Surati SBY, Priyo tak mengerti tata negara
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dinilai tak mengerti hukum tata negara, dengan sikapnya mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sepertinya beliau enggak mengert ketatanegaraan," ujar Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Fadjroel Falakh, saat berbincang dengan Sindonews, Jumat (19/7/2013).
Fadjroel menjelaskan, aspirasi rakyat mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Remisi seharusnya menjadi ranah hukum. Dalam mekanismenya, aspirasi rakyat seharusnya diserahkan ke Komisi di DPR kemudian dilakukan pembahasan dengan pemerintah.
"Bisa dilihat di tata tertib DPR dan pembagian tugas pimpinan DPR mengenai bagaimana atau cara melaksanakan fungsi umum DPR dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Apakah misalnya menyangkut pelaksanaan pidana, perlu dicek apakah itu aspirasi masyarakat yang sedang dalam posisi sebagai napi. istilahnya dilimpahkan saja sebagai persoalan yang dibahas oleh komisi terkait," terang Fadjroel.
Dalam hal ini, kata Fadjroel, permasalahan remisi menjadi ranah hukum yang seharusnya diserahkan kepada Komisi III DPR dan kemudian dilakukan pembahasan dengan pemerintah yakni Menteri Hukum dan HAM.
Sehingga langkah Priyo menyurati SBY dengan alasan menyampaikan aspirasi narapidana koruptor, menurut Fadjroel memunculkan kontroversi karena membawa persoalan hukum ke ranah politik.
"Yang dia lakukan politis, sementara masalahnya putusan hakim, karena seorang menjalani pidana kan atas putusan hakim, ini masalah hukum," tukas dia.
Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengaku telah mengirim surat ke Presiden SBYyang intinya meninjau kembali pemberlakuan PP Nomer 99 tahun 2012 tersebut. Priyo mengaku surat tersebut dikirimnya sebagai sikap seorang fasilitator yang menerima masukan dari beberapa orang narapidana.
"Sepertinya beliau enggak mengert ketatanegaraan," ujar Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Fadjroel Falakh, saat berbincang dengan Sindonews, Jumat (19/7/2013).
Fadjroel menjelaskan, aspirasi rakyat mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Remisi seharusnya menjadi ranah hukum. Dalam mekanismenya, aspirasi rakyat seharusnya diserahkan ke Komisi di DPR kemudian dilakukan pembahasan dengan pemerintah.
"Bisa dilihat di tata tertib DPR dan pembagian tugas pimpinan DPR mengenai bagaimana atau cara melaksanakan fungsi umum DPR dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Apakah misalnya menyangkut pelaksanaan pidana, perlu dicek apakah itu aspirasi masyarakat yang sedang dalam posisi sebagai napi. istilahnya dilimpahkan saja sebagai persoalan yang dibahas oleh komisi terkait," terang Fadjroel.
Dalam hal ini, kata Fadjroel, permasalahan remisi menjadi ranah hukum yang seharusnya diserahkan kepada Komisi III DPR dan kemudian dilakukan pembahasan dengan pemerintah yakni Menteri Hukum dan HAM.
Sehingga langkah Priyo menyurati SBY dengan alasan menyampaikan aspirasi narapidana koruptor, menurut Fadjroel memunculkan kontroversi karena membawa persoalan hukum ke ranah politik.
"Yang dia lakukan politis, sementara masalahnya putusan hakim, karena seorang menjalani pidana kan atas putusan hakim, ini masalah hukum," tukas dia.
Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengaku telah mengirim surat ke Presiden SBYyang intinya meninjau kembali pemberlakuan PP Nomer 99 tahun 2012 tersebut. Priyo mengaku surat tersebut dikirimnya sebagai sikap seorang fasilitator yang menerima masukan dari beberapa orang narapidana.
(lal)