan penerbitan Journey Performed Visa (JP Visa) atau visa tinggal sementara. Pasalnya, visa jenis ini sering disalahgunakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja.
Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Reyna Usman mengatakan, JP Visa sering disalahgunakan menjadi visa kerja.
Reyna menjelaskan, JP Visa adalah izin tinggal yang berlaku sementara yang dikeluarkan pemerintah Malaysia. JP Visa biasa dikeluarkan bagi warga negara non common wealth atau negara yang tidak masuk persemakmuran Inggris.
Pemerintah Malaysia kerap memberikan JP Visa kepada TKI tidak berdokumen ketika TKI ini sudah menginjakkan kaki disana. “Jadi TKI tinggal memberikan paspornya ke imigrasi. Mereka membayar sejumlah uang untuk bisa tinggal dan bekerja disana tanpa prosedur yang benar,” terangnya, lewat rilis yang diterima KORAN SINDO, Selasa (23/7/2013).
Para tenaga kerja dari Indonesia pun mudah masuk Malaysia secara illegal dengan JP Visa ini. Kondisi ini ditengarai sebagai penyebab makin meningkatnya jumlah TKI illegal yang menjadi korban perdagangan manusia (trafficking). “Kita minta Malaysia menghentikan penerbitan JP Visa untuk mencegah masuknya TKI illegal bekerja di Malaysia,” katanya.
Permintaan ini dinyatakan dalam pertemuan Joint Task Force (JTF) Ketenagakerjaan ke-4 antara kedua negara yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia pada 22-23 Juli 2013. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dirjen Binapenta Kemenakertrans Reyna Usman dan Malaysia dipimpin Sekjen Kementerian Sumber Manusia Malaysia Dato Seri Zainal Rahim Seman.
Reyna mengungkapkan, pada akhirnya pemerintah Malaysia pun sepakat menghentikan penerbitan JP Visa. Namun mereka meminta waktu untuk menyiapkan system dan mekanismenya. Kesepakatan terjadi karena Pemerintah Malaysia juga semakin gencar melakukan razia dan penangkapan TKI illegal yang menyalahi peraturan perundangan di Malaysia.
Selain masalah JP visa, kata Reyna, kedua delegasi pun membicarakan finalisasi perbaikan Biaya Penempatan (Cost Structure). Biaya penempatan sendiri diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelatihan sebelum proses penempatan.
Kedua negara juga menyepakati harus ada penambahan di biaya penempatan untuk biaya pelatihan dan pembekalan serta sertifikasi TKI. “Kami menyatakan komitmen bahwa pelatihan 200 jam dapat meningkatkan kualitas pelatihan kerja. TKI jadi dapat diandalkan dari segi keterampilan dan kompetensi,” jelasnya.
Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Reyna Usman mengatakan, JP Visa sering disalahgunakan menjadi visa kerja.
Reyna menjelaskan, JP Visa adalah izin tinggal yang berlaku sementara yang dikeluarkan pemerintah Malaysia. JP Visa biasa dikeluarkan bagi warga negara non common wealth atau negara yang tidak masuk persemakmuran Inggris.
Pemerintah Malaysia kerap memberikan JP Visa kepada TKI tidak berdokumen ketika TKI ini sudah menginjakkan kaki disana. “Jadi TKI tinggal memberikan paspornya ke imigrasi. Mereka membayar sejumlah uang untuk bisa tinggal dan bekerja disana tanpa prosedur yang benar,” terangnya, lewat rilis yang diterima KORAN SINDO, Selasa (23/7/2013).
Para tenaga kerja dari Indonesia pun mudah masuk Malaysia secara illegal dengan JP Visa ini. Kondisi ini ditengarai sebagai penyebab makin meningkatnya jumlah TKI illegal yang menjadi korban perdagangan manusia (trafficking). “Kita minta Malaysia menghentikan penerbitan JP Visa untuk mencegah masuknya TKI illegal bekerja di Malaysia,” katanya.
Permintaan ini dinyatakan dalam pertemuan Joint Task Force (JTF) Ketenagakerjaan ke-4 antara kedua negara yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia pada 22-23 Juli 2013. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dirjen Binapenta Kemenakertrans Reyna Usman dan Malaysia dipimpin Sekjen Kementerian Sumber Manusia Malaysia Dato Seri Zainal Rahim Seman.
Reyna mengungkapkan, pada akhirnya pemerintah Malaysia pun sepakat menghentikan penerbitan JP Visa. Namun mereka meminta waktu untuk menyiapkan system dan mekanismenya. Kesepakatan terjadi karena Pemerintah Malaysia juga semakin gencar melakukan razia dan penangkapan TKI illegal yang menyalahi peraturan perundangan di Malaysia.
Selain masalah JP visa, kata Reyna, kedua delegasi pun membicarakan finalisasi perbaikan Biaya Penempatan (Cost Structure). Biaya penempatan sendiri diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelatihan sebelum proses penempatan.
Kedua negara juga menyepakati harus ada penambahan di biaya penempatan untuk biaya pelatihan dan pembekalan serta sertifikasi TKI. “Kami menyatakan komitmen bahwa pelatihan 200 jam dapat meningkatkan kualitas pelatihan kerja. TKI jadi dapat diandalkan dari segi keterampilan dan kompetensi,” jelasnya.
(maf)