Lebih pasti dengan pembiayaan rumah syariah
A
A
A
Memiliki rumah yang nyaman, asri, dan ideal merupakan idaman setiap keluarga. Hal ini dilirik perbankan sebagai potensi bisnis yang menggiurkan. Tidak terkecuali bank syariah yang telah banyak mengucurkan pembiayaan kepemilikan rumah.
Setidaknya ada dua cara bagi masyarakat untuk bisa memiliki rumah impian, yakni membayar tunai atau mengajukan pinjaman perbankan. Tentunya hal itu bergantung pada beberapa faktor, antara lain pendapatan masyarakat.
Mengenai hal itu, survei Bank Indonesia (BI) mencatat terjadi penurunan persentase konsumen yang membeli rumah secara tunai pada kuartal II/2012.
Hasil survei tersebut memaparkan konsumen yang membeli rumah secara tunai hanya 6%. Sisanya melalui kredit kepemilikan rumah (KPR) sebesar 82,09% dan tunai bertahap 11,91%.
Pembelian rumah secara KPR masih didominasi oleh pembelian rumah kecil yang persentasenya hingga 86,42%. Salah satu sistem KPR yang sekarang sedang berkembang di Indonesia adalah fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah dari bank syariah (KPR iB).
KPR yang ditawarkan bank syariah menjadi alternatif dari pembiayaan kepemilikan rumah yang telah ada. Khususnya untuk masyarakat yang memiliki karakteristik peminat margin tetap.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muhammad Syakir Sula mengatakan, krisis ekonomi di benuaEropa seharusnya menjadikan masyarakat Indonesia bisa menjaga kemungkinan krisis itu menular ke Indonesia.
Itu karena dampaknya akan dirasakan semua sektor, antara lain perbankan yang kemungkinan akan menaikkan bunga kredit. “Walaupun saat ini ekonomi kita baik, pada masa mendatang tidak ada yang bisa memberikan jaminan tetap seperti itu,” ujarnya.
Menurut Syakir, salah satu yang bisa membuat masyarakat Indonesia nyaman dalam melakukan pinjaman dengan bank adalah skema yang ditawarkan bank syariah.
Salah satunya adalah pembiayaan kepemilikan rumah. Pembiayaan dari bank syariah bisa menjamin cicilan atau angsuran nasabah tidak akan mengalami kenaikan meski terjadi krisis ekonomi.
“Pembiayaan KPR bank syariah memberikan jaminan itu. Dengan adanya kepastian angsuran bulanan tersebut, masyarakat tidak akan dipusingkan dengan masalah naik atau turunnya angsuran ketika suku bunga bergejolak,” katanya.
Selain itu, dia menilai, masyarakat juga diuntungkan ketika ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir. Itu karena bank syariah tidak akan mengenakan penalti.
Bank syariah tidak memberlakukan sistem penalti karena harga KPR sudah ditetapkan sejak awal. Jika ingin mempercepat pembayaran namun tidak sampai melunasi, bank syariah akan mengurangi margin keuntungannya.
Berbeda dengan KPR konvensional,di KPR Syariah masyarakat bisa memiliki beberapa pilihan akad alternatif sesuai dengan kebutuhannya. Di antaranya KPR iB jual beli (skema murabahah), KPR iB sewa (skema ijarah), KPR iB sewa beli (skema ijarah muntahia bittamlik-IMBT), dan KPR iB kepemilikan bertahap (musyarakah mutanaqisah). Namun yang banyak ditawarkan oleh bank syariah adalah skema jual beli (skema murabahah).
Dia menuturkan, melalui skema murabahah, bank syariah akan membelikan rumah yang diinginkan nasabah senilai harga rumah tersebut.
Lalu menjualnya kepada nasabah dengan harga yang telah ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Harga jual rumah ditetapkan di awal ketika nasabah menandatangani perjanjian pembiayaan jual beli rumah dengan angsuran tetap hingga jatuh tempo pembiayaan.
Dia menilai belum banyaknya jumlah masyarakat yang memilih KPR syariah dalam pembiayaan kredit perumahan. Itu karena masih minimnya pemahaman.
Hal itu wajar mengingat perkembangan bank syariah di Indonesia relatif masih baru dan berbagai keuntungannya belum tersosialisasikan secara luas.
Karena itu, ada baiknya bank syariah dan seluruh stakeholders terus meningkatkan sosialisasi, sekaligus meningkatkan kerja samanya dengan pengembang properti.
Dengan begitu, bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas pembiayaan kredit perumahan di bank syariah. “Banyak pengembang yang belum tahu kalau mereka bisa bekerja sama dengan bank syariah,” tuturnya.
Jika hal tersebut dilakukan terus-menerus, Syakir optimistis pembiayaan perumahan di bank syariah tidak lagi sekadar menjadi alternatif, melainkan menjadi pilihan masyarakat yang hendak membeli rumah secara kredit.
Terlebih pada masa mendatang, penjualan properti diperkirakan terus meningkat seiring dengan terus tumbuhnya jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita.
Sementara, pakar keuangan dan perbankan syariah dari Karim Consulting, Adiwarman Karim, mengatakan, salah satu daya tarik terhadap pembiayaan KPR syariah berasal dari margin tetap selama masa pembiayaan untuk akad murabahah. “Pembiayaan KPR syariah akan selalu mendapatkan pasar,” tuturnya.
Dia menyebutkan, setidaknya ada dua karakteristik nasabah di pasar KPR, yakni peminat margin tetap dan floating margin. Masyarakat yang memilih floating margincenderung memiliki kemampuan menghadapi ketidakpastian risiko pada masa depan.
Sementara bagi yang tidak memiliki kemampuan itu, pembiayaan perumahan syariah bisa menjadi pilihan karena memberikan kepastian pada masa depan.
Karena itulah, dia optimistis akan semakin banyak masyarakat yang tertarik mengajukan pembiayaan KPR syariah. Terlebih beberapa waktu lalu, BI telah menaikkan uang muka minimal KPR bank konvensional menjadi 30%. “Dampak terhadap bank syariah pasti ada. Berapa besar? Masih kami hitung.Tapi biasanya baru terasa setelah enam bulan pelaksanaan aturan,” ucapnya.
Pada saat ini sebagian besar bank syariah menerapkan aturan uang muka pembelian properti di kisaran 20%-25%.Namun, ada juga bank syariah yang menjalin kerja sama dengan pengembang sehingga bisa menekan uang muka pembelian properti menjadi 10%.
Setidaknya ada dua cara bagi masyarakat untuk bisa memiliki rumah impian, yakni membayar tunai atau mengajukan pinjaman perbankan. Tentunya hal itu bergantung pada beberapa faktor, antara lain pendapatan masyarakat.
Mengenai hal itu, survei Bank Indonesia (BI) mencatat terjadi penurunan persentase konsumen yang membeli rumah secara tunai pada kuartal II/2012.
Hasil survei tersebut memaparkan konsumen yang membeli rumah secara tunai hanya 6%. Sisanya melalui kredit kepemilikan rumah (KPR) sebesar 82,09% dan tunai bertahap 11,91%.
Pembelian rumah secara KPR masih didominasi oleh pembelian rumah kecil yang persentasenya hingga 86,42%. Salah satu sistem KPR yang sekarang sedang berkembang di Indonesia adalah fasilitas pembiayaan kepemilikan rumah dari bank syariah (KPR iB).
KPR yang ditawarkan bank syariah menjadi alternatif dari pembiayaan kepemilikan rumah yang telah ada. Khususnya untuk masyarakat yang memiliki karakteristik peminat margin tetap.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muhammad Syakir Sula mengatakan, krisis ekonomi di benuaEropa seharusnya menjadikan masyarakat Indonesia bisa menjaga kemungkinan krisis itu menular ke Indonesia.
Itu karena dampaknya akan dirasakan semua sektor, antara lain perbankan yang kemungkinan akan menaikkan bunga kredit. “Walaupun saat ini ekonomi kita baik, pada masa mendatang tidak ada yang bisa memberikan jaminan tetap seperti itu,” ujarnya.
Menurut Syakir, salah satu yang bisa membuat masyarakat Indonesia nyaman dalam melakukan pinjaman dengan bank adalah skema yang ditawarkan bank syariah.
Salah satunya adalah pembiayaan kepemilikan rumah. Pembiayaan dari bank syariah bisa menjamin cicilan atau angsuran nasabah tidak akan mengalami kenaikan meski terjadi krisis ekonomi.
“Pembiayaan KPR bank syariah memberikan jaminan itu. Dengan adanya kepastian angsuran bulanan tersebut, masyarakat tidak akan dipusingkan dengan masalah naik atau turunnya angsuran ketika suku bunga bergejolak,” katanya.
Selain itu, dia menilai, masyarakat juga diuntungkan ketika ingin melunasi angsuran sebelum masa kontrak berakhir. Itu karena bank syariah tidak akan mengenakan penalti.
Bank syariah tidak memberlakukan sistem penalti karena harga KPR sudah ditetapkan sejak awal. Jika ingin mempercepat pembayaran namun tidak sampai melunasi, bank syariah akan mengurangi margin keuntungannya.
Berbeda dengan KPR konvensional,di KPR Syariah masyarakat bisa memiliki beberapa pilihan akad alternatif sesuai dengan kebutuhannya. Di antaranya KPR iB jual beli (skema murabahah), KPR iB sewa (skema ijarah), KPR iB sewa beli (skema ijarah muntahia bittamlik-IMBT), dan KPR iB kepemilikan bertahap (musyarakah mutanaqisah). Namun yang banyak ditawarkan oleh bank syariah adalah skema jual beli (skema murabahah).
Dia menuturkan, melalui skema murabahah, bank syariah akan membelikan rumah yang diinginkan nasabah senilai harga rumah tersebut.
Lalu menjualnya kepada nasabah dengan harga yang telah ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Harga jual rumah ditetapkan di awal ketika nasabah menandatangani perjanjian pembiayaan jual beli rumah dengan angsuran tetap hingga jatuh tempo pembiayaan.
Dia menilai belum banyaknya jumlah masyarakat yang memilih KPR syariah dalam pembiayaan kredit perumahan. Itu karena masih minimnya pemahaman.
Hal itu wajar mengingat perkembangan bank syariah di Indonesia relatif masih baru dan berbagai keuntungannya belum tersosialisasikan secara luas.
Karena itu, ada baiknya bank syariah dan seluruh stakeholders terus meningkatkan sosialisasi, sekaligus meningkatkan kerja samanya dengan pengembang properti.
Dengan begitu, bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas pembiayaan kredit perumahan di bank syariah. “Banyak pengembang yang belum tahu kalau mereka bisa bekerja sama dengan bank syariah,” tuturnya.
Jika hal tersebut dilakukan terus-menerus, Syakir optimistis pembiayaan perumahan di bank syariah tidak lagi sekadar menjadi alternatif, melainkan menjadi pilihan masyarakat yang hendak membeli rumah secara kredit.
Terlebih pada masa mendatang, penjualan properti diperkirakan terus meningkat seiring dengan terus tumbuhnya jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita.
Sementara, pakar keuangan dan perbankan syariah dari Karim Consulting, Adiwarman Karim, mengatakan, salah satu daya tarik terhadap pembiayaan KPR syariah berasal dari margin tetap selama masa pembiayaan untuk akad murabahah. “Pembiayaan KPR syariah akan selalu mendapatkan pasar,” tuturnya.
Dia menyebutkan, setidaknya ada dua karakteristik nasabah di pasar KPR, yakni peminat margin tetap dan floating margin. Masyarakat yang memilih floating margincenderung memiliki kemampuan menghadapi ketidakpastian risiko pada masa depan.
Sementara bagi yang tidak memiliki kemampuan itu, pembiayaan perumahan syariah bisa menjadi pilihan karena memberikan kepastian pada masa depan.
Karena itulah, dia optimistis akan semakin banyak masyarakat yang tertarik mengajukan pembiayaan KPR syariah. Terlebih beberapa waktu lalu, BI telah menaikkan uang muka minimal KPR bank konvensional menjadi 30%. “Dampak terhadap bank syariah pasti ada. Berapa besar? Masih kami hitung.Tapi biasanya baru terasa setelah enam bulan pelaksanaan aturan,” ucapnya.
Pada saat ini sebagian besar bank syariah menerapkan aturan uang muka pembelian properti di kisaran 20%-25%.Namun, ada juga bank syariah yang menjalin kerja sama dengan pengembang sehingga bisa menekan uang muka pembelian properti menjadi 10%.
(kur)