PPP tak setuju presiden rangkap jabatan
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pemimpin negara sudah selaiknya tidak memiliki rangkap jabatan.
Manurutnya, jika sudah pada posisi presiden, tidak diwajibkan untuk menjabat posisi lainnya. Karena tugas seorang presiden haruslah fokus kepada persoalan kenegaraan.
"Idealnya seorang presiden tidak lagi direpotkan oleh persoalan di luar kenegaraan," ujar Lukman Hakim setelah acara kunjungan Bawaslu di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2013).
Menurutnya, walaupun seorang presiden sudah memiliki menteri yang membantu tugas kenegaraannya, tidak sepantasnya menjabat rangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Seperti yang kita ketahui, beberapa hari lalu Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat, di Bali. Dalam posisi itu, SBY meyakini bahwa dia bisa memimpin negara sekaligus memimpin partai.
Sebelumnya, mantan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution, ikut mengkritisi terpilihnya SBY menjadi Ketum Demokrat tersebut.
Menurut pria yang juga sebagai Direktur Constitution Centre Adnan Buyung Nasution (Concern ABN) ini, semestinya SBY bisa mencontoh Presiden Filipina periode 1935 sampai 1944, Manuel L Quezon.
"Saya ingin memberikan contoh Presiden Filipina periode tahun 1935 sampai 1986 pernah mengatakan, my loyality to my party ends, when my loyality to my country begins. Loyalitas kita terhadap partai berhenti, ketika saya mulai memberikan loyalitas saya kepada negara," kata Adnan Buyung Nasution menirukan ucapan Presiden Filipina periode tahun 1935 sampai 1944 Manuel L Quezon itu, saat jumpa pers di Kantor Concern ABN, Jalan Sampit I Nomor 56, Jakarta Selatan.
Manurutnya, jika sudah pada posisi presiden, tidak diwajibkan untuk menjabat posisi lainnya. Karena tugas seorang presiden haruslah fokus kepada persoalan kenegaraan.
"Idealnya seorang presiden tidak lagi direpotkan oleh persoalan di luar kenegaraan," ujar Lukman Hakim setelah acara kunjungan Bawaslu di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2013).
Menurutnya, walaupun seorang presiden sudah memiliki menteri yang membantu tugas kenegaraannya, tidak sepantasnya menjabat rangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Seperti yang kita ketahui, beberapa hari lalu Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat, di Bali. Dalam posisi itu, SBY meyakini bahwa dia bisa memimpin negara sekaligus memimpin partai.
Sebelumnya, mantan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution, ikut mengkritisi terpilihnya SBY menjadi Ketum Demokrat tersebut.
Menurut pria yang juga sebagai Direktur Constitution Centre Adnan Buyung Nasution (Concern ABN) ini, semestinya SBY bisa mencontoh Presiden Filipina periode 1935 sampai 1944, Manuel L Quezon.
"Saya ingin memberikan contoh Presiden Filipina periode tahun 1935 sampai 1986 pernah mengatakan, my loyality to my party ends, when my loyality to my country begins. Loyalitas kita terhadap partai berhenti, ketika saya mulai memberikan loyalitas saya kepada negara," kata Adnan Buyung Nasution menirukan ucapan Presiden Filipina periode tahun 1935 sampai 1944 Manuel L Quezon itu, saat jumpa pers di Kantor Concern ABN, Jalan Sampit I Nomor 56, Jakarta Selatan.
(maf)