Ada beban psikologis yang ditanggung siswa
A
A
A
Sindonews.com - Persatuan guru-guru menilai, ancaman ketidaklulusan siswa karena amburadulnya Ujian Nasional (UN) tahun ini akan sangat besar.
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) M Abduhzen menambahkan, akan banyak siswa yang tidak lulus karena penundaan ini.
Menurutnya, ada beban psikologis yang ditanggung anak. Secara logika, siswa pun ingin UN sesuai jadwal karena mereka sudah belajar sekian lama, sehingga tidak mau terlalu lama stres dengan ujian.
Diketahui, tahun kemarin kelulusan UN siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai 99,50 persen. “Bagi siswa lebih cepat lebih baik karena ini adalah ujian penentu tiga tahun mereka bersekolah,” katanya berdasarkan siaran pers yang diterima KORAN SINDO, Rabu (17/4/2013).
Menurut perkiraannya, siswa yang terancam tidak lulus kemungkinan berasal dari 11 provinsi yang terlambat datangnya soal-soal UN. Apalagi diketahui 11 provinsi ini seperti di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak sekolah yang terisolir.
Dia mencontohkan, seperti peserta UN di Krayan (Kalimantan Timur) yang harus menempuh perjalanan jauh ke sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah pelaksana UN di Malinau.
“Siswa itu dari Krayan harus terbang dulu ke Tarakan. Pesawatnya hanya terbang sekali seminggu. Lalu dari Tarakan ke Malinau dilanjutkan dengan speedboat selama empat jam. Di Malinau mereka harus sewa kos. Lalu jika UN ditunda, mereka harus menambah biaya kos. Apa mau Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) menanggung biaya tambahan ini,” pungkasnya.
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) M Abduhzen menambahkan, akan banyak siswa yang tidak lulus karena penundaan ini.
Menurutnya, ada beban psikologis yang ditanggung anak. Secara logika, siswa pun ingin UN sesuai jadwal karena mereka sudah belajar sekian lama, sehingga tidak mau terlalu lama stres dengan ujian.
Diketahui, tahun kemarin kelulusan UN siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai 99,50 persen. “Bagi siswa lebih cepat lebih baik karena ini adalah ujian penentu tiga tahun mereka bersekolah,” katanya berdasarkan siaran pers yang diterima KORAN SINDO, Rabu (17/4/2013).
Menurut perkiraannya, siswa yang terancam tidak lulus kemungkinan berasal dari 11 provinsi yang terlambat datangnya soal-soal UN. Apalagi diketahui 11 provinsi ini seperti di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak sekolah yang terisolir.
Dia mencontohkan, seperti peserta UN di Krayan (Kalimantan Timur) yang harus menempuh perjalanan jauh ke sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah pelaksana UN di Malinau.
“Siswa itu dari Krayan harus terbang dulu ke Tarakan. Pesawatnya hanya terbang sekali seminggu. Lalu dari Tarakan ke Malinau dilanjutkan dengan speedboat selama empat jam. Di Malinau mereka harus sewa kos. Lalu jika UN ditunda, mereka harus menambah biaya kos. Apa mau Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) menanggung biaya tambahan ini,” pungkasnya.
(maf)