Antasari: Jawaban Polri dangkal & inkonsistensi
A
A
A
Sindonews.com - Pihak Kepolisian dianggap tidak pernah sama sekali mengerjakan laporan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar mengenai penanganan pesan singkat (SMS) terhadap bos Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.
Bahkan, Antasari pun menganggap bahwa jawaban yang diberikan pihak Polri dalam tanggapannya sangat tidak memuaskan dan semakin menunjukan kelemahan dari institusi yang dipimpin Jenderal Timur Pradopo ini.
“Itu jawaban yang dangkal dan tidak mendasar serta inkonsistensi. Jawaban itu menujukan kelemahan mereka sendiri,“ kata Antasari seusai mengikuti persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2013).
Kelemahan tersebut, jelas Antasari, menujukan Polri memang sama sekali belum memproses laporannya. Hal itu terlihat dari bantahan bahwa pihaknya tidak menerbitkan SP3 karena belum dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terlebih dahulu.
“Artinya ya mereka jelas belum melakukan tindak lanjut apa-apa,“ tegasnya.
Antasari juga menyayangkan alasan Polri yang mengaku kesulitan untuk mendapatkan barang bukti atas laporannya. Terlebih barang bukti tersebut juga berada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Seharusnya tidak boleh seperti itu. Laporan masyarakat harus ditindaklanjuti dan tidak alasan sulit karena handphonepnya ada di Kejaksaan. Itu kan perlu integrated. Koordinasi dong dengan Kejaksaan. Masa dulu waktu kasus saya mereka bisa koordinasi. Dimana saya minta keadilan kok sulit koordinasi,“ tegasnya.
“Yang penting termohon melakukan integrated justice system, sehingga tidak ada kalimat kesulitan mencari barang bukti. Jawaban itu menujukan kelemahan mereka sendiri,“ tandasnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Polri pun beralasan bahwa barang bukti tersebut seharusnya diserahkan oleh kubu Antasari sewaktu melaporkan perkara ini ke Kepolisian.
"Barang bukti waktu itu ada di JPU. Seharusnya yang menghadirkan bukti itu adalah pelapor dalam hal ini kuasa hukum. Sampai saat ini kita tunggu tapi tidak pernah muncul jadi bukan kita yang menghambat." kata salah satu tim kuasa hukum Mabes Polri.
Sebelumnya, dalam tanggapan atas laporan Antasari, pihak polri yang diwakili oleh Divisi Hukum Mabes Polri beralasan bahwa penanganan perkara Laporan Polisi no. Pol.:LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus 2011 tentang tindak pidana sebagaiamana dimaksud pasal 35 jo pasal 51 ayat 1 UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terkendala dengan belum adanya barang bukti.
“Kami belum menerima handphone merek nokia type E90 warna hitam milik Nasrudin dengan nomor simcard 0811978245 yang digunakan untuk menerima sms dari handphone Antasari Azhar yang saat ini dalam penguasaan JPU kejaksaan tinggi DKI Jakarta,“ kata salah satu tim kuasa hukum Polri, AKBP W Marbun dalam pembacaan pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 5/6/2013).
Marbun beralasan, alat bukti yang diserahkan Masayu Donny Kertopati selaku kuasa hukum Antasari yang melaporkan hal tersebut, hanya menyerahkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan no 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Februari 2010 dan bukan merupakan barang bukti melainkan hanya sebagai petunjuk.
“Sedangkan barang bukti tersebut sangat diperlukan/harus ada guna dimintakan digital forensik sebagai syarat untuk dapat dilakukan penyidikan lebih lanjut,“ ungkapnya.
Bahkan, Antasari pun menganggap bahwa jawaban yang diberikan pihak Polri dalam tanggapannya sangat tidak memuaskan dan semakin menunjukan kelemahan dari institusi yang dipimpin Jenderal Timur Pradopo ini.
“Itu jawaban yang dangkal dan tidak mendasar serta inkonsistensi. Jawaban itu menujukan kelemahan mereka sendiri,“ kata Antasari seusai mengikuti persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2013).
Kelemahan tersebut, jelas Antasari, menujukan Polri memang sama sekali belum memproses laporannya. Hal itu terlihat dari bantahan bahwa pihaknya tidak menerbitkan SP3 karena belum dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terlebih dahulu.
“Artinya ya mereka jelas belum melakukan tindak lanjut apa-apa,“ tegasnya.
Antasari juga menyayangkan alasan Polri yang mengaku kesulitan untuk mendapatkan barang bukti atas laporannya. Terlebih barang bukti tersebut juga berada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Seharusnya tidak boleh seperti itu. Laporan masyarakat harus ditindaklanjuti dan tidak alasan sulit karena handphonepnya ada di Kejaksaan. Itu kan perlu integrated. Koordinasi dong dengan Kejaksaan. Masa dulu waktu kasus saya mereka bisa koordinasi. Dimana saya minta keadilan kok sulit koordinasi,“ tegasnya.
“Yang penting termohon melakukan integrated justice system, sehingga tidak ada kalimat kesulitan mencari barang bukti. Jawaban itu menujukan kelemahan mereka sendiri,“ tandasnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Polri pun beralasan bahwa barang bukti tersebut seharusnya diserahkan oleh kubu Antasari sewaktu melaporkan perkara ini ke Kepolisian.
"Barang bukti waktu itu ada di JPU. Seharusnya yang menghadirkan bukti itu adalah pelapor dalam hal ini kuasa hukum. Sampai saat ini kita tunggu tapi tidak pernah muncul jadi bukan kita yang menghambat." kata salah satu tim kuasa hukum Mabes Polri.
Sebelumnya, dalam tanggapan atas laporan Antasari, pihak polri yang diwakili oleh Divisi Hukum Mabes Polri beralasan bahwa penanganan perkara Laporan Polisi no. Pol.:LP/555/VIII/2011/Bareskrim tanggal 25 Agustus 2011 tentang tindak pidana sebagaiamana dimaksud pasal 35 jo pasal 51 ayat 1 UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terkendala dengan belum adanya barang bukti.
“Kami belum menerima handphone merek nokia type E90 warna hitam milik Nasrudin dengan nomor simcard 0811978245 yang digunakan untuk menerima sms dari handphone Antasari Azhar yang saat ini dalam penguasaan JPU kejaksaan tinggi DKI Jakarta,“ kata salah satu tim kuasa hukum Polri, AKBP W Marbun dalam pembacaan pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 5/6/2013).
Marbun beralasan, alat bukti yang diserahkan Masayu Donny Kertopati selaku kuasa hukum Antasari yang melaporkan hal tersebut, hanya menyerahkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan no 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Februari 2010 dan bukan merupakan barang bukti melainkan hanya sebagai petunjuk.
“Sedangkan barang bukti tersebut sangat diperlukan/harus ada guna dimintakan digital forensik sebagai syarat untuk dapat dilakukan penyidikan lebih lanjut,“ ungkapnya.
(kri)