Penyitaan aset Supersemar, Kejagung tunggu putusan MA
A
A
A
Sindonews.com - Sampai saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum menerima salinan putusan perbaikan dari Mahkamah Agung (MA) terkait dengan jumlah aset yang akan dieksekusi dari Yayasan Supersemar milik Presiden RI Kedua, Soeharto. Hal ini berimbas pada lambatnya penyitaan dari aset dari Yayasan Supersemar.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin membenarkan hal tersebut dan mengatakan bahwa eksekusi terhadap aset dari Yayasan Supersemar baru bisa dilakukan jika MA sudah memperbaiki salinan putusan tersebut. Maka eksekusi denda sebesar Rp3,7 triliun baru dapat dilaksanakan.
"Kami masih menunggu MA memperbaiki salinan putusan tersebut, kalau MA sudah memperbaiki salinan putusan tersebut, baru mulai kami sita," ujar Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2013).
Burhanuddin pun mengaku, bahwa Kejagung sudah mulai menginventarisir semua aset dari Yayasan Supersemar. Namun, baru bisa dilaksanakan jika salinan putusan tersebut sudah diterima oleh Kejagung.
"Kita sudah mulai menginventarisir asetnya," tegas Burhanuddin.
Sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan pihaknya telah menerima salinan putusan perkara itu. Namun, salinan putusan dari MA terkait perkara itu masih ada yang keliru dan masih didalami Jamdatun Burhanuddin.
Kekeliruan yang dimaksud yakni pada salinan putusan terdapat pada penyebutan nominal yang harus diganti oleh Yayasan Supersemar.
"Kamis 27 Juli 2013 kemarin saya bertemu dengan Mahkamah Agung untuk membicarakan masalah itu (kekeliruan salinan putusan), kami menyerahkan kembali fotocopy salinan putusan itu, jadi mereka akan mempelajari kembali," ujar Basrief.
Basrief menuturkan, Kejagung saat ini mulai menginventarisasi aset-aset milik Yayasan Supersemar untuk mengantisipasi jika seandainya denda Rp3,17 triliun tidak terbayarkan.
Seperti diketahui perkara Nomor 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, sudah diputus sejak 2010 lalu. Namun, baru terungkap setelah Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (MAKI) mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.
Dalam putusan tersebut, dinyatakan bahwa Suharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,7 triliun.
Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh Soeharto, sedang dalam proses penelitian untuk digugat. Keenam yayasan tersebut terdiri Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin membenarkan hal tersebut dan mengatakan bahwa eksekusi terhadap aset dari Yayasan Supersemar baru bisa dilakukan jika MA sudah memperbaiki salinan putusan tersebut. Maka eksekusi denda sebesar Rp3,7 triliun baru dapat dilaksanakan.
"Kami masih menunggu MA memperbaiki salinan putusan tersebut, kalau MA sudah memperbaiki salinan putusan tersebut, baru mulai kami sita," ujar Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2013).
Burhanuddin pun mengaku, bahwa Kejagung sudah mulai menginventarisir semua aset dari Yayasan Supersemar. Namun, baru bisa dilaksanakan jika salinan putusan tersebut sudah diterima oleh Kejagung.
"Kita sudah mulai menginventarisir asetnya," tegas Burhanuddin.
Sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan pihaknya telah menerima salinan putusan perkara itu. Namun, salinan putusan dari MA terkait perkara itu masih ada yang keliru dan masih didalami Jamdatun Burhanuddin.
Kekeliruan yang dimaksud yakni pada salinan putusan terdapat pada penyebutan nominal yang harus diganti oleh Yayasan Supersemar.
"Kamis 27 Juli 2013 kemarin saya bertemu dengan Mahkamah Agung untuk membicarakan masalah itu (kekeliruan salinan putusan), kami menyerahkan kembali fotocopy salinan putusan itu, jadi mereka akan mempelajari kembali," ujar Basrief.
Basrief menuturkan, Kejagung saat ini mulai menginventarisasi aset-aset milik Yayasan Supersemar untuk mengantisipasi jika seandainya denda Rp3,17 triliun tidak terbayarkan.
Seperti diketahui perkara Nomor 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010, sudah diputus sejak 2010 lalu. Namun, baru terungkap setelah Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (MAKI) mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.
Dalam putusan tersebut, dinyatakan bahwa Suharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,7 triliun.
Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh Soeharto, sedang dalam proses penelitian untuk digugat. Keenam yayasan tersebut terdiri Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.
(kri)