RSBI hanya membentuk karakter siswa ekslusif
A
A
A
Sindonews.com - DPRD Kota Depok sepakat menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) demi pemerataan pendidikan. Sebab, dalam evaluasinya, mutu pendidikan RSBI selama ini dinilai tak seimbang dengan biaya masuk RSBI yang mahal.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Depok Farida Rahmawati mengatakan, selama ini banyak kurikulum yang diterapkan RSBI tak mampu dijalankan oleh para guru. Guru di sekolah berstatus RSBI juga tak seluruhnya mampu berbahasa Inggris dengan baik.
"Kami setuju dihapuskan, karena selama berjalan dan hasil evaluasi kami, para guru di RSBI tak begitu mampu mengukuti kurikulum RSBI yang juga bilingual (dua bahasa)," katanya kepada wartawan, di DPRD Depok, Rabu (9/01/2013).
Dia menambahkan, RSBI membuat siswa menjadi ekslusif dengan membedakan kasta dan kelas. Selain itu, lanjutnya, saat ini Kemendikbud tengah memberlakukan kurikulum baru yang berbasis berpikir dan berkarakter.
"Sekolah dengan kumpulan anak pintar tidak menjamin membuat sekolah itu sukses. Justru bisa mendidik anak yang tak pintar menjadi pintar bisa menjadi nilai tambah. Tidak menjadikan kelas-kelas dalam tanda kutip, selama ini membuat siswa RSBI menjadi eksklusif," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, Depok sudah memberlakukan pendidikan inklusi dimana semua anak berhak mendapatkan pemerataan pendidikan. Selain itu, lanjutnya, besaran masuk RSBI di Depok yakni berada di kisaran Rp6 juta hingga Rp8 juta.
"Sekolah harus ada pemerataan sisi karakter. Kesannya pendidikan mahal, berkelas untuk orang kaya saja. Terlalu eksklusif. Kita masih tetap menunggu dari Kemendikbud," tandasnya.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Depok Farida Rahmawati mengatakan, selama ini banyak kurikulum yang diterapkan RSBI tak mampu dijalankan oleh para guru. Guru di sekolah berstatus RSBI juga tak seluruhnya mampu berbahasa Inggris dengan baik.
"Kami setuju dihapuskan, karena selama berjalan dan hasil evaluasi kami, para guru di RSBI tak begitu mampu mengukuti kurikulum RSBI yang juga bilingual (dua bahasa)," katanya kepada wartawan, di DPRD Depok, Rabu (9/01/2013).
Dia menambahkan, RSBI membuat siswa menjadi ekslusif dengan membedakan kasta dan kelas. Selain itu, lanjutnya, saat ini Kemendikbud tengah memberlakukan kurikulum baru yang berbasis berpikir dan berkarakter.
"Sekolah dengan kumpulan anak pintar tidak menjamin membuat sekolah itu sukses. Justru bisa mendidik anak yang tak pintar menjadi pintar bisa menjadi nilai tambah. Tidak menjadikan kelas-kelas dalam tanda kutip, selama ini membuat siswa RSBI menjadi eksklusif," ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, Depok sudah memberlakukan pendidikan inklusi dimana semua anak berhak mendapatkan pemerataan pendidikan. Selain itu, lanjutnya, besaran masuk RSBI di Depok yakni berada di kisaran Rp6 juta hingga Rp8 juta.
"Sekolah harus ada pemerataan sisi karakter. Kesannya pendidikan mahal, berkelas untuk orang kaya saja. Terlalu eksklusif. Kita masih tetap menunggu dari Kemendikbud," tandasnya.
(mhd)