Kejati DKI tak kooperatif di kasus Antasari
A
A
A
Sindonews.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dinilai telah menyulitkan diri dalam kasus pembunuhan yang melibatkan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Boyamin Saiman, kuasa hukum Antasari Azhar, mengatakan Kejati DKI telah mempersulit penyerahan barang bukti berupa telepon genggam Nokia tipe E90 milik Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zurkarnaen, beserta simcard untuk diserahkan ke penyidik Polri.
"Sebenarnya kami bersama Jaksa penuntut umum akan menyerahkan (barang bukti) ke penyidik Polri. Namun, hingga kini masih harus menemui Asisten Pidana Umum (Aspidum), kemudian disuruh ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel. Dilempar-lempar terus. Tetapi, Kajati telah menandatangani disposisi akan bekerja sama," kata Boyamin di Kejati DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2013).
Seperti diketahui, Majelis Hakim menggunakan bukti SMS untuk menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara terhadap Antasari Azhar, dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putera Rajawali Banjaran (PRB).
SMS itu tertulis, "Maaf mas masalah ini yang tahu kita berdua, kalau sampai ter-blow up tahu konsekuensinya". SMS tersebut dikirim ke Nasrudin pada awal Februari 2009 lalu.
Namun, Antasari sendiri membantah mengirim sms tersebut. Bahkan dari hasil analisis ahli Informasi dan Teknologi (IT) Institut Teknologi Bandung (ITB) di persidangan terungkap, SMS tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari.
Antasari juga mengajukan uji materi Pasal 268 Ayat 3 Nomor 8 Tahun 1981 ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait seorang narapidana diizinkan melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya sebanyak satu kali.
Menurut Boyamin, peraturan itu tidak adil dan bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, pasal 28 C ayat 1 dan 2, pasal 28 D, serta pasal 28 H ayat 2.
Boyamin Saiman, kuasa hukum Antasari Azhar, mengatakan Kejati DKI telah mempersulit penyerahan barang bukti berupa telepon genggam Nokia tipe E90 milik Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zurkarnaen, beserta simcard untuk diserahkan ke penyidik Polri.
"Sebenarnya kami bersama Jaksa penuntut umum akan menyerahkan (barang bukti) ke penyidik Polri. Namun, hingga kini masih harus menemui Asisten Pidana Umum (Aspidum), kemudian disuruh ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel. Dilempar-lempar terus. Tetapi, Kajati telah menandatangani disposisi akan bekerja sama," kata Boyamin di Kejati DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2013).
Seperti diketahui, Majelis Hakim menggunakan bukti SMS untuk menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara terhadap Antasari Azhar, dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putera Rajawali Banjaran (PRB).
SMS itu tertulis, "Maaf mas masalah ini yang tahu kita berdua, kalau sampai ter-blow up tahu konsekuensinya". SMS tersebut dikirim ke Nasrudin pada awal Februari 2009 lalu.
Namun, Antasari sendiri membantah mengirim sms tersebut. Bahkan dari hasil analisis ahli Informasi dan Teknologi (IT) Institut Teknologi Bandung (ITB) di persidangan terungkap, SMS tersebut bukan berasal dari HP milik Antasari.
Antasari juga mengajukan uji materi Pasal 268 Ayat 3 Nomor 8 Tahun 1981 ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait seorang narapidana diizinkan melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya sebanyak satu kali.
Menurut Boyamin, peraturan itu tidak adil dan bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, pasal 28 C ayat 1 dan 2, pasal 28 D, serta pasal 28 H ayat 2.
(stb)