Siswi Yogyakarta raih emas INEPO berkat kulit pisang
A
A
A
Sindonews.com - Siswi SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta kembali menorehkan prestasi di tingkat internasional. Kali ini, prestasi tersebut diraih melalui penelitian di bidang lingkungan hidup oleh Aya Shika Vinaytha Br Bangun dan Ahmi Yofaniar Pratiwi.
Penelitian mereka mengenai Absorben (alat penyerap) logam dari limbah kulit pisang berhasil merebut medali emas dalam INEPO (International Environmental Project Olympiad) di Turki 17–20 Mei 2013 lalu. Prestasi yang membanggakan tersebut diraih setelah mereka bersaing dengan 113 peserta finalis yang berasal dari 32 negara.
Dalam kompetisi tersebut, Aya dan Ahmi mempresentasikan penelitian mereka yang berjudul Potensi Limbah Kulit Pisang Sebagai Absorben Alami Multi-Logam Pencemar Perairan. Prestasi tersebut bisa diraih karena hasil penelitian mereka bisa dikatakan memberi manfaat bagi banyak orang di masa depan.
"Penilaian terhadap karya penelitian dilakukan berdasarkan sisi orisininalitas ide, ilmu pengetahuan dasar, penyelesaian, argumentasi dan kemampuan bahasa Inggris,” ujar Aya kepada wartawan di Yogyakarta, Minggu (2/6/2013).
Ide membuat absorben penyerap logam berat dari limbah kulit pisang ini didapat berdasarkan jurnal internasional yang sering mereka baca. Dalam jurnal tersebut dikatakan, masih ada satu lagi manfaat baru kulit pisang yang belum lama ini dipublikasikan di jurnal American Chemical Society yakni mampu memisahkan logam berat dari air.
Aya menerangkan, pemurnian terjadi karena kulit pisang mengadung situs aktif. Situs aktif dalam kulit pisang bermuatan negatif sedangkan logam bermuatan postif.
”Karena yang satu negatif dan satunya positif tentu kedua kandungan tersebut bisa saling berikatan. Apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki komoditas pisang cukup besar. Dan biasanya bahkan selama ini kulit pisang yang sudah dikupas hanya dibuang begitu saja dan hanya menjadi sampah,” jelasnya.
Absorben sendiri adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik ataupun dengan reaksi kimia.
Cara membuat absorben tersebut sebenarnya cukup mudah. Aya menjelaskan, langkah awal yang dilakukan yakni kulit pisang dipotong-potong lalu dicuci dengan aquades. Setelah dicuci, kulit pisang dikeringkan.
Aya menjelaskan, pengeringan menggunakan sinar matahari memerlukan waktu sekitar empat hari. Setelah kulit pisang kering, langkah selanjutnya dilakukan penggilingan mengunakan blender. Bubuk hasil blender tersebut kemudian disaring.
Dari dua kilogram kulit pisang kering akan menyusut menjadi 600 gram setelah dikeringkan. Sedangkan yang dibutuhkan, kata Aya, 0,2 gram per 40 mililiter air. ”Saat ini absorben yang kami hasilkan baru berupa bubuk,” terang perempuan berkacamata ini.
Setelah diujicobakan di laboratorium analitik di UGM, terang Aya, 85% air yang dimasukan serbuk limbah pisang ini kandungan logamnya menjadi turun. Selama dua bulan melakukan penelitian, mereka banyak dibantu dosen pembimbing yang berasal dari UGM.
Ahmi menambahkan, sebenarnya absorben sudah banyak beredar di pasaran. Hanya, absorben yang ada dalam bentuk sintetis dan dibuat pabrik. Selain itu, kata perempuan berkerudung ini, harganya masih mahal.
”Kami berharap hasil karya kami bisa membantu ibu-ibu di rumah supaya air yang dimasak terbebas dari logam berat,” jelasnya.
Sebelum persiapan mengikuti ajang penelitian di Turki, mereka mengaku telah melakukan uji coba lagi. Mereka membuat bubuk kulit pisang yang telah dihasilkan bisa dibuat dalam bentuk pepat.
"Ini dimaksudkan agar saat produk kami bisa dipasarkan tidak dan merepotkan masyarakat yang berniat memanfaatkannya," imbuhnya.
Penelitian mereka mengenai Absorben (alat penyerap) logam dari limbah kulit pisang berhasil merebut medali emas dalam INEPO (International Environmental Project Olympiad) di Turki 17–20 Mei 2013 lalu. Prestasi yang membanggakan tersebut diraih setelah mereka bersaing dengan 113 peserta finalis yang berasal dari 32 negara.
Dalam kompetisi tersebut, Aya dan Ahmi mempresentasikan penelitian mereka yang berjudul Potensi Limbah Kulit Pisang Sebagai Absorben Alami Multi-Logam Pencemar Perairan. Prestasi tersebut bisa diraih karena hasil penelitian mereka bisa dikatakan memberi manfaat bagi banyak orang di masa depan.
"Penilaian terhadap karya penelitian dilakukan berdasarkan sisi orisininalitas ide, ilmu pengetahuan dasar, penyelesaian, argumentasi dan kemampuan bahasa Inggris,” ujar Aya kepada wartawan di Yogyakarta, Minggu (2/6/2013).
Ide membuat absorben penyerap logam berat dari limbah kulit pisang ini didapat berdasarkan jurnal internasional yang sering mereka baca. Dalam jurnal tersebut dikatakan, masih ada satu lagi manfaat baru kulit pisang yang belum lama ini dipublikasikan di jurnal American Chemical Society yakni mampu memisahkan logam berat dari air.
Aya menerangkan, pemurnian terjadi karena kulit pisang mengadung situs aktif. Situs aktif dalam kulit pisang bermuatan negatif sedangkan logam bermuatan postif.
”Karena yang satu negatif dan satunya positif tentu kedua kandungan tersebut bisa saling berikatan. Apalagi Indonesia merupakan negara yang memiliki komoditas pisang cukup besar. Dan biasanya bahkan selama ini kulit pisang yang sudah dikupas hanya dibuang begitu saja dan hanya menjadi sampah,” jelasnya.
Absorben sendiri adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik ataupun dengan reaksi kimia.
Cara membuat absorben tersebut sebenarnya cukup mudah. Aya menjelaskan, langkah awal yang dilakukan yakni kulit pisang dipotong-potong lalu dicuci dengan aquades. Setelah dicuci, kulit pisang dikeringkan.
Aya menjelaskan, pengeringan menggunakan sinar matahari memerlukan waktu sekitar empat hari. Setelah kulit pisang kering, langkah selanjutnya dilakukan penggilingan mengunakan blender. Bubuk hasil blender tersebut kemudian disaring.
Dari dua kilogram kulit pisang kering akan menyusut menjadi 600 gram setelah dikeringkan. Sedangkan yang dibutuhkan, kata Aya, 0,2 gram per 40 mililiter air. ”Saat ini absorben yang kami hasilkan baru berupa bubuk,” terang perempuan berkacamata ini.
Setelah diujicobakan di laboratorium analitik di UGM, terang Aya, 85% air yang dimasukan serbuk limbah pisang ini kandungan logamnya menjadi turun. Selama dua bulan melakukan penelitian, mereka banyak dibantu dosen pembimbing yang berasal dari UGM.
Ahmi menambahkan, sebenarnya absorben sudah banyak beredar di pasaran. Hanya, absorben yang ada dalam bentuk sintetis dan dibuat pabrik. Selain itu, kata perempuan berkerudung ini, harganya masih mahal.
”Kami berharap hasil karya kami bisa membantu ibu-ibu di rumah supaya air yang dimasak terbebas dari logam berat,” jelasnya.
Sebelum persiapan mengikuti ajang penelitian di Turki, mereka mengaku telah melakukan uji coba lagi. Mereka membuat bubuk kulit pisang yang telah dihasilkan bisa dibuat dalam bentuk pepat.
"Ini dimaksudkan agar saat produk kami bisa dipasarkan tidak dan merepotkan masyarakat yang berniat memanfaatkannya," imbuhnya.
(kri)