Sosiolog: Kerusuhan LP dipicu ketidakpuasan terhadap pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai kerusuhan di LP Tanjung Gusta disebabkan karena ketidakpuasan terhadap pemerintah. Dalam masa transformasi reformasi saat ini, kata Devie, bentuk protes masyarakat menjadi lebih berani dan diluapkan dengan kekerasan.
"Pertama ini kan masih investigasi, lalu ini dipicu karena ketidakpuasan kondisi lapas, orang saat ini jauh lebih berani menarik perhatian pemerintah untuk meraih kasih sayang pemerintah dengan cara kekerasan, akhirnya Presiden SBY langsung menggelar rapat," ungkapnya kepada wartawan di Depok, Sabtu (13/07/2013).
Devie menambahkan, setiap manusia berhak mendapatkan standar kehidupan yang layak, sekalipun tahanan di dalam penjara. Bisa jadi, lanjutnya, kekesalan para tahanan sudah terakumulasi dengan tak terpenuhinya hak dasar mereka selama ini.
"Kalau memang hasil investigasinya benar, barangkali mereka merasa tak diperlakukan manusia, karena di LP pun harusnya ada standar kehidupan yang layak di dalam LP," tukasnya.
Devie menilai dengan insiden tersebut menunjukan kewibawaan pemerintah yang lemah lantaran masyarakat berani memberontak dengan cara kekerasan. Namun, Devie menegaskan sikap pemerintah menangani kasus tersebut jangan sampai ditunjukan dengan atraksi politik.
"Fokus pemerintah turun itu bagus, tapi jangan sampai atraksi politik, langkah konkrit misalnya dengan membangun satu model kamar tahanan yang sesuai standar, paling tidak ada perubahan, masyarakat kan butuh aksi nyata walaupun nantinya akan terkait erat dengan anggaran," ungkapnya.
Menurut Devie, kondisi LP di luar negeri sebagian besar sudah layak dari segi pemenuhan hak dasar seperti air minum, makanan dan minuman, juga sanitasi. Apalagi, kata dia, banyak tahanan lain merasa fasilitas mereka jauh berbeda dengan tahanan koruptor.
"Jadi ada diskriminasi, koruptor dinilai fasilitasnya lebih layak, harusnya koruptor dimiskinkan saja agar tak memenuhi penjara, lalu misalnya tahanan narkoba sebagai korbannya cukup direhabilitasi, atau seperti apalah sistemnya harus dibenahi oleh pemerintah," tegasnya.
"Pertama ini kan masih investigasi, lalu ini dipicu karena ketidakpuasan kondisi lapas, orang saat ini jauh lebih berani menarik perhatian pemerintah untuk meraih kasih sayang pemerintah dengan cara kekerasan, akhirnya Presiden SBY langsung menggelar rapat," ungkapnya kepada wartawan di Depok, Sabtu (13/07/2013).
Devie menambahkan, setiap manusia berhak mendapatkan standar kehidupan yang layak, sekalipun tahanan di dalam penjara. Bisa jadi, lanjutnya, kekesalan para tahanan sudah terakumulasi dengan tak terpenuhinya hak dasar mereka selama ini.
"Kalau memang hasil investigasinya benar, barangkali mereka merasa tak diperlakukan manusia, karena di LP pun harusnya ada standar kehidupan yang layak di dalam LP," tukasnya.
Devie menilai dengan insiden tersebut menunjukan kewibawaan pemerintah yang lemah lantaran masyarakat berani memberontak dengan cara kekerasan. Namun, Devie menegaskan sikap pemerintah menangani kasus tersebut jangan sampai ditunjukan dengan atraksi politik.
"Fokus pemerintah turun itu bagus, tapi jangan sampai atraksi politik, langkah konkrit misalnya dengan membangun satu model kamar tahanan yang sesuai standar, paling tidak ada perubahan, masyarakat kan butuh aksi nyata walaupun nantinya akan terkait erat dengan anggaran," ungkapnya.
Menurut Devie, kondisi LP di luar negeri sebagian besar sudah layak dari segi pemenuhan hak dasar seperti air minum, makanan dan minuman, juga sanitasi. Apalagi, kata dia, banyak tahanan lain merasa fasilitas mereka jauh berbeda dengan tahanan koruptor.
"Jadi ada diskriminasi, koruptor dinilai fasilitasnya lebih layak, harusnya koruptor dimiskinkan saja agar tak memenuhi penjara, lalu misalnya tahanan narkoba sebagai korbannya cukup direhabilitasi, atau seperti apalah sistemnya harus dibenahi oleh pemerintah," tegasnya.
(kri)