Kemendiknas akui sulit tata ulang RSBI

Senin, 21 Januari 2013 - 17:07 WIB
Kemendiknas akui sulit tata ulang RSBI
Kemendiknas akui sulit tata ulang RSBI
A A A
Sindonews.com- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengaku kesulitan untuk menata ulang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dari segi tata kelola.

Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, tidak mudah untuk mengeksekusi RSBI karena di Peraturan Pemerintah (PP) No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota bahwa RSBI di kelola oleh pemerintah provinsi dengan dasar hokum dari UU Sistem Pendidikan Nasional No 20/2003 Pasal 50 ayat 3.

Namun, karena sudah ada keputusan MK maka dasar hukum pelaksanaan RSBI berdasarkan PP 38 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Oleh karena itu, Kemendikbud pun mengaku kelimpungan siapa yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan sekolah eks RSBI ini.

Pasalnya, dalam peraturan perundangan lain kewenangan untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah dapat dialihkan ke pemerintah kabupaten kota jika provinsi sudah tidak berwenang lagi akan tetapi pengalihan ini tidak dapat dilakukan sesaat.

"Misalkan saja pengalihan asset terkait dengan barang milik negara itu tidak bisa sehari dua hari atau sebulan dua bulan menyelesaikannya," katanya di Gedung Kemendikbud, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2013).

Selain itu, kata Nuh, pengalihan kewenangan guru juga bukan perkara mudah karena jika diserahkan ke kabupaten kota maka harus ada pengalihan anggaran guru yang saat ini masih masuk dari pemerintah pusat ke provinsi. Dia menegaskan, Kemendikbud tidak mau pemindahan asset dan pengelolaan guru ini justru menjadi tidak jelas.

Bahkan, dari rapat dengan kepala dinas pendidikan 33 provinsi kemarin mengemuka dorongan perubahan kewenangan pendidikan di kabupaten kota harus ditata ulang.

"Mereka meminta apa tidak mungkin dibuat pembagian kewenangan pendidikan dasar itu ada di kabupaten kota, lalu SMP, SMA dan SMK ada di provinsi dan kalau pendidikan tinggi itu sudah jelas ada di pemerintah pusat. Ini bagian yang harus direview kembali."

"Intinya konsekuensi dari MK itu tidak sederhana karena banyak PP terkait (yang harus dikaji ulang). Kalau permen (peraturan menteri) kita bisa buat sendiri dan cepat. Namun PP tidak sesederhana itu dan ini bukan pekerjaan mudah yang harus diselesaikan dalam waktu 3-4 bulan ini," tutupnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6245 seconds (0.1#10.140)