KPK wajib hati-hati usut kasus Korlantas
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia Police Watch (IPW) menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhati-hati dalam menangani kasus dugaan korupsi simulator kemudi mobil dan motor di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri tahun anggaran (TA) 2011.
Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, KPK mesti menentukan strategi penyidikan yang benar-benar matang, terukur, dan realistis untuk mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi simulator SIM itu. Dia menilai, jika tidak hati-hati kasus korlantas ini akan kembali memperuncing hubungan KPK-Polri.
"Bukan mustahil akan muncul lagi perang Cicak-Buaya 2, dan akan ada lagi Antasari jilid 2," kata Neta saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/8/2012).
Dia menduga, tidak menuntut kemungkinan itu akan terjadi. Pasalnya, banyak pihak melihat penggeledahan, dan pengungkapan kasus ini mengandung banyak keanehan.
Keanehan pertama, banyak kasus dugaan korupsi di Polri yang dilaporkan masyarakat ke KPK, tapi tidak diusut. Padahal kerugian negara bisa mencapai triliunan rupiah, seperti kasus Alkom Jarkom, rekening gendut.
"Penggerebekan tersebut dikawal oleh tiga pimpinan KPK, termasuk Abraham Samad (Ketua KPK), padahal selama ini hal itu tidak pernah terjadi. Kenapa penggerebekan baru dilakukan KPK setelah DS (Djoko Susilo) tidak menjadi kakorlantas. Ada apa hubungan antara Kakorlantas yang baru?" ungkapnya.
Neta menyatakan, sikap toleran ini menunjukkan KPK sesungguh tidak punya data-data yang valid dalam mengungkap kasus Korlantas. Berbagai keanehan lain, katanya, membuat pengerebekan yang dilakukan KPK ke Korlantas ibarat sinetron telenovela.
"IPW memberi apresiasi terhadap upaya KPK membongkar kasus-kasus korupsi di Polri. Tapi, IPW berharap KPK konsisten dan tidak main politisasi dan tidak bermain politik pencitraan, serta pengalihan isu dalam rangka menutup Kasus Century, Hambalang, Wisma Atlet dan Kasus Buol yang melibatkan Hartarti," tandasnya.
Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, KPK mesti menentukan strategi penyidikan yang benar-benar matang, terukur, dan realistis untuk mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi simulator SIM itu. Dia menilai, jika tidak hati-hati kasus korlantas ini akan kembali memperuncing hubungan KPK-Polri.
"Bukan mustahil akan muncul lagi perang Cicak-Buaya 2, dan akan ada lagi Antasari jilid 2," kata Neta saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/8/2012).
Dia menduga, tidak menuntut kemungkinan itu akan terjadi. Pasalnya, banyak pihak melihat penggeledahan, dan pengungkapan kasus ini mengandung banyak keanehan.
Keanehan pertama, banyak kasus dugaan korupsi di Polri yang dilaporkan masyarakat ke KPK, tapi tidak diusut. Padahal kerugian negara bisa mencapai triliunan rupiah, seperti kasus Alkom Jarkom, rekening gendut.
"Penggerebekan tersebut dikawal oleh tiga pimpinan KPK, termasuk Abraham Samad (Ketua KPK), padahal selama ini hal itu tidak pernah terjadi. Kenapa penggerebekan baru dilakukan KPK setelah DS (Djoko Susilo) tidak menjadi kakorlantas. Ada apa hubungan antara Kakorlantas yang baru?" ungkapnya.
Neta menyatakan, sikap toleran ini menunjukkan KPK sesungguh tidak punya data-data yang valid dalam mengungkap kasus Korlantas. Berbagai keanehan lain, katanya, membuat pengerebekan yang dilakukan KPK ke Korlantas ibarat sinetron telenovela.
"IPW memberi apresiasi terhadap upaya KPK membongkar kasus-kasus korupsi di Polri. Tapi, IPW berharap KPK konsisten dan tidak main politisasi dan tidak bermain politik pencitraan, serta pengalihan isu dalam rangka menutup Kasus Century, Hambalang, Wisma Atlet dan Kasus Buol yang melibatkan Hartarti," tandasnya.
(mhd)