Terlalu banyak pintu birokrasi

Selasa, 29 Januari 2013 - 08:44 WIB
Terlalu banyak pintu birokrasi
Terlalu banyak pintu birokrasi
A A A
Alam Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dijadikan lokasi syuting film berkelas Hollywood. Sayangnya, peluang itu tidak mendapat perhatian besar dari pemerintah.

Sebaliknya, kesempatan itu malah diperumit dengan urusan birokrasi yang menyulitkan kalangan sineas asing. Terlalu banyak pintu yang mesti mereka lewati. Sutradara asal Indonesia Faozan Rizal mengatakan, datangnya para sineas film dunia ke Indonesia yang ingin menggelar syuting film berdampak besar bagi industri perfilman di Tanah Air.

Kalangan sineas dari Indonesia bisa bertukar pengalaman dengan para sutradara dunia. Mereka dapat belajar tentang teknik-teknik membuat film yang dikenal canggih dalam karya Hollywood.

“Intinya kita juga akan banyak belajar dari mereka dan saling membagi pengetahuan,” urai Faozan yang juga sebagai sutradara di film Habibie & Ainun ini kepada Seputar Indonesia (SINDO),Sabtu (26 Januari 2013).

Dengan begitu, kalangan sineas film Hollywood juga akan banyak mengetahui kualitas film-film yang dikaryakan para sutradara Tanah Air. Keuntungan lain, keberadaan film-film asing ini nantinya dapat mempromosikan kemolekan alam Indonesia dan akan menarik wisatawan asing supaya berkunjung.

“Selama ini syuting-syuting film Hollywood banyak dilakukan di Thailand, padahal alam wisata kita juga indah sekali,” katanya.

Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) PLE Priatna mengatakan, keberadaan film-film yang melakukan syuting di dalam negeri beberapa tahun ini menghadirkan citra positif negeri ini di hadapan negara-negara luar.

Mereka akan mengetahui bahwa sejujurnya Indonesia memiliki ribuan pulau yang indah, pegunungan yang memesona, dan cocok dijadikan lokasi syuting film internasional.

“Dengan mereka syuting di Indonesia, paling tidak mereka dapat mempromosikan wisata alam yang kita punyai. Kemudian, Bali misalnya, akan ada banyak turis yang datang ke sana karena melihat keindahan Bali dari film tersebut,” kata Priatna.

Pengamat film Yan Wijaya menjelaskan, sejauh ini belum banyak film-film asing yang melakukan syuting di Indonesia. Dibandingkan Thailand, Malaysia, atau Hong Kong, jelas Indonesia ketinggalan jauh. Hal ini akibat perlakuan pemerintah yang setengahsetengah menyikapi ketertarikan kalangan sineas asing yang ingin menggelar syuting di dalam negeri.

“Pemerintah kita terlalu birokratis, mutar-mutar ngurusnya dan harus melalui banyak pintu. Padahal, para sutradara dunia inginnya satu pintu saja. Karena tidak dilakukan, akhirnya terkadang keinginan syuting itu dibatalkan,” ucapYan.

Terlebih dalam pengurusan visa kerja para kru film asing dipatok dengan harga yang relatif mahal. Sulitnya perizinan ini terutama pembuatan visa tinggal terbatas (vitas) atau kartu izin tinggal terbatas (kitas) yang sifatnya single entry visa (sekali masuk) bukan multi entry.

Single entry artinya jika seorang sutradara asing syuting di Indonesia selama satu bulan berati dia harus menetap di daerah yang dijadikan lokasi syuting. Sementara jika ingin bepergian ke negara tetangga, sekembalinya harus membayar visa seperti harga pertama.

Padahal, seorang sutradara tidak menutup kemungkinan melakukan pertemuan di beberapa negara untuk rapat, seminar, atau penelitian. Jadi harus bolak-balik dari negara satu ke negara lain dan kembali ke Indonesia. Berbeda dengan di Thailand. Di Negara Gajah Putih itu, produsen asing seakan dimanjakan.

Mereka malah diberikan diskon pajak sekitar 20% dari pemerintah, terlebih jika film yang dibuat menampilkan alam dan budaya Thailand. Selain itu, pengurusannya juga mudah dan transportasi menuju lokasi yang ingin dijadikan tempat syuting juga mudah dijangkau.

Karena itu, pemerintah harus membuka pintu selebar-lebarnya dan semudah-mudahnya, sehingga hal itu juga dapat mempromosikan keindahan alam wisata Indonesia.Akhirnya juga dapat menambah pemasukan devisa bagi Indonesia.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7020 seconds (0.1#10.140)