Imbauan jenderal polisi tak boleh nyalon tak tepat
Selasa, 16 Oktober 2012 - 18:27 WIB

Imbauan jenderal polisi tak boleh nyalon tak tepat
A
A
A
Sindonews.com - DPR menilai imbauan Indonesia Police Watch (IPW) agar jenderal polisi tidak maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dikarenakan citra kepolisian yang negatif di masyarakat, tidak tepat.
Pasalnya, tidak seluruh jenderal polisi terlibat kasus yang melibatkan pihak kepolisian.
"Jadi usulan IPW itu tidak tepat. Seluruh rakyat sendiri yang menentukan, mau memilih atau tidak calon gubernur (cagub) dari kalangan jenderal polisi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Gandjar Pranowo saat dihubungi, Selasa (16/10/2012).
Gandjar mengatakan, pemilih di Indonesia saat ini sudah pintar dalam berdemokrasi, baik itu pemilihan legislatif (Pileg), pemilihan persiden (pilpres), pemilihan gubernur (pilgub) maupun lainnya.
Pemilih sendiri, menurutnya, juga sudah memiliki catatan tersendiri yang sudah terekam dalam dirinya terhadap calon-calon yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Menurut Ketua Pansus RUU Pilkada ini, hal yang perlu dipertimbangkan bagi siapapun yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, harus memiliki akuntabilitas, kapabilitas, integritas.
Bukan kepala daerah berasal dari kalangan tertentu maupun kalangan yang dimaksud mempunyai konotasi negatif di masyarakat.
"Itu (jenderal polisi) belum tentu sudah dihukum, jadi tidak bisa dia tidak boleh maju pilkada," katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menambahkan, seharusnya yang perlu ditekankan oleh IPW kepada masyarakat yakni mantan koruptor yang mencalonkan diri dalam pilkada.
Koruptor sendiri bukan berasal dari kalangan kepolisian saja, melainkan dari semua kalangan. Baik itu kalangan pejabat negara, sipil, parpol maupun lainnya. Hal ini pun tidak berkaitan dengan RUU Pilkada, melainkan berkaitan dengan etika moral.
"Hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih yang dijamin oleh UUD. Jadi siapapun boleh maju dalam pilkada," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, jenderal polisi yang berniat mengikut pemilihan gubernur (Pilgub) di sejumlah daerah, tampaknya harus segera berpikir ulang, bahkan bila perlu membatalkan niat tersebut.
"Pasal, terdapat empat kasus yang menjadi batu sandungan alias kendala, yang akan membuat para jenderal polisi tidak akan dipilih masyarakat," ujar Neta.
Neta menjelaskan, keempat kendala itu adalah, pertama, konflik KPK versus Polri yang belum tuntas. Kedua, kasus dugaan korupsi simulator SIM yang disebut-sebut melibatkan sejumlah jenderal polisi.
Ketiga, kasus penyerbuan aparat kepolisian ke gedung KPK untuk menangkap penyidik KPK yang nota bene adalah anggota Polri juga. Keempat, kasus Novel Baswedan yang dinilai telah dikriminalisasi institusinya.
"Keempat kasus ini telah menimbulkan antipati masyarakat pada Polri yang otomatis membuat kepercayaan publik pada polisi menurun tajam," jelasnya.
Menurut dia, dari pantauan IPW di jejaring sosial twiter, facebook, dan portal-portal berita, tanggapan sinis masyarakat bermunculan menyikapi keempat kasus tersebut. Sikap masyarakat ini tentu akan berdampak pada keengganan mereka untuk memilih jenderal polisi yang ikut dalam pilgub.
Dia melanjutkan, semula dalam pertemuan IPW dengan Kapolri beberapa waktu lalu, IPW menyarankan agar Kapolri memberi suport kepada jenderal-jenderal polisi yang ikut pilgub.
Pasalnya, dari sini akan terlihat bagaimana sikap, persepsi, citra, dan dukungan publik untuk Polri.
"Namun dengan menyeruaknya kasus simulator SIM, IPW tidak menyarankan para jenderal polisi ikut dalam pilgub," tegasnya.
Dia menambahkan, apabila para Jenderal polisi tetap maju dalam pilgub, maka akan mubazir dan akan sulit bagi publik untuk memilih polisi.
Saat ini disebut-sebut sedikitnya terdapat empat jenderal polisi yang akan ikut dalam pilgub yakni, Wakapolri Komjen Nanan Sukmana (Pilgub Jabar), Kapolda Sumsel Irjen Dikdik (Pilgub Jabar, Kapolda Metro Jaya Irjen Untung Rajab (Pilgub Jatim, dan Kapolda Sumut Irjen Wisnu (Pilgub Sumut).
"Memang dari keempat jenderal polisi tersebut, belum ada yang terbukti terkait empat kasus di atas. Namun, persepsi masyarakat terhadap polisi sudah negatif. Jadi tidak perlu maju pilgub," tandasnya.
Pasalnya, tidak seluruh jenderal polisi terlibat kasus yang melibatkan pihak kepolisian.
"Jadi usulan IPW itu tidak tepat. Seluruh rakyat sendiri yang menentukan, mau memilih atau tidak calon gubernur (cagub) dari kalangan jenderal polisi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Gandjar Pranowo saat dihubungi, Selasa (16/10/2012).
Gandjar mengatakan, pemilih di Indonesia saat ini sudah pintar dalam berdemokrasi, baik itu pemilihan legislatif (Pileg), pemilihan persiden (pilpres), pemilihan gubernur (pilgub) maupun lainnya.
Pemilih sendiri, menurutnya, juga sudah memiliki catatan tersendiri yang sudah terekam dalam dirinya terhadap calon-calon yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Menurut Ketua Pansus RUU Pilkada ini, hal yang perlu dipertimbangkan bagi siapapun yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, harus memiliki akuntabilitas, kapabilitas, integritas.
Bukan kepala daerah berasal dari kalangan tertentu maupun kalangan yang dimaksud mempunyai konotasi negatif di masyarakat.
"Itu (jenderal polisi) belum tentu sudah dihukum, jadi tidak bisa dia tidak boleh maju pilkada," katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menambahkan, seharusnya yang perlu ditekankan oleh IPW kepada masyarakat yakni mantan koruptor yang mencalonkan diri dalam pilkada.
Koruptor sendiri bukan berasal dari kalangan kepolisian saja, melainkan dari semua kalangan. Baik itu kalangan pejabat negara, sipil, parpol maupun lainnya. Hal ini pun tidak berkaitan dengan RUU Pilkada, melainkan berkaitan dengan etika moral.
"Hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih yang dijamin oleh UUD. Jadi siapapun boleh maju dalam pilkada," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, jenderal polisi yang berniat mengikut pemilihan gubernur (Pilgub) di sejumlah daerah, tampaknya harus segera berpikir ulang, bahkan bila perlu membatalkan niat tersebut.
"Pasal, terdapat empat kasus yang menjadi batu sandungan alias kendala, yang akan membuat para jenderal polisi tidak akan dipilih masyarakat," ujar Neta.
Neta menjelaskan, keempat kendala itu adalah, pertama, konflik KPK versus Polri yang belum tuntas. Kedua, kasus dugaan korupsi simulator SIM yang disebut-sebut melibatkan sejumlah jenderal polisi.
Ketiga, kasus penyerbuan aparat kepolisian ke gedung KPK untuk menangkap penyidik KPK yang nota bene adalah anggota Polri juga. Keempat, kasus Novel Baswedan yang dinilai telah dikriminalisasi institusinya.
"Keempat kasus ini telah menimbulkan antipati masyarakat pada Polri yang otomatis membuat kepercayaan publik pada polisi menurun tajam," jelasnya.
Menurut dia, dari pantauan IPW di jejaring sosial twiter, facebook, dan portal-portal berita, tanggapan sinis masyarakat bermunculan menyikapi keempat kasus tersebut. Sikap masyarakat ini tentu akan berdampak pada keengganan mereka untuk memilih jenderal polisi yang ikut dalam pilgub.
Dia melanjutkan, semula dalam pertemuan IPW dengan Kapolri beberapa waktu lalu, IPW menyarankan agar Kapolri memberi suport kepada jenderal-jenderal polisi yang ikut pilgub.
Pasalnya, dari sini akan terlihat bagaimana sikap, persepsi, citra, dan dukungan publik untuk Polri.
"Namun dengan menyeruaknya kasus simulator SIM, IPW tidak menyarankan para jenderal polisi ikut dalam pilgub," tegasnya.
Dia menambahkan, apabila para Jenderal polisi tetap maju dalam pilgub, maka akan mubazir dan akan sulit bagi publik untuk memilih polisi.
Saat ini disebut-sebut sedikitnya terdapat empat jenderal polisi yang akan ikut dalam pilgub yakni, Wakapolri Komjen Nanan Sukmana (Pilgub Jabar), Kapolda Sumsel Irjen Dikdik (Pilgub Jabar, Kapolda Metro Jaya Irjen Untung Rajab (Pilgub Jatim, dan Kapolda Sumut Irjen Wisnu (Pilgub Sumut).
"Memang dari keempat jenderal polisi tersebut, belum ada yang terbukti terkait empat kasus di atas. Namun, persepsi masyarakat terhadap polisi sudah negatif. Jadi tidak perlu maju pilgub," tandasnya.
(rsa)