SBY tidak etis dalam mengambil alih Demokrat
A
A
A
Sindonews.com - Persoalan internal Partai Demokrat, terus menjadi buah bibir berbagai kalangan, baik politikus, pengamat, maupun aktivis yang konsen terhadap persoalan politik di Indonesia.
Peneliti dari Maarif Institute, Fajar Rizal Ul Haq menilai, sikap Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang mengambil alih kendali Partai Demokrat dari Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, tidak etis.
"SBY tidak etis mengambil alih kendali Demokrat, dan secara tidak langsung menghakimi bahwa Anas terlibat dalam kasus Hambalang," kata Fajar saat dihubungi Sindonews, Rabu (13/2/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah pengambilalihan Demokrat, kemudian diikuti dengan munculnya draf surat perintah penyidikan (Sprindik) palsu Anas, yang menyebutkan dia tersangka di dalam kasus Hambalang.
Menurutnya, kabar demikian tidak perlu terjadi, jika saja semua pihak menunggu keputusan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Secara fakta hukum KPK belum menyebutkan Anas menjadi tersangka atas kasus tersebut. Meski pengambilalihan Demokrat oleh SBY, merupakan sinyal kuat untuk KPK mengeksekusi kasus anas," pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan mengaku telah melakukan investigasi ke internal, menindaklanjuti kebenaran pemberitaan yang menyebutkan draf sprindik palsu Anas Urbaningrum disebarkan oleh staf media Presiden SBY, Imelda Sari.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Imelda telah membantah membuat dan menyebarkan draf sprindik palsu Anas. Dia menegaskan, pihaknya tidak pernah mencampuri urusan lembaga lain.
"Tentu kami telah mengetahui dan saya sendiri sudah berbicara kepada yang bersangkutan (Imelda) bahwa itu dijelaskan tidak demikian adanya. Kemudian berkembang di sosial media. Itu yang terjadi. Sekali lagi secara formal lembaga kepresidenan tidak pernah mencampuri urusan lembaga lain," ucapnya kepada wartawan di Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa 12 Februari 2013.
Peneliti dari Maarif Institute, Fajar Rizal Ul Haq menilai, sikap Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang mengambil alih kendali Partai Demokrat dari Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, tidak etis.
"SBY tidak etis mengambil alih kendali Demokrat, dan secara tidak langsung menghakimi bahwa Anas terlibat dalam kasus Hambalang," kata Fajar saat dihubungi Sindonews, Rabu (13/2/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah pengambilalihan Demokrat, kemudian diikuti dengan munculnya draf surat perintah penyidikan (Sprindik) palsu Anas, yang menyebutkan dia tersangka di dalam kasus Hambalang.
Menurutnya, kabar demikian tidak perlu terjadi, jika saja semua pihak menunggu keputusan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Secara fakta hukum KPK belum menyebutkan Anas menjadi tersangka atas kasus tersebut. Meski pengambilalihan Demokrat oleh SBY, merupakan sinyal kuat untuk KPK mengeksekusi kasus anas," pungkasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan mengaku telah melakukan investigasi ke internal, menindaklanjuti kebenaran pemberitaan yang menyebutkan draf sprindik palsu Anas Urbaningrum disebarkan oleh staf media Presiden SBY, Imelda Sari.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Imelda telah membantah membuat dan menyebarkan draf sprindik palsu Anas. Dia menegaskan, pihaknya tidak pernah mencampuri urusan lembaga lain.
"Tentu kami telah mengetahui dan saya sendiri sudah berbicara kepada yang bersangkutan (Imelda) bahwa itu dijelaskan tidak demikian adanya. Kemudian berkembang di sosial media. Itu yang terjadi. Sekali lagi secara formal lembaga kepresidenan tidak pernah mencampuri urusan lembaga lain," ucapnya kepada wartawan di Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa 12 Februari 2013.
(maf)