Bahaya jika pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi
A
A
A
Sindonews.com - Jika pasal penghinaan presiden kembali dihidupkan, maka moralitas hukum di Indonesia sudah tidak ada. Hal itu dikatakan Neta S Pane, saat bertemu dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar di Kantor MK.
"Kita melihat ya sebagai masyarakat awam, pasal yang sudah dikubur oleh MK, tidak boleh diajukan lagi oleh pemerintah ke dalam UU (Undang-undang) baru dengan pasal baru. Karena, kalau diajukan lagi, moralitasnya tidak ada. Moralitas hukumnya tidak ada," ujar Neta yang merupakan salah satu perwakilan dari Forum Rakyat Anti-Pasal Represif, di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).
Oleh karena itu menurutnya, pasal penghinaan presiden dalam draf perubahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) harus dihapus. Selain itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini menilai, jika pasal penghinaan Presiden itu kembali dihidupkan, suatu pelanggaran terhadap konstitusi.
"Sebab itu, kita meminta DPR segera membuang pasal selundupan itu, tapi untuk itu kita juga meminta fatwa dari Ketua MK. Bagaimana moralitas pemerintah dalam hal ini, terus apa sikap MK terhadap pasal yang diselundupkan ini. Apakah MK masih komit pasal yang dikubur itu," katanya.
Lebih lanjut dia menilai bahwa pasal penghinaan presiden ini tidak jelas. "Di situ ngambang sekali. Jadi, kalau ini dibiarkan, nanti yang mengkritisi kinerja presiden, bisa dianggap menghina presiden. Ini berbahaya saya kira, makanya sejak awal kita harus tidak boleh membiarkan ini," pungkasnya.
"Kita melihat ya sebagai masyarakat awam, pasal yang sudah dikubur oleh MK, tidak boleh diajukan lagi oleh pemerintah ke dalam UU (Undang-undang) baru dengan pasal baru. Karena, kalau diajukan lagi, moralitasnya tidak ada. Moralitas hukumnya tidak ada," ujar Neta yang merupakan salah satu perwakilan dari Forum Rakyat Anti-Pasal Represif, di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2013).
Oleh karena itu menurutnya, pasal penghinaan presiden dalam draf perubahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) harus dihapus. Selain itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini menilai, jika pasal penghinaan Presiden itu kembali dihidupkan, suatu pelanggaran terhadap konstitusi.
"Sebab itu, kita meminta DPR segera membuang pasal selundupan itu, tapi untuk itu kita juga meminta fatwa dari Ketua MK. Bagaimana moralitas pemerintah dalam hal ini, terus apa sikap MK terhadap pasal yang diselundupkan ini. Apakah MK masih komit pasal yang dikubur itu," katanya.
Lebih lanjut dia menilai bahwa pasal penghinaan presiden ini tidak jelas. "Di situ ngambang sekali. Jadi, kalau ini dibiarkan, nanti yang mengkritisi kinerja presiden, bisa dianggap menghina presiden. Ini berbahaya saya kira, makanya sejak awal kita harus tidak boleh membiarkan ini," pungkasnya.
(maf)