Sumbangan ke KPK bisa gratifikasi
A
A
A
Sindonews – Sumbangan masyarakat untuk pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dikategorikan sebagai bentuk gratifikasi. Sumbangan itu akan menyandera KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya di masa depan.
Pernyataan tersebut ditegaskan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menanggapi permintaan sumbangan pimpinan KPK pada masyarakat untuk membangun gedung baru. “Gratifikasi itu bisa diberikan pada orang per orang dan badan hukum. KPK itu kan badan hukum publik, bukan cuma orang-orangnya saja yang menerima gratifikasi,” ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Juni 2012.
Akil juga menyebut KPK tidak bisa mengontrol individu atau lembaga yang akan menyumbang untuk kegiatan ini. Pengumpulan dana miliaran rupiah yang akan digunakan untuk membangun gedung baru tidak bisa dilakukan hanya dengan penyumbang kecil. Karena itu, tidak menutup kemungkinan dana yang digunakan untuk menyumbang berasal dari kegiatan melawan hukum, bisnis ilegal, atau pengacara hitam. Jika demikian, besar kemungkinan KPK akan tersandera oleh kepentingan mereka.
Menurut Akil, KPK tidak sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bisa mendapatkan dana bantuan dari mana pun. KPK adalah lembaga negara yang harus tunduk pada aturan yang berlaku. Karena itu, KPK tidak bisa mendapatkan bantuan dana dari pihak-pihak yang tidak memiliki kejelasan. Jika memang gedung baru itu terwujud dari dana hasil sumbangan, KPK akan menjadi lembaga yang mudah mendapat tekanan.
Masyarakat sebagai penyumbang akan merasa menjadi bagian dari keberadaan lembaga itu. Karena itu, sebagai penyumbang, masyarakat merasa berhak menekan KPK untuk menghukum seseorang.
Di tempat terpisah, Ketua MPR Taufiq Kiemas mengingatkan KPK untuk tidak menyalahi prosedur dalam bernegara. Dia meminta usulan pembangunan gedung baru tidak diseret ke dukungan publik dengan menggalang saweran dana. “Bernegara kan ada aturannya. Nyumbang juga ada aturannya. Kita saja kalau nyumbang tidak pakai aturan bisa ditangkap-tangkapi. Jadi harus sesuailah,” kata Taufiq.
Menurut dia, dalam bernegara sudah ada aturan dalam hal keuangan dan penganggaran serta bagaimana pembahasan dan mekanismenya. Di samping itu, jauh lebih penting adalah KPK secara kelembagaan membenahi dan memaksimalkan kinerjanya daripada sekadar meramaikan usulan gedung baru.
Apalagi, jika usulan itu dibawa-bawa ke masyarakat dengan penggalangan dana. "Kita membangun KPK-nya dulu. Masa belum apa-apa gedung duluan. Tidak usah saweran. Kita kan negara. Kalau kerjanya bagus, lembaganya bagus, tentu akan dibarengi dengan fasilitas, harus bertahap,” ungkapnya.
Politikus senior PDIP itu menambahkan, masalah gedung juga jangan dikaitkan dengan dukung-mendukung, seolah kalau menanyakan alasan itu adalah melemahkan KPK. Taufiq meyakini semua komponen bangsa ini membutuhkan KPK yang kuat secara kelembagaan dan maksimal serta profesional dalam kinerja.
Pengamat hukum dari Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis, mengatakan, langkah penggalangan dana untuk pembangunan Gedung KPK hanya memancing kegaduhan. Pembangunan Gedung KPK adalah kebijakan penggunaan keuangan negara yang seharusnya diselesaikan Presiden dan DPR selaku pemegang hak budget, bukan oleh KPK.
“Kita mau bikin gedung yang dimiliki negara dibiayai rakyat melalui APBN. Bagaimana mendapatkan itu, ada cara memperolehnya. Mau tidak mau harus dibahas di DPR,” katanya.
Setiap sumbangan atau hibah dari masyarakat, menurut dia, harus masuk kas negara dan diketahui oleh Kementerian Keuangan. Demikian juga penggunaannya. Karena itu, KPK tidak bisa langsung menggunakan dana tersebut untuk pembangunan gedung. (lil)
Pernyataan tersebut ditegaskan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menanggapi permintaan sumbangan pimpinan KPK pada masyarakat untuk membangun gedung baru. “Gratifikasi itu bisa diberikan pada orang per orang dan badan hukum. KPK itu kan badan hukum publik, bukan cuma orang-orangnya saja yang menerima gratifikasi,” ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Kamis 28 Juni 2012.
Akil juga menyebut KPK tidak bisa mengontrol individu atau lembaga yang akan menyumbang untuk kegiatan ini. Pengumpulan dana miliaran rupiah yang akan digunakan untuk membangun gedung baru tidak bisa dilakukan hanya dengan penyumbang kecil. Karena itu, tidak menutup kemungkinan dana yang digunakan untuk menyumbang berasal dari kegiatan melawan hukum, bisnis ilegal, atau pengacara hitam. Jika demikian, besar kemungkinan KPK akan tersandera oleh kepentingan mereka.
Menurut Akil, KPK tidak sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bisa mendapatkan dana bantuan dari mana pun. KPK adalah lembaga negara yang harus tunduk pada aturan yang berlaku. Karena itu, KPK tidak bisa mendapatkan bantuan dana dari pihak-pihak yang tidak memiliki kejelasan. Jika memang gedung baru itu terwujud dari dana hasil sumbangan, KPK akan menjadi lembaga yang mudah mendapat tekanan.
Masyarakat sebagai penyumbang akan merasa menjadi bagian dari keberadaan lembaga itu. Karena itu, sebagai penyumbang, masyarakat merasa berhak menekan KPK untuk menghukum seseorang.
Di tempat terpisah, Ketua MPR Taufiq Kiemas mengingatkan KPK untuk tidak menyalahi prosedur dalam bernegara. Dia meminta usulan pembangunan gedung baru tidak diseret ke dukungan publik dengan menggalang saweran dana. “Bernegara kan ada aturannya. Nyumbang juga ada aturannya. Kita saja kalau nyumbang tidak pakai aturan bisa ditangkap-tangkapi. Jadi harus sesuailah,” kata Taufiq.
Menurut dia, dalam bernegara sudah ada aturan dalam hal keuangan dan penganggaran serta bagaimana pembahasan dan mekanismenya. Di samping itu, jauh lebih penting adalah KPK secara kelembagaan membenahi dan memaksimalkan kinerjanya daripada sekadar meramaikan usulan gedung baru.
Apalagi, jika usulan itu dibawa-bawa ke masyarakat dengan penggalangan dana. "Kita membangun KPK-nya dulu. Masa belum apa-apa gedung duluan. Tidak usah saweran. Kita kan negara. Kalau kerjanya bagus, lembaganya bagus, tentu akan dibarengi dengan fasilitas, harus bertahap,” ungkapnya.
Politikus senior PDIP itu menambahkan, masalah gedung juga jangan dikaitkan dengan dukung-mendukung, seolah kalau menanyakan alasan itu adalah melemahkan KPK. Taufiq meyakini semua komponen bangsa ini membutuhkan KPK yang kuat secara kelembagaan dan maksimal serta profesional dalam kinerja.
Pengamat hukum dari Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis, mengatakan, langkah penggalangan dana untuk pembangunan Gedung KPK hanya memancing kegaduhan. Pembangunan Gedung KPK adalah kebijakan penggunaan keuangan negara yang seharusnya diselesaikan Presiden dan DPR selaku pemegang hak budget, bukan oleh KPK.
“Kita mau bikin gedung yang dimiliki negara dibiayai rakyat melalui APBN. Bagaimana mendapatkan itu, ada cara memperolehnya. Mau tidak mau harus dibahas di DPR,” katanya.
Setiap sumbangan atau hibah dari masyarakat, menurut dia, harus masuk kas negara dan diketahui oleh Kementerian Keuangan. Demikian juga penggunaannya. Karena itu, KPK tidak bisa langsung menggunakan dana tersebut untuk pembangunan gedung. (lil)
()