Pemerintah didesak ambil alih asuransi TKI
A
A
A
Sindonews.com - Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004, setiap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri berhak mendapat asuransi sebagai bentuk perlindungan terhadap TKI.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin, 15 Juli 2013 menyatakan, akan membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI per 1 Agustus 2013, dimana OJK menilai, dana yang dikelola oleh konsorsium tidak sesuai dengan fungsinya.
Menanggapi hal tersebut, Migrant Institute memberi apresiasi atas keputusan OJK, karena memang dari awal, Migrant Institute menolak asuransi TKI dikelola oleh konsorsium. Karena Migrant Institute menilai, asuransi TKI yang dikelola konsorsium lebih banyak aspek bisnisnya dibandingkan aspek fungsinya, sebagai instrumen perlindungan TKI seperti yang diamanatkan UU.
“Pengelolaan asuransi yang saat ini dikelola konsorsium banyak berorientasi profit (keuntungan)," kata Adi Candra Utama, selaku Direktur Eksekutif Migrant Institute, lewat rilisnya kepada Sindonews, Rabu (17/7/2013).
"Sehingga keberadaan sistem asuransi TKI yang awalnya diperuntukkan menjamin TKI pada faktanya tidak dapat digunakan untuk melindungi TKI. Selain itu diharapkan, keputusan ini bukan hanya sebatas peperangan antar perusahaan asuransi yang berebut jualan asuransi TKI," imbuhnya.
Meskipun begitu, menurut Adi Candra, asuransi TKI tetap diperlukan hanya saja tidak dalam skema bisnis. Berdasarkan hal itu, Migrant Institute mendesak negara mengambil alih beban asuransi ini, dengan skema dimasukkan dalam satu paket jaminan sosial Nasional yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Semua itu dilakukan sebagai bentuk timbal jasa Negara kepada TKI yang selama ini diagung-agungkan sebagai pahlawan devisa,” ucapnya.
Oleh karena itu, Adi menyayangkan tindakan OJK yang merekomendasikan kembali dibentuknya konsorsium untuk mengelola asuransi TKI. “Seharusnya asuransi ini tidak dikelola oleh swasta kembali, tetapi langsung diambil alih pemerintah dan memasukkan asuransi yang dikelola pemerintah ini ke dalam revisi UU Nomor 39 Tahun 2004,” tuturnya.
Menurutnya, sebab kalau asuransi TKI ini tetap dikelola swasta, tidak akan memenuhi fungsinya sebagai instrumen perlindungan dan hanya akan menguntungkan pebisnis dan menambah beban TKI. "Terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan konsorsium TKI, Migrant Institute mendesak pengusutan lebih lanjut atas dugaan praktik yang dilakukan oleh konsorsium dan pialangnya itu," pungkasnya.
Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin, 15 Juli 2013 menyatakan, akan membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI per 1 Agustus 2013, dimana OJK menilai, dana yang dikelola oleh konsorsium tidak sesuai dengan fungsinya.
Menanggapi hal tersebut, Migrant Institute memberi apresiasi atas keputusan OJK, karena memang dari awal, Migrant Institute menolak asuransi TKI dikelola oleh konsorsium. Karena Migrant Institute menilai, asuransi TKI yang dikelola konsorsium lebih banyak aspek bisnisnya dibandingkan aspek fungsinya, sebagai instrumen perlindungan TKI seperti yang diamanatkan UU.
“Pengelolaan asuransi yang saat ini dikelola konsorsium banyak berorientasi profit (keuntungan)," kata Adi Candra Utama, selaku Direktur Eksekutif Migrant Institute, lewat rilisnya kepada Sindonews, Rabu (17/7/2013).
"Sehingga keberadaan sistem asuransi TKI yang awalnya diperuntukkan menjamin TKI pada faktanya tidak dapat digunakan untuk melindungi TKI. Selain itu diharapkan, keputusan ini bukan hanya sebatas peperangan antar perusahaan asuransi yang berebut jualan asuransi TKI," imbuhnya.
Meskipun begitu, menurut Adi Candra, asuransi TKI tetap diperlukan hanya saja tidak dalam skema bisnis. Berdasarkan hal itu, Migrant Institute mendesak negara mengambil alih beban asuransi ini, dengan skema dimasukkan dalam satu paket jaminan sosial Nasional yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Semua itu dilakukan sebagai bentuk timbal jasa Negara kepada TKI yang selama ini diagung-agungkan sebagai pahlawan devisa,” ucapnya.
Oleh karena itu, Adi menyayangkan tindakan OJK yang merekomendasikan kembali dibentuknya konsorsium untuk mengelola asuransi TKI. “Seharusnya asuransi ini tidak dikelola oleh swasta kembali, tetapi langsung diambil alih pemerintah dan memasukkan asuransi yang dikelola pemerintah ini ke dalam revisi UU Nomor 39 Tahun 2004,” tuturnya.
Menurutnya, sebab kalau asuransi TKI ini tetap dikelola swasta, tidak akan memenuhi fungsinya sebagai instrumen perlindungan dan hanya akan menguntungkan pebisnis dan menambah beban TKI. "Terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan konsorsium TKI, Migrant Institute mendesak pengusutan lebih lanjut atas dugaan praktik yang dilakukan oleh konsorsium dan pialangnya itu," pungkasnya.
(maf)