Revolusi digital pemasaran produk
A
A
A
Jejaring sosial menjadi tempat istimewa bagi pemasaran sebuah produk. Facebook atau Twitter cepat menarik pelanggan karena setiap hari ada ribuan orang yang mengaksesnya. Kian hari minat konsumen terhadap bisnis online semakin tinggi.
Masyarakat semakin dimudahkan mencari barang-barang yang ingin dibeli. Mereka bisa saja tidak pergi ke pasar, mal, atau toko tertentu untuk membeli sesuatu melainkan cukup mencari barang yang diperlukan dan selanjutnya bertransaksi melalui internet.
Gencarnya jual-beli melalui internet tidak lepas dari pengaruh promosi iklan yang marak akhir-akhir ini. Promosi bisnis online tidak saja dijumpai melalui media massa seperti koran atau televisi,tetapi juga lewat jejaring sosial.
Pengenalan produk nyatanya lebih efektif melalui media sosial karena mampu merajut interaksi antara pelaku bisnis online dengan konsumen secara langsung.
Head of Marketing Plasa MSN Ricky Kurniawan mengatakan, pemanfaatan media sosial untuk mengenalkan brand bertujuan agar lebih mudah menggaet pelanggan sebanyak-banyaknya. Pemasaran produk melalui strategi ini lebih efektif dibanding lewat mediamedia konvensional.
“Pada media konvensional seperti radio, televisi atau koran, konsumen tidak bisa melakukan interaksi balik (feedback), sebatas menyampaikan pesan yang dipasarkan, tetapi pada media sosial mereka bisa berkomentar langsung dan akan dibaca ribuan pelanggan lain,” kata Ricky kepada Seputar Indonesia (SINDO) di tengah acara Social Media Festival 2012 di Gelanggang Renang Senayan, Jakarta, Sabtu, 13 Oktober 2012.
Efektivitas pemasaran produk melalui layanan pertemanan di dunia maya ini tidak diragukan karena memiliki sejumlah kemudahan. Pemasaran akan lebih cepat direspons pelanggan, tidak butuh biaya besar untuk promosi namun lebih bersifat terbuka.
“Jika dulu orang mau komplain produk harus lewat surat, telepon layanan pelanggan, atau nulis di media. Sekarang cara itu sudah kuno. Saat ini orang bisa langsung komplain di akun yang dibuat pemilik brand,” ungkap Ricky.
Karena itu, ketika model pemasaran produk sudah memasuki media sosial, perusahaan pemilik brand tidak boleh bersikap pasif. Para Chief Marketing Officer (CMO) hendaknya membuat tim khusus yang mengelola pemasaran produk melalui jejaring pertemanan tersebut.
Hal ini bertujuan untuk secara aktif menginformasikan perkembangan-perkembangan brand setiap saat dan melakukan respons balik terhadap komentar-komentar yang masuk.
Harus disadari bagi setiap CMO yang melakukan pemasaran produk melalui media sosial bahwa komentar-komentar yang masuk tidak selalu bernada pujian, tetapi terkadang juga banyak komentar “sampah” yang justru akan menjatuhkan produk yang dipasarkan.
Karena itu, informasi-informasi yang disertakan harus jujur agar pelanggan tidak lari dan menuliskan komentar-komentar yang bernada menjatuhkan.
“Bayangkan jika komentar-komentar negatif tersebut dibaca ribuan atau jutaan pelanggan yang tergabung dalam promosi sebuah produk di media sosial,” jelas Ricky.
Untuk menjaga komentar-komentar sampah, yang pertama dilakukan yaitu memonitor secara terusmenerus dan membuat sistem tertentu yang bisa mengeliminasi kata-kata yang menjatuhkan.
Senior Engagment Manager, Strategy dan Transformation, Global Bussines Services IBM Singapura Charles Njendu mengatakan, penggunaan media sosial Facebook,Twitter dan jejaring sosial lain merupakan revolusi digital dalam dunia pemasaran produk.
Penggunaan media sosial ini menjadi alat promosi yang bisa mendekatkan pelaku pemasaran dengan pelanggan secara langsung.
“Dahulu, para CMO hanya mengandalkan kontak layanan pelanggan melalui jaringan seluler, tapi kini publik sudah bisa mengakses keluhan, harapan dan penilaiannya melalui media sosial seperti Facebook,” ucap Njendu SINDO, 26 Maret 2012.
Meski tidak bertatap muka, kedekatan pelanggan dengan pelaku pemasaran secara terus-menerus bisa berlanjut ke penciptaan ruang pertemuan offline.
Pengamat Marketing Yuswohadi mengatakan, pemanfaatan sosial media kini banyak diterapkan sejumlah perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Bahkan, yang menjadi fenomena saat ini adalah keberadaan bisnis online, yang memanfaatkan juga layanan media sosial bagi pengenalan sejumlah produk yang mereka tawarkan.
Sangat disayangkan bila besarnya jumlah pengguna media sosial di Indonesia tidak dimanfaatkan untuk menjadi ruang baru bagi pemasaran produk atau melakukan interaksi bisnis di dalamnya.
Masyarakat semakin dimudahkan mencari barang-barang yang ingin dibeli. Mereka bisa saja tidak pergi ke pasar, mal, atau toko tertentu untuk membeli sesuatu melainkan cukup mencari barang yang diperlukan dan selanjutnya bertransaksi melalui internet.
Gencarnya jual-beli melalui internet tidak lepas dari pengaruh promosi iklan yang marak akhir-akhir ini. Promosi bisnis online tidak saja dijumpai melalui media massa seperti koran atau televisi,tetapi juga lewat jejaring sosial.
Pengenalan produk nyatanya lebih efektif melalui media sosial karena mampu merajut interaksi antara pelaku bisnis online dengan konsumen secara langsung.
Head of Marketing Plasa MSN Ricky Kurniawan mengatakan, pemanfaatan media sosial untuk mengenalkan brand bertujuan agar lebih mudah menggaet pelanggan sebanyak-banyaknya. Pemasaran produk melalui strategi ini lebih efektif dibanding lewat mediamedia konvensional.
“Pada media konvensional seperti radio, televisi atau koran, konsumen tidak bisa melakukan interaksi balik (feedback), sebatas menyampaikan pesan yang dipasarkan, tetapi pada media sosial mereka bisa berkomentar langsung dan akan dibaca ribuan pelanggan lain,” kata Ricky kepada Seputar Indonesia (SINDO) di tengah acara Social Media Festival 2012 di Gelanggang Renang Senayan, Jakarta, Sabtu, 13 Oktober 2012.
Efektivitas pemasaran produk melalui layanan pertemanan di dunia maya ini tidak diragukan karena memiliki sejumlah kemudahan. Pemasaran akan lebih cepat direspons pelanggan, tidak butuh biaya besar untuk promosi namun lebih bersifat terbuka.
“Jika dulu orang mau komplain produk harus lewat surat, telepon layanan pelanggan, atau nulis di media. Sekarang cara itu sudah kuno. Saat ini orang bisa langsung komplain di akun yang dibuat pemilik brand,” ungkap Ricky.
Karena itu, ketika model pemasaran produk sudah memasuki media sosial, perusahaan pemilik brand tidak boleh bersikap pasif. Para Chief Marketing Officer (CMO) hendaknya membuat tim khusus yang mengelola pemasaran produk melalui jejaring pertemanan tersebut.
Hal ini bertujuan untuk secara aktif menginformasikan perkembangan-perkembangan brand setiap saat dan melakukan respons balik terhadap komentar-komentar yang masuk.
Harus disadari bagi setiap CMO yang melakukan pemasaran produk melalui media sosial bahwa komentar-komentar yang masuk tidak selalu bernada pujian, tetapi terkadang juga banyak komentar “sampah” yang justru akan menjatuhkan produk yang dipasarkan.
Karena itu, informasi-informasi yang disertakan harus jujur agar pelanggan tidak lari dan menuliskan komentar-komentar yang bernada menjatuhkan.
“Bayangkan jika komentar-komentar negatif tersebut dibaca ribuan atau jutaan pelanggan yang tergabung dalam promosi sebuah produk di media sosial,” jelas Ricky.
Untuk menjaga komentar-komentar sampah, yang pertama dilakukan yaitu memonitor secara terusmenerus dan membuat sistem tertentu yang bisa mengeliminasi kata-kata yang menjatuhkan.
Senior Engagment Manager, Strategy dan Transformation, Global Bussines Services IBM Singapura Charles Njendu mengatakan, penggunaan media sosial Facebook,Twitter dan jejaring sosial lain merupakan revolusi digital dalam dunia pemasaran produk.
Penggunaan media sosial ini menjadi alat promosi yang bisa mendekatkan pelaku pemasaran dengan pelanggan secara langsung.
“Dahulu, para CMO hanya mengandalkan kontak layanan pelanggan melalui jaringan seluler, tapi kini publik sudah bisa mengakses keluhan, harapan dan penilaiannya melalui media sosial seperti Facebook,” ucap Njendu SINDO, 26 Maret 2012.
Meski tidak bertatap muka, kedekatan pelanggan dengan pelaku pemasaran secara terus-menerus bisa berlanjut ke penciptaan ruang pertemuan offline.
Pengamat Marketing Yuswohadi mengatakan, pemanfaatan sosial media kini banyak diterapkan sejumlah perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Bahkan, yang menjadi fenomena saat ini adalah keberadaan bisnis online, yang memanfaatkan juga layanan media sosial bagi pengenalan sejumlah produk yang mereka tawarkan.
Sangat disayangkan bila besarnya jumlah pengguna media sosial di Indonesia tidak dimanfaatkan untuk menjadi ruang baru bagi pemasaran produk atau melakukan interaksi bisnis di dalamnya.
(kur)