Pemotongan kuota haji, picu jual beli kursi
A
A
A
Sindonews.com - Akibat pemotongan kuota haji 20 persen, disinyalir akan ada oknum yang memanfaatkan momentum jual beli kursi haji. Hal ini harus diantisipasi pemerintah, untuk mengetatkan pengawasan proses pemotongan kuota haji.
Anggota Komisi VIII DPR, Ali Maschan Moesa mengatakan, dugaan jual beli kursi haji memang ada, hal tersebut sudah masuk ke dalam penyimpangan tindak pidana.
Menurutnya, pengawasan ini menjadi tugas aparat keamanan dan pemerintah. “Jika sudah terjadi di lapangan, maka menjadi tugas aparat penegak hukum, karena ini sudah masuk tingkat pidana,” ujar dia saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (5/7/2013).
Lanjut dia, dalam rapat terakhir dengan Kementerian Agama (Kemenag), pemerintah belum memutuskan kepastian pemotongan kuota haji berdasarkan nomor urut atau dalam segi usia. Namun, jika dilihat dari proses keadilan, pemotongan kuota haji lebih mudah dilakukan berdasarkan nomor urut.
Menurutnya, hal tersebut lebih adil diberlakukan karena berpacu pada mereka yang sudah melunasi secara awal dan mengantre sejak lama. “Kemarinkan dirubah lagi peraturan pemotongan kuota haji, maka hal ini harus dipertimbangkan dengan seksama oleh pemerintah,” tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga harus memperhatikan pelayanan jamah haji mulai dari pemondokan, transportasi di Arab Saudi, katering, tenaga kesehatan dan tenaga pedamping.
"Dengan double accounting yang digunakna pemerintah berdasarkan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan uang jemaah, maka harus dimaksimalkan semuanya," pungkasnya.
Anggota Komisi VIII DPR, Ali Maschan Moesa mengatakan, dugaan jual beli kursi haji memang ada, hal tersebut sudah masuk ke dalam penyimpangan tindak pidana.
Menurutnya, pengawasan ini menjadi tugas aparat keamanan dan pemerintah. “Jika sudah terjadi di lapangan, maka menjadi tugas aparat penegak hukum, karena ini sudah masuk tingkat pidana,” ujar dia saat dihubungi KORAN SINDO, Jumat (5/7/2013).
Lanjut dia, dalam rapat terakhir dengan Kementerian Agama (Kemenag), pemerintah belum memutuskan kepastian pemotongan kuota haji berdasarkan nomor urut atau dalam segi usia. Namun, jika dilihat dari proses keadilan, pemotongan kuota haji lebih mudah dilakukan berdasarkan nomor urut.
Menurutnya, hal tersebut lebih adil diberlakukan karena berpacu pada mereka yang sudah melunasi secara awal dan mengantre sejak lama. “Kemarinkan dirubah lagi peraturan pemotongan kuota haji, maka hal ini harus dipertimbangkan dengan seksama oleh pemerintah,” tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga harus memperhatikan pelayanan jamah haji mulai dari pemondokan, transportasi di Arab Saudi, katering, tenaga kesehatan dan tenaga pedamping.
"Dengan double accounting yang digunakna pemerintah berdasarkan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan uang jemaah, maka harus dimaksimalkan semuanya," pungkasnya.
(maf)