AJI tuntut peningkatan kesejahteraan jurnalis
A
A
A
Sindonews.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menuntut peningkatan kesejahteraan para praktisi jurnalis. Hal ini juga mencakup upah para jurnalis tetap maupun kontributor di daerah, serta berbagai tunjangan yang seharusnya diperoleh.
"Berdasarkan data yang diperoleh, hanya 30-40 persen wartawan Indonesia yang digaji secara laik. Sisanya kurang sejahtera," ujar Ketua Umum AJI Eko Maryadi, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diadakan Komisi IX DPR RI, Senayab, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2013).
Padahal, kata dia, para jurnalis Indonesia dituntut kinerjanya seperti dewan legislatif, di mana fungsi pers salah satunya adalah sebagai pilar keempat bagi suatu bangsa.
"Kami dituntut sebagai pilar keempat, tetapi tidak digaji secara memadai. Belum lagi tuntutan kerja siang sampai malam dan ancaman yang kerap mendatangi kami," tuturnya.
Hal ini melanda khususnya para kontributor di luar ibu kota yang hanya menerima honor berdasarkan berita yang ditayangkan oleh media di mana mereka bernaung. "Jadi, dibayar kalau tayang beritanya," ujarnya.
Menurut dia, upah yang diterima para jurnalis setidaknya sesuai upah minimum provinsi (UMP). Meskipun sebelumnya, AJI dan pihak Komisi IX telah menyepakati upah sebesar Rp4 juta.
"Kami memang telah sepakat. Tapi ini tetap tergantung medianya. Tidak semua media sanggup membayar karyawannya sebesar itu. Yah, minimal sesuai UMP," tambahnya.
Selain upah yang laik, pihak AJI juga menginginkan agar para jurnalis menerima berbagai tunjangan yang seharusnya diterima oleh para praktisi. Sebagai contoh adalah tunjangan kesehatan yang meliputi tunjangan rawat jalan, rawat inap, persalinan, hari tua, dan sebagainya.
"Berdasarkan data yang diperoleh, hanya 30-40 persen wartawan Indonesia yang digaji secara laik. Sisanya kurang sejahtera," ujar Ketua Umum AJI Eko Maryadi, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diadakan Komisi IX DPR RI, Senayab, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2013).
Padahal, kata dia, para jurnalis Indonesia dituntut kinerjanya seperti dewan legislatif, di mana fungsi pers salah satunya adalah sebagai pilar keempat bagi suatu bangsa.
"Kami dituntut sebagai pilar keempat, tetapi tidak digaji secara memadai. Belum lagi tuntutan kerja siang sampai malam dan ancaman yang kerap mendatangi kami," tuturnya.
Hal ini melanda khususnya para kontributor di luar ibu kota yang hanya menerima honor berdasarkan berita yang ditayangkan oleh media di mana mereka bernaung. "Jadi, dibayar kalau tayang beritanya," ujarnya.
Menurut dia, upah yang diterima para jurnalis setidaknya sesuai upah minimum provinsi (UMP). Meskipun sebelumnya, AJI dan pihak Komisi IX telah menyepakati upah sebesar Rp4 juta.
"Kami memang telah sepakat. Tapi ini tetap tergantung medianya. Tidak semua media sanggup membayar karyawannya sebesar itu. Yah, minimal sesuai UMP," tambahnya.
Selain upah yang laik, pihak AJI juga menginginkan agar para jurnalis menerima berbagai tunjangan yang seharusnya diterima oleh para praktisi. Sebagai contoh adalah tunjangan kesehatan yang meliputi tunjangan rawat jalan, rawat inap, persalinan, hari tua, dan sebagainya.
(maf)