Potensi besar menciptakan ekonomi
A
A
A
Ragam kesenian tradisional yang dimiliki bangsa ini merupakan kekayaan lokal yang tidak bisa diukur dengan apapun. Kesenian merupakan modal sosial dan budaya yang tidak bisa dicampurtangani dengan kepentingan politik praktis.
Keberadaannya, selain sebagai penjaga kearifan lokal, juga berpotensi menjadi lahan wisata budaya yang menguntungkan. Sayangnya, dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah warisan budaya lokal Tanah Air diklaim negara lain.
Tidak heran jika reaksi keras bermunculan dari masyarakat. Mereka menyalahkan pemerintah karena tidak bisa menjaga warisan budaya yang dimiliki bangsa ini. Padahal, jika dipatenkan dan dikelola dengan baik, berbagai warisan kebudayaan ini akan menjadi ikon bagi Tanah Air di mata internasional.
Sebagai negara yang kaya budaya, akan banyak wisatawan yang berkunjung dan berkontribusi bagi pemasukan devisa negara.
Menurut Kandidat Doktoral National University of Singapore (NUS) Pradana Boy ZTF, persoalan warisan budaya Indonesia yang diaku negara lain belakangan ini lebih dikarenakan kedua negara ini memiliki keterkaitan sejarah yang sangat erat, bahkan kemiripan dan kesamaan dalam banyak aspek. Perkataan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah “bangsa serumpun” pada dasarnya bukan semata-mata sebutan populer yang tidak memiliki dasar.
“Tetapi setelah kedua negara itu menjadi bangsa yang modern, upaya untuk menjaga warisan budaya secara bersama sulit dilakukan. Keragaman budaya yang ada kemudian menjadi identitas baru di masing-masing negara,” ungkap Boy yang saat ini sedang menyiapkan disertasinya tentang dilema negara-bangsa dan identitas kultural antara Indonesia dan Malaysia.
Agar tidak terjadi saling mengakui, diperlukan upaya keras menjaga kelestarian produk-produk budaya lokal tersebut. Kekayaan seni tradisional misalnya, seperti angklung dan tari reog, harus menjadi perhatian seluruh elemen bangsa.
Negara sebagai pemegang kekuasaan memiliki kewenangan mengakomodasi keberadaan tradisi kebudayaan tersebut dengan mencatatkannya di UNESCO. Tindakan lain seperti mempromosikan kesenian-kesenian daerah yang kemudian ditawarkan dengan promosi wisata merupakan strategi yang bisa mencitrakan keunggulan negara di kancah global.
Kepedulian pemerintah untuk menjaga kekayaan budaya segera terwujud dengan akan dirilisnya situs “Warisan Budaya Nasional” oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada akhir Juli mendatang.
Situs resmi ini akan menjadi akses bagi masyarakat untuk mendaftarkan ragam kebudayaan Indonesia di mana pun dan kapan pun. Sehingga, ratusan atau ribuan budaya yang dipunyai bangsa ini bisa terdata dan tercatat dengan baik.
“Kami sedang menyiapkan pencatatan secara online.Nantinya, setiap orang bisa memiliki akses terhadap kebudayaan Indonesia. Tindakan ini juga sebagai upaya agar bisa lebih mudah mendaftarkannya ke UNESCO, sebab salah satu syaratnya bahwa kebudayaan yang ingin dipatenkan harus tercatat lebih dahulu di tingkatan nasional,” kata Wamendikbud Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti seusai pembukaan The 5th International Indonesian Forum (IIF) 2012 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Seperti disampaikan Wiendu, sampai saat ini warisan budaya yang sudah tercatat berupa benda seperti candi, situs, atau kota-kota lama mencapai 65.170 buah, sedangkan kekayaan tradisi yang tak berbenda seperti wayang, tari-tarian, festival, atau ruwatan mencapai 2.108 jenis.
Tentu saja jumlah ini akan terus bertambah mengingat hampir di setiap daerah di Indonesia bisa memiliki lebih dari tiga budaya. Karena itu, keaktifan masyarakat supaya mendaftarkannya juga diperlukan.
”Ini merupakan upaya proteksi dan pemberdayaan kebudayaan juga. Karena begitu terdaftar, pihak yang mendaftarkan akan mendapat pendampingan, bantuan promosi, pelestarian, dan penyelesaian masalah jika ada masalah,” ungkap Wiendu, seperti dikutip SINDO, Selasa 10 Juli 2012.
Selain itu,strategi lain yang saat ini menjadi pusat perhatian Kemendikbud adalah pemetaan kebudayaan lokal. Pola pemetaannya meliputi zona pengembangan, yakni upaya mencetak karakter bangsa melalui segala lini pendidikan, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga.
Hal ini dilakukan agar para generasi bangsa tidak tercerabut dari akar budaya mereka seiring dengan kemajuan zaman yang menawarkan banyak budaya baru yang merupakan impor dari negara lain.
Keberadaannya, selain sebagai penjaga kearifan lokal, juga berpotensi menjadi lahan wisata budaya yang menguntungkan. Sayangnya, dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah warisan budaya lokal Tanah Air diklaim negara lain.
Tidak heran jika reaksi keras bermunculan dari masyarakat. Mereka menyalahkan pemerintah karena tidak bisa menjaga warisan budaya yang dimiliki bangsa ini. Padahal, jika dipatenkan dan dikelola dengan baik, berbagai warisan kebudayaan ini akan menjadi ikon bagi Tanah Air di mata internasional.
Sebagai negara yang kaya budaya, akan banyak wisatawan yang berkunjung dan berkontribusi bagi pemasukan devisa negara.
Menurut Kandidat Doktoral National University of Singapore (NUS) Pradana Boy ZTF, persoalan warisan budaya Indonesia yang diaku negara lain belakangan ini lebih dikarenakan kedua negara ini memiliki keterkaitan sejarah yang sangat erat, bahkan kemiripan dan kesamaan dalam banyak aspek. Perkataan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah “bangsa serumpun” pada dasarnya bukan semata-mata sebutan populer yang tidak memiliki dasar.
“Tetapi setelah kedua negara itu menjadi bangsa yang modern, upaya untuk menjaga warisan budaya secara bersama sulit dilakukan. Keragaman budaya yang ada kemudian menjadi identitas baru di masing-masing negara,” ungkap Boy yang saat ini sedang menyiapkan disertasinya tentang dilema negara-bangsa dan identitas kultural antara Indonesia dan Malaysia.
Agar tidak terjadi saling mengakui, diperlukan upaya keras menjaga kelestarian produk-produk budaya lokal tersebut. Kekayaan seni tradisional misalnya, seperti angklung dan tari reog, harus menjadi perhatian seluruh elemen bangsa.
Negara sebagai pemegang kekuasaan memiliki kewenangan mengakomodasi keberadaan tradisi kebudayaan tersebut dengan mencatatkannya di UNESCO. Tindakan lain seperti mempromosikan kesenian-kesenian daerah yang kemudian ditawarkan dengan promosi wisata merupakan strategi yang bisa mencitrakan keunggulan negara di kancah global.
Kepedulian pemerintah untuk menjaga kekayaan budaya segera terwujud dengan akan dirilisnya situs “Warisan Budaya Nasional” oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada akhir Juli mendatang.
Situs resmi ini akan menjadi akses bagi masyarakat untuk mendaftarkan ragam kebudayaan Indonesia di mana pun dan kapan pun. Sehingga, ratusan atau ribuan budaya yang dipunyai bangsa ini bisa terdata dan tercatat dengan baik.
“Kami sedang menyiapkan pencatatan secara online.Nantinya, setiap orang bisa memiliki akses terhadap kebudayaan Indonesia. Tindakan ini juga sebagai upaya agar bisa lebih mudah mendaftarkannya ke UNESCO, sebab salah satu syaratnya bahwa kebudayaan yang ingin dipatenkan harus tercatat lebih dahulu di tingkatan nasional,” kata Wamendikbud Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti seusai pembukaan The 5th International Indonesian Forum (IIF) 2012 di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Seperti disampaikan Wiendu, sampai saat ini warisan budaya yang sudah tercatat berupa benda seperti candi, situs, atau kota-kota lama mencapai 65.170 buah, sedangkan kekayaan tradisi yang tak berbenda seperti wayang, tari-tarian, festival, atau ruwatan mencapai 2.108 jenis.
Tentu saja jumlah ini akan terus bertambah mengingat hampir di setiap daerah di Indonesia bisa memiliki lebih dari tiga budaya. Karena itu, keaktifan masyarakat supaya mendaftarkannya juga diperlukan.
”Ini merupakan upaya proteksi dan pemberdayaan kebudayaan juga. Karena begitu terdaftar, pihak yang mendaftarkan akan mendapat pendampingan, bantuan promosi, pelestarian, dan penyelesaian masalah jika ada masalah,” ungkap Wiendu, seperti dikutip SINDO, Selasa 10 Juli 2012.
Selain itu,strategi lain yang saat ini menjadi pusat perhatian Kemendikbud adalah pemetaan kebudayaan lokal. Pola pemetaannya meliputi zona pengembangan, yakni upaya mencetak karakter bangsa melalui segala lini pendidikan, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga.
Hal ini dilakukan agar para generasi bangsa tidak tercerabut dari akar budaya mereka seiring dengan kemajuan zaman yang menawarkan banyak budaya baru yang merupakan impor dari negara lain.
(kur)