Menkum HAM setuju pasal penghinaan presiden masuk RUU KUHP
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Amir Syamsuddin sepakat dengan pasal penghinaan terhadap presiden perubahan atas Undang-Undang (UU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Karena untuk mengantisipasi adanya penghinaan terhadap kepala negara.
"Tidak ada salahnya untuk diatur posisinya yang khusus tadi kemudian dilindungi UU (undang-undang) dengan cara yang khusus. Substansi daripada unsur penghinaan itu sama saja," ujar Amir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Amir meyakini, pasal penghinaan terhadap presiden yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi berbeda dengan pasal yang akan di masukkan ke KUHP nantinya. "Pasti bukan pasal ini. Itu pasal penghinaan di UU yang berbeda. Ini kan baru di RUU, kita tunggu saja," ujarnya.
Sementara, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mengatakan, presiden sebagai kepala negara harus dihormati, selama presiden bisa memposisikan dirinya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat.
Namun, jika Presiden tampil dengan wajah beringas represif dan otoriter, kata dia, masyarakat patut mengontrol dan mengingatkannya. Dia menilai pasal penghinaan terhadap presiden dinilai tidak sejalan dengan demokrasi.
"Masuknya pasal penghinaan presiden selain sebagai kemunduran demokrasi, juga memberi sinyalemen bahwa pemerintah atau penguasa belum siap mendapat kritik," pungkasnya.
"Tidak ada salahnya untuk diatur posisinya yang khusus tadi kemudian dilindungi UU (undang-undang) dengan cara yang khusus. Substansi daripada unsur penghinaan itu sama saja," ujar Amir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Amir meyakini, pasal penghinaan terhadap presiden yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi berbeda dengan pasal yang akan di masukkan ke KUHP nantinya. "Pasti bukan pasal ini. Itu pasal penghinaan di UU yang berbeda. Ini kan baru di RUU, kita tunggu saja," ujarnya.
Sementara, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mengatakan, presiden sebagai kepala negara harus dihormati, selama presiden bisa memposisikan dirinya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat.
Namun, jika Presiden tampil dengan wajah beringas represif dan otoriter, kata dia, masyarakat patut mengontrol dan mengingatkannya. Dia menilai pasal penghinaan terhadap presiden dinilai tidak sejalan dengan demokrasi.
"Masuknya pasal penghinaan presiden selain sebagai kemunduran demokrasi, juga memberi sinyalemen bahwa pemerintah atau penguasa belum siap mendapat kritik," pungkasnya.
(mhd)