Kebijakan pencitraan politik berwujud kenaikan gaji
A
A
A
Sindonews - Janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan gaji kepala daerah juga mendapat kritik keras dari DPR. Lebih jauh upaya itu dicurigai sebagai penanaman politik balas budi jelang Pemilu 2014.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Arif Wibowo menilai, langkah Presiden menaikkan gaji itu sebagai kebijakan pencitraan politik untuk menanamkan pengaruh di tingkat pejabat daerah.
"Masalah kenaikan gaji memang diperlukan, tapi bukanlah hal substantif dan mendesak untuk pembenahan pemerintahan dan pencegahan praktik korupsi," ujarnya ketika dihubungi SINDO, Rabu (20/2/2013) malam.
Ia menilai, semestinya Presiden lebih memberi perhatian pada cara mengelola anggaran dan aturan yang mendasarinya, menutup celah korupsi, serta mengorientasikan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat.
"Politik pemilu yang mahal toh tetap saja menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk mendapatkan kekuasaan dan ini bukan karena didorong oleh gaji,ā€¯ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan menyetujui jika gaji kepala daerah, seperti gubernur, wali kota, atau bupati dinaikkan.
Hal itu dikatakan SBY dalam membuka acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke IX Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Rakernas ke-X Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2013).
"Oleh karena itu, menjadi tidak adil kalau gaji bupati, wali kota, gubernur tidak naik-naik setelah delapan tahun ini," ujar SBY menanggapi permintaan Ketua Apkasi, Isran Noor.
SBY menilai kenaikan gaji bagi para kepala daerah untuk saat ini pantas. Mengingat, gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah dan bawahannya sudah dinaikkan terlebih dahulu.
"Saya kira apa yang sudah disiapkan dengan baik sudah saatnya diimplementasikan untuk keadilan. Yang tidak adil, kalau pemimpin minta naik gaji duluan. Yang gaji bawah-bawah tidak dipikirin. Bukan hanya tidak adil, tapi salah besar. Tetapi semua dipikirin, tidak keliru kalau bupati, wali kota dan gubernur mulai dipikirkan karena sudah memenuhi kewajiban dan tugas moralnya," pungkasnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) Arif Wibowo menilai, langkah Presiden menaikkan gaji itu sebagai kebijakan pencitraan politik untuk menanamkan pengaruh di tingkat pejabat daerah.
"Masalah kenaikan gaji memang diperlukan, tapi bukanlah hal substantif dan mendesak untuk pembenahan pemerintahan dan pencegahan praktik korupsi," ujarnya ketika dihubungi SINDO, Rabu (20/2/2013) malam.
Ia menilai, semestinya Presiden lebih memberi perhatian pada cara mengelola anggaran dan aturan yang mendasarinya, menutup celah korupsi, serta mengorientasikan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat.
"Politik pemilu yang mahal toh tetap saja menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk mendapatkan kekuasaan dan ini bukan karena didorong oleh gaji,ā€¯ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan menyetujui jika gaji kepala daerah, seperti gubernur, wali kota, atau bupati dinaikkan.
Hal itu dikatakan SBY dalam membuka acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke IX Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Rakernas ke-X Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (20/2/2013).
"Oleh karena itu, menjadi tidak adil kalau gaji bupati, wali kota, gubernur tidak naik-naik setelah delapan tahun ini," ujar SBY menanggapi permintaan Ketua Apkasi, Isran Noor.
SBY menilai kenaikan gaji bagi para kepala daerah untuk saat ini pantas. Mengingat, gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah dan bawahannya sudah dinaikkan terlebih dahulu.
"Saya kira apa yang sudah disiapkan dengan baik sudah saatnya diimplementasikan untuk keadilan. Yang tidak adil, kalau pemimpin minta naik gaji duluan. Yang gaji bawah-bawah tidak dipikirin. Bukan hanya tidak adil, tapi salah besar. Tetapi semua dipikirin, tidak keliru kalau bupati, wali kota dan gubernur mulai dipikirkan karena sudah memenuhi kewajiban dan tugas moralnya," pungkasnya.
(kri)