Produksi minyak tidak tercapai
A
A
A
Target produksi minyak tahun ini sulit tercapai. Berdasarkan prediksi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) produksi minyak tahun ini hanya berkisar pada 840 bph.
Padahal, dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2013 produksi minyak dipatok sebanyak 900.000 barel per hari (bph). Penetapan target produksi minyak dalam APBN selalu meleset dari tahun ke tahun.
Menjadi pertanyaan serius mengapa pemerintah selalu menetapkan target yang besar, sementara realitas produksi turun terus menerus? Target produksi minyak yang meleset jelas akan memengaruhi postur APBN.
Kalau melihat target produksi minyak yang selalu dipatok dalam APBN, pemerintah sepertinya memang tidak realistis melihat kondisi industri minyak belakangan ini. Sebagaimana dipublikasikan SKK Migas bahwa sepanjang 20 tahun ini produksi minyak Indonesia terus menurun karena tidak ada sumur minyak baru.
“Tahun ini produksi sekitar 830.000 hingga 840.000 bph, titik. Meski demikian, bukan berarti saya akan tidur. Kita akan tetap bekerja keras,” kata Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini pada acara Indonesia Oil and Gas Industry Outlook 2013 kemarin.
Berdasarkan data SKK Migas bahwa dalam 10 tahun terakhir ini hanya 10 perusahaan migas yang berhasil mendapat lahan positif di Indonesia dan baru dalam tahap rencana pengembangan (plan of development/POD) untuk eksplorasi gas bukan minyak. Padahal tidak kurang dari 174 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau perusahaan migas yang menandatangani kontrak untuk eksplorasi. Jadi, fakta di lapangan memang sulit menggenjot angka produksi minyak saat ini.
Kendala tersebut belum termasuk hambatan yang dialami perusahaan yang sudah beroperasi seperti faktor cuaca buruk yang belakangan ini menekan angka produksi sejumlah sumur minyak lepas pantai. Meningkatkan produksi minyak di tengah tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang terus meroket memang tidak gampang.
Karena itu, kita berharap pemerintah bisa mengeluarkan berbagai kebijakan yang produktif terhadap perusahaan migas dan melakukan koordinasi yang konsisten dengan sejumlah instansi yang terkait lahan yang menjadi sasaran eksplorasi.
Beberapa kasus membuat sejumlah investor migas memilih menarik diri ketimbang harus berurusan dengan persoalan birokrasi yang ruwet. Misalnya, persoalan lahan yang tumpang tindih yang wajib berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan.
Meski demikian, kita tetap harus memberi apresiasi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang masih punya keberanian di atas kertas untuk terus mendongkrak produksi minyak meski tersumbat berbagai persoalan serius.
Tahun depan Menteri ESDM Jero Wacik optimistis produksi minyak bisa mencapai 1 juta bph. Dari mana angka produksi itu berasal? Menurut menteri yang juga salah seorang petinggi Partai Demokrat itu, sejumlah KKKS diminta memaksimalkan produksinya di antaranya ladang minyak Cepu yang akan menghasilkan sekitar 165.000 bph tahun depan.
Seandainya produksi minyak tahun depan tembus sekitar 1 juta bph, bukan berarti negeri ini sudah bisa bernafas lega dalam mengatasi kebutuhan BBM. Saat ini pemerintah mengimpor minyak tak kurang dari 1,5 juta bph.
Jadi, sejarah Indonesia yang sempat tercatat sebagai negeri pengekspor minyak hanya tinggal kenangan. Dulu produksi minyak rata-rata mencapai 1,6 juta bph, sementara tingkat konsumsi dalam negeri hanya berkisar 700.000 bph.
Dengan demikian, kelebihan sekira 900.000 bph menjadi sumber penambah kocek pemerintah karena diekspor. Data terbaru versi Pertamina, total impor minyak sebanyak 98,21 juta barel atau sekitar 300.000 barel per hari selama 2012.
Padahal, dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2013 produksi minyak dipatok sebanyak 900.000 barel per hari (bph). Penetapan target produksi minyak dalam APBN selalu meleset dari tahun ke tahun.
Menjadi pertanyaan serius mengapa pemerintah selalu menetapkan target yang besar, sementara realitas produksi turun terus menerus? Target produksi minyak yang meleset jelas akan memengaruhi postur APBN.
Kalau melihat target produksi minyak yang selalu dipatok dalam APBN, pemerintah sepertinya memang tidak realistis melihat kondisi industri minyak belakangan ini. Sebagaimana dipublikasikan SKK Migas bahwa sepanjang 20 tahun ini produksi minyak Indonesia terus menurun karena tidak ada sumur minyak baru.
“Tahun ini produksi sekitar 830.000 hingga 840.000 bph, titik. Meski demikian, bukan berarti saya akan tidur. Kita akan tetap bekerja keras,” kata Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini pada acara Indonesia Oil and Gas Industry Outlook 2013 kemarin.
Berdasarkan data SKK Migas bahwa dalam 10 tahun terakhir ini hanya 10 perusahaan migas yang berhasil mendapat lahan positif di Indonesia dan baru dalam tahap rencana pengembangan (plan of development/POD) untuk eksplorasi gas bukan minyak. Padahal tidak kurang dari 174 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau perusahaan migas yang menandatangani kontrak untuk eksplorasi. Jadi, fakta di lapangan memang sulit menggenjot angka produksi minyak saat ini.
Kendala tersebut belum termasuk hambatan yang dialami perusahaan yang sudah beroperasi seperti faktor cuaca buruk yang belakangan ini menekan angka produksi sejumlah sumur minyak lepas pantai. Meningkatkan produksi minyak di tengah tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang terus meroket memang tidak gampang.
Karena itu, kita berharap pemerintah bisa mengeluarkan berbagai kebijakan yang produktif terhadap perusahaan migas dan melakukan koordinasi yang konsisten dengan sejumlah instansi yang terkait lahan yang menjadi sasaran eksplorasi.
Beberapa kasus membuat sejumlah investor migas memilih menarik diri ketimbang harus berurusan dengan persoalan birokrasi yang ruwet. Misalnya, persoalan lahan yang tumpang tindih yang wajib berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan.
Meski demikian, kita tetap harus memberi apresiasi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang masih punya keberanian di atas kertas untuk terus mendongkrak produksi minyak meski tersumbat berbagai persoalan serius.
Tahun depan Menteri ESDM Jero Wacik optimistis produksi minyak bisa mencapai 1 juta bph. Dari mana angka produksi itu berasal? Menurut menteri yang juga salah seorang petinggi Partai Demokrat itu, sejumlah KKKS diminta memaksimalkan produksinya di antaranya ladang minyak Cepu yang akan menghasilkan sekitar 165.000 bph tahun depan.
Seandainya produksi minyak tahun depan tembus sekitar 1 juta bph, bukan berarti negeri ini sudah bisa bernafas lega dalam mengatasi kebutuhan BBM. Saat ini pemerintah mengimpor minyak tak kurang dari 1,5 juta bph.
Jadi, sejarah Indonesia yang sempat tercatat sebagai negeri pengekspor minyak hanya tinggal kenangan. Dulu produksi minyak rata-rata mencapai 1,6 juta bph, sementara tingkat konsumsi dalam negeri hanya berkisar 700.000 bph.
Dengan demikian, kelebihan sekira 900.000 bph menjadi sumber penambah kocek pemerintah karena diekspor. Data terbaru versi Pertamina, total impor minyak sebanyak 98,21 juta barel atau sekitar 300.000 barel per hari selama 2012.
(rsa)