Penyidik dan jaksa KPK harus dievalusi
A
A
A
Sindonews.com - Vonis tiga tahun dan denda Rp100 juta terhadap Miranda S Goeltom yang jauh dari tuntutan jaksa memunculkan banyak pertanyaan. Alhasil, penyidik dan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu diaudit terkait cara kerjanya.
"Kalau ini benar kesalahan ada di dalam (penyidik) KPK, harus ada tim yang mengaudit kinerja para penyidik dan penuntut KPK. Ada apa? Jangan-jangan memang lemah," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi saat dihubungi harian SINDO, di Jakarta, Kamis (28/9/2012).
Adhie menduga ada kelemahan dalam tuntutan yang diajukan jaksa KPK. Kelemahan itu bisa terjadi karena KPK tidak bisa mengajukan bukti-bukti yang bisa dijadikan dasar dakwaan agar melahirkan tuntutan dan vonis hukuman yang berat.
Kedua, ada kemungkinan mafia peradilan juga yang masih eksis di Pengadilan Tipikor. Dalam pandangannya, jika kemungkinan itu benar, KPK harus mempererat komunikasi dan kerja sama dengan Komisi Yudisial (KY), agar di Pengadilan Tipikor yang mengadili koruptor yang diajukan KPK mendapat perhatian yang ekstra ketat.
Kalau kedua hal di atas tidak dilakukan, KPK hanya akan menjadi lembaga hukum yang hiruk-pikuk dan penuh sensasi, tapi sepi dalam hasil. "Hanya ramai saat penangkapan, tapi dalam proses hukum selanjutnya KPK kedodoran," papar Adhie.
Dia juga menduga, adanya ketidakberesan pada tubuh jaksa KPK yang dengan sengaja membuat dakwaan yang lemah.
"Saya curiga jangan-jangan ada permainan di tubuh (jaksa) KPK yamg membuat dakwaan serampangan, sehingga mudah bagi hakim untuk memvonis ringan para terdakwa versi KPK. Kalau sudah begini, apa urgensinya KPK diberi kekuatan lebih dengan hak penuntutan?" sambungnya.
Adhie meminta KPK segera mengaudit kinerja penyidik dan penuntut yang menangani kasus Miranda. Pasalnya, akan bisa diketahui apa perlu menyisir lagi kasus travel cheque itu.
"Kalau ternyata perlu, kenapa kemarin hal itu tidak dilakukan? Ada apa dengan KPK? Lah, kalau buktinya tetap sumir sehingga tidak meyakinkan para hakim tipikor untuk memvonis hukuman berat, terus gimana?" tanyanya.
Adhie menegaskan, kasus cek pelawat ini tidak boleh berhenti di Miranda. Namun KPK tidak boleh hanya berslogan. Lebih penting dan utama adalah bertindak cepat untuk mengejar dan mengungkap donatur cek senilai puluhan miliar itu.
"Ya iyalah (harus ditangkap donaturnya). Kalau tidak, maka itu artinya KPK sedang melakukan harakiri (bunuh diri) pelan-pelan," tandasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Gusrizal, menjatuhkan vonis kepada Miranda. Mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia ini secara sah dan meyakinkan melakukan suap terkait pemenangan dirinya sebagai DGS BI tahun 2004 silam.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Maka kami menjatuhkan vonis tiga tahun penjara subsider empat bulan dan denda Rp100 juta," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta, Kamis 27 September 2012 kemarin.
"Kalau ini benar kesalahan ada di dalam (penyidik) KPK, harus ada tim yang mengaudit kinerja para penyidik dan penuntut KPK. Ada apa? Jangan-jangan memang lemah," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi saat dihubungi harian SINDO, di Jakarta, Kamis (28/9/2012).
Adhie menduga ada kelemahan dalam tuntutan yang diajukan jaksa KPK. Kelemahan itu bisa terjadi karena KPK tidak bisa mengajukan bukti-bukti yang bisa dijadikan dasar dakwaan agar melahirkan tuntutan dan vonis hukuman yang berat.
Kedua, ada kemungkinan mafia peradilan juga yang masih eksis di Pengadilan Tipikor. Dalam pandangannya, jika kemungkinan itu benar, KPK harus mempererat komunikasi dan kerja sama dengan Komisi Yudisial (KY), agar di Pengadilan Tipikor yang mengadili koruptor yang diajukan KPK mendapat perhatian yang ekstra ketat.
Kalau kedua hal di atas tidak dilakukan, KPK hanya akan menjadi lembaga hukum yang hiruk-pikuk dan penuh sensasi, tapi sepi dalam hasil. "Hanya ramai saat penangkapan, tapi dalam proses hukum selanjutnya KPK kedodoran," papar Adhie.
Dia juga menduga, adanya ketidakberesan pada tubuh jaksa KPK yang dengan sengaja membuat dakwaan yang lemah.
"Saya curiga jangan-jangan ada permainan di tubuh (jaksa) KPK yamg membuat dakwaan serampangan, sehingga mudah bagi hakim untuk memvonis ringan para terdakwa versi KPK. Kalau sudah begini, apa urgensinya KPK diberi kekuatan lebih dengan hak penuntutan?" sambungnya.
Adhie meminta KPK segera mengaudit kinerja penyidik dan penuntut yang menangani kasus Miranda. Pasalnya, akan bisa diketahui apa perlu menyisir lagi kasus travel cheque itu.
"Kalau ternyata perlu, kenapa kemarin hal itu tidak dilakukan? Ada apa dengan KPK? Lah, kalau buktinya tetap sumir sehingga tidak meyakinkan para hakim tipikor untuk memvonis hukuman berat, terus gimana?" tanyanya.
Adhie menegaskan, kasus cek pelawat ini tidak boleh berhenti di Miranda. Namun KPK tidak boleh hanya berslogan. Lebih penting dan utama adalah bertindak cepat untuk mengejar dan mengungkap donatur cek senilai puluhan miliar itu.
"Ya iyalah (harus ditangkap donaturnya). Kalau tidak, maka itu artinya KPK sedang melakukan harakiri (bunuh diri) pelan-pelan," tandasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Gusrizal, menjatuhkan vonis kepada Miranda. Mantan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia ini secara sah dan meyakinkan melakukan suap terkait pemenangan dirinya sebagai DGS BI tahun 2004 silam.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Maka kami menjatuhkan vonis tiga tahun penjara subsider empat bulan dan denda Rp100 juta," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta, Kamis 27 September 2012 kemarin.
(mhd)