Komnas HAM selalu dimentahkan Kejagung

Kamis, 30 Agustus 2012 - 20:22 WIB
Komnas HAM selalu dimentahkan Kejagung
Komnas HAM selalu dimentahkan Kejagung
A A A
Sindonews.com - Upaya pengusutan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selama ini selalu menemui kendala. Kendala itu muncul justru dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

Banyak usulan usulan penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang diajukan Komnas HAM namun dimentahkan Kejagung. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim membenarkan hal itu.

“Mereka selalu menyatakan tidak melanjutkan usulan itu, karena harus ada pengadilan HAM ad hoc terlebih dahulu. Ini menyangkut persoalan perundang-undangan untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc,” kata Ifdhal di Jakarta, Kamis (30/8/2012).

Sementara itu, Wakil Komnas HAM Ridha Saleh mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut maka diperlukan dialog antara Kejagung dengan Komnas HAM.

Dialog itu penting karena ada perbedaan pandangan terkait hasil penyelidikan Komnas HAM sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Menurut Ridha Kejagung berpedoman dengan UU Pengadilan HAM yang menyatakan, penyelidikan baru bisa dilakukan jika sudah dibentuk Pengadilan HAM. Namun Komnas HAM berpandangan UU tersebut justru mengisyaratkan penyelidikan dapat dilakukan meski belum dibentuk Pengadilan HAM.

Namun ada pula pihak yang beranggapan UU Pengadilan HAM hanya berlaku untuk kasus Tanjung Priok dan pasca jajak pendapat Timor-Timur. Kata Ridha, yang berhak menangani soal HAM itu sendiri, adalah Komnas HAM.

“Namun faktor politik juga turut mempengaruhi di dalam usulan penyelidikan itu,” katanya.

Karena itu, dengan “duduk bersama” antara Kejagung dan Komnas HAM itu sangat diperlukan. “Ini untuk membicarakan soal perbedaan pandangan, kalau tetap seperti itu maka rasa keadilan dari masyarakat akan terabaikan,” katanya.

Sebelumnya, penggiat Hak Asasi Manusia menantang Kejaksaan Agung untuk serius menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang bisa dianggap kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan dalam konteks Kudeta 1965 yang gagal.

“Ini momentum yang lama ditunggu, bukti pelanggaran HAM berat sudah cukup banyak dan kuat, sehingga tidak ada alasan Kejagung tidak membuat tim yang kredibel,” kata aktivis Human Right Watch Group (HRWG) yang juga Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), Chairul Anam di Jakarta.

Dia juga mengkritisi banyak contoh dalam menghadapi kasus pelanggaran berat HAM, namun Kejagung tidak serius dalam membentuk tim yang kredibel. Bahkan tim yang dibentuk malah melepaskan tersangka dan melemahkan kasus.

Dicontohkannya, dalam kasus Timor Timur (Timtim) 1999. “Karena itu, Jaksa Agung Basrief Arief harus menjadikan momentum ini untuk menunjukkan bahwa dirinya berbeda dengan jaksa agung sebelumnya,” katanya.

Terlebih lagi, kata dia, kasus 1965 adalah tantangan masa depan Indonesia. “Menyelesaikan kasus ini dengan adil dan benar akan mencerminkan kedewasaan bangsa,” katanya.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7590 seconds (0.1#10.140)