Helm berpendingin
A
A
A
GERAH saat berkendara motor kerap terjadi. Tidak mengherankan jika banyak yang berharap suatu saat akan ada helm yang berpendingin. Tampaknya harapan sejumlah pengendara motor itu akan segera terwujud.
Linus Nara Pradhana, siswa kelas 2 SMP Petra, Surabaya, menghasilkan Water Coated Helmet. Ini merupakan helm yang dilengkapi gel yang bisa menurunkan suhu dalam helm hingga 25 derajat Celsius. Sudah ada produsen yang tertarik untuk memproduksi produk Nara secara massal. Nara menggunakan gel sebagai media untuk mendinginkan helm.
Namun, sebelum itu Nara pernah menggunakan media air sebagai pendingin. Air tersebut diletakkan di bagian atas helm mereka. Setelah dievaluasi hal itu mempunyai banyak kekurangan. Jika menggunakan air, pengendara dibebani berat air yang volumenya 800 ml, plus bunyi kemericik airnya yang bisa mengganggu. Sejumlah kekurangan ini menuntut Nara berpikir lebih keras lagi dan akhirnya memilih gel untuk media pendingin.
Pemilihan gel ini terinspirasi oleh kapas dalam popok diapers. Seperti halnya popok bayi, gel yang ada di dalam helm mampu menampung air lebih banyak. Penggunaan gel ini berhasil mengurangi panas hingga 21%. Jika menggunakan air hanya sebesar 19%. Kelebihan lainnya, gel mampu bertahan hingga delapan bulan. "Hingga delapan bulan gel masih basah,” kata Nara.
Dilihat dari ilmu pengetahuan, produk Nara mengaplikasikan teori kelembapan. Secara ilmiah teori ini bukanlah penemuan baru dan sudah lama dikenal. Namun, baru Nara-lah yang mengaplikasikan teori ini untuk mendinginkan helm. Menurut Nara, pihak yang paling berjasa membantunya untuk membuat helm tersebut adalah ayahnya.
Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono mengatakan, sejak awal karya Nara terlihat aplikatif. Terbukti karya ini juga dilirik oleh produsen helm. Karena mudah diaplikasikan inilah helm karya Nara mempunyai kelebihan tersendiri dibanding produk-produk ditampilkan pada ajang IEYI di Bangkok lalu.
Belum mencerminkan keberhasilan
Sejumlah keberhasilan yang diraih siswa Indonesia di ajang internasional di satu sisi menunjukkan potensi besar. Namun, sejumlah pengamat menilai prestasi-prestasi tersebut tidak mencerminkan keberhasilan sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Pengamat pendidikan LIPI, Makmuri Sukarno, mengungkapkan, dengan semua prestasi yang berhasil diraih para siswa berprestasi asal Indonesia di berbagai ajang internasional sebenarnya bukanlah satu bukti bahwa secara keseluruhan sistem pendidikan di Indonesia sudah baik.
“Apalagi sebagian besar siswa yang mampu menang pada beberapa kompetisi internasional ialah para siswa yang berasal dari sekolah berkualitas yang biasanya dilengkapi berbagai sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, bukan dari sekolah yang ada di berbagai daerah terpencil dengan minimnya sarana,” ungkap Makmuri saat di wawancarai SINDO.
Selain perlu adanya dukungan dari semua pihak terkait, hal lain yang dapat dilakukan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia adalah memperbaiki metode pembelajaran yang ada saat ini. Bila awalnya hanya terpaku pada pemberian materi dari buku ajar, bisa dialihkan pada pola pembelajaran yang memadukan berbagai penelitian.
“Berbagai lembaga pendidikan di Indonesia saat ini masih sangat minim untuk mengakomodasi kegiatan penelitian dan inovasi bagi para anak didiknya. Padahal, di beberapa negara lain seperti Australia pola pembelajaran tersebut lebih sering digunakan. Dengan adanya hal-hal tersebut wajar bila jumlah penemuan yang ada di Indonesia sangat minim dari negara lain di dunia,” paparnya.
Biyanto, seorang pengamat pendidikan nasional yang lain, juga berpandangan demikian. Jika dilihat dari sisi individu, banyak anak didik yang mempunyai mutu sangat bagus. Buktinya telah banyak peserta didik asal Indonesia yang berhasil menang dalam berbagai kompetisi pendidikan di tingkat dunia. Kendati demikian, Biyanto menyayangkan besarnya potensi dari peserta didik belum dapat diimbangi dengan adanya sistem pendidikan yang bermutu.
Karena itu hingga kini berdasarkan peringkat pendidikan negaranegara dunia, posisi Indonesia masih tercecer di bawah. “Peringkat pendidikan kita masih kalah dengan negara tetangga seperti Singapura dan Hong Kong,” kata Biyanto kepada SINDO.
Linus Nara Pradhana, siswa kelas 2 SMP Petra, Surabaya, menghasilkan Water Coated Helmet. Ini merupakan helm yang dilengkapi gel yang bisa menurunkan suhu dalam helm hingga 25 derajat Celsius. Sudah ada produsen yang tertarik untuk memproduksi produk Nara secara massal. Nara menggunakan gel sebagai media untuk mendinginkan helm.
Namun, sebelum itu Nara pernah menggunakan media air sebagai pendingin. Air tersebut diletakkan di bagian atas helm mereka. Setelah dievaluasi hal itu mempunyai banyak kekurangan. Jika menggunakan air, pengendara dibebani berat air yang volumenya 800 ml, plus bunyi kemericik airnya yang bisa mengganggu. Sejumlah kekurangan ini menuntut Nara berpikir lebih keras lagi dan akhirnya memilih gel untuk media pendingin.
Pemilihan gel ini terinspirasi oleh kapas dalam popok diapers. Seperti halnya popok bayi, gel yang ada di dalam helm mampu menampung air lebih banyak. Penggunaan gel ini berhasil mengurangi panas hingga 21%. Jika menggunakan air hanya sebesar 19%. Kelebihan lainnya, gel mampu bertahan hingga delapan bulan. "Hingga delapan bulan gel masih basah,” kata Nara.
Dilihat dari ilmu pengetahuan, produk Nara mengaplikasikan teori kelembapan. Secara ilmiah teori ini bukanlah penemuan baru dan sudah lama dikenal. Namun, baru Nara-lah yang mengaplikasikan teori ini untuk mendinginkan helm. Menurut Nara, pihak yang paling berjasa membantunya untuk membuat helm tersebut adalah ayahnya.
Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono mengatakan, sejak awal karya Nara terlihat aplikatif. Terbukti karya ini juga dilirik oleh produsen helm. Karena mudah diaplikasikan inilah helm karya Nara mempunyai kelebihan tersendiri dibanding produk-produk ditampilkan pada ajang IEYI di Bangkok lalu.
Belum mencerminkan keberhasilan
Sejumlah keberhasilan yang diraih siswa Indonesia di ajang internasional di satu sisi menunjukkan potensi besar. Namun, sejumlah pengamat menilai prestasi-prestasi tersebut tidak mencerminkan keberhasilan sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Pengamat pendidikan LIPI, Makmuri Sukarno, mengungkapkan, dengan semua prestasi yang berhasil diraih para siswa berprestasi asal Indonesia di berbagai ajang internasional sebenarnya bukanlah satu bukti bahwa secara keseluruhan sistem pendidikan di Indonesia sudah baik.
“Apalagi sebagian besar siswa yang mampu menang pada beberapa kompetisi internasional ialah para siswa yang berasal dari sekolah berkualitas yang biasanya dilengkapi berbagai sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, bukan dari sekolah yang ada di berbagai daerah terpencil dengan minimnya sarana,” ungkap Makmuri saat di wawancarai SINDO.
Selain perlu adanya dukungan dari semua pihak terkait, hal lain yang dapat dilakukan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia adalah memperbaiki metode pembelajaran yang ada saat ini. Bila awalnya hanya terpaku pada pemberian materi dari buku ajar, bisa dialihkan pada pola pembelajaran yang memadukan berbagai penelitian.
“Berbagai lembaga pendidikan di Indonesia saat ini masih sangat minim untuk mengakomodasi kegiatan penelitian dan inovasi bagi para anak didiknya. Padahal, di beberapa negara lain seperti Australia pola pembelajaran tersebut lebih sering digunakan. Dengan adanya hal-hal tersebut wajar bila jumlah penemuan yang ada di Indonesia sangat minim dari negara lain di dunia,” paparnya.
Biyanto, seorang pengamat pendidikan nasional yang lain, juga berpandangan demikian. Jika dilihat dari sisi individu, banyak anak didik yang mempunyai mutu sangat bagus. Buktinya telah banyak peserta didik asal Indonesia yang berhasil menang dalam berbagai kompetisi pendidikan di tingkat dunia. Kendati demikian, Biyanto menyayangkan besarnya potensi dari peserta didik belum dapat diimbangi dengan adanya sistem pendidikan yang bermutu.
Karena itu hingga kini berdasarkan peringkat pendidikan negaranegara dunia, posisi Indonesia masih tercecer di bawah. “Peringkat pendidikan kita masih kalah dengan negara tetangga seperti Singapura dan Hong Kong,” kata Biyanto kepada SINDO.
(hyk)