SBY bisa dimakzulkan jika kenaikan BBM sengsarakan rakyat
A
A
A
Sindonews.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Profesor Asep Warlan Yusuf mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat dimakzulkan atau diimpeachtment jika ternyata terbukti kebijakannya menaikkan harga BBM bersubsidi menyengsarakan rakyat.
SBY dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR dengan landasan terjadi pelanggaran Pasal 33 UUD 45.
“Dimana tertulis bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Asep kepada Sindonews, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Pasal 33 UUD 45, lanjut Asep, secara ekplisit mengatur mengenai hak dan kewajiban negara dan pemahamannya haruslah satu paket. Negara menurutnya tidak boleh hanya mengambil haknya yaitu menguasai bumi air dan segala yang terkandung di dalamnya tanpa menjalankan kewajibannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kata kuncinya adalah dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jadi negara sudah diberi hak menguasai sekaligus diberikan kewajiban mensejehtarakan rakyat."
"Nah kalau terbukti kebijakan itu menyengsarakan rakyat, maka artinya kewajibannya tidak dilaksanakan. Ini pelanggaran konstitusi yang bisa berujung pada pemakzulan.Ini jelas kok tertulis tidak conditional,” sambungnya.
Pemerintah sebagai bagian dari negara, menurutnya, juga melanggar pembukaan UUD 45 dimana kesejahteraan umum yang sebenarnya bukanlah tujuan bernegara tapi adalah tugas negara.
”Bukan hanya melanggar pasal tapi juga melanggar isi pembukaan UUD 45. Kalau hanya menguasai tapi melaksanakan kewajiban, ini namanya bukan negara tapi penjajah, karena hanya penjajah yang hanya mau menguasai tanpa memberikan hak masyarakat,” imbuhnya.
SBY dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR dengan landasan terjadi pelanggaran Pasal 33 UUD 45.
“Dimana tertulis bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Asep kepada Sindonews, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Pasal 33 UUD 45, lanjut Asep, secara ekplisit mengatur mengenai hak dan kewajiban negara dan pemahamannya haruslah satu paket. Negara menurutnya tidak boleh hanya mengambil haknya yaitu menguasai bumi air dan segala yang terkandung di dalamnya tanpa menjalankan kewajibannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kata kuncinya adalah dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jadi negara sudah diberi hak menguasai sekaligus diberikan kewajiban mensejehtarakan rakyat."
"Nah kalau terbukti kebijakan itu menyengsarakan rakyat, maka artinya kewajibannya tidak dilaksanakan. Ini pelanggaran konstitusi yang bisa berujung pada pemakzulan.Ini jelas kok tertulis tidak conditional,” sambungnya.
Pemerintah sebagai bagian dari negara, menurutnya, juga melanggar pembukaan UUD 45 dimana kesejahteraan umum yang sebenarnya bukanlah tujuan bernegara tapi adalah tugas negara.
”Bukan hanya melanggar pasal tapi juga melanggar isi pembukaan UUD 45. Kalau hanya menguasai tapi melaksanakan kewajiban, ini namanya bukan negara tapi penjajah, karena hanya penjajah yang hanya mau menguasai tanpa memberikan hak masyarakat,” imbuhnya.
(kri)