Dampak kesehatan korban lumpur tak bisa diabaikan
A
A
A
Sindonews.com – PT Minarak Lapindo Jaya harus bertanggung jawab atas dampak gangguan kesehatan yang dialami warga korban semburan lumpur Lapindo.
Anggota Komisi IX DPR Rizki Sadik mengatakan, dampak semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo bagi kesehatan masyarakat terjadi akibat sikap lepas tangan yang dilakukan PT Minarak Lapindo Jaya. "Kalau dampak kesehatan terhadap masyarakat, itu memang akibat kurangnya penanganan terhadap korban. Dan semestinya jelas masalah ini ditangani perusahaan (PT Minarak Lapindo Jaya)," tandas Rizki kepada SINDO di Jakarta, Selasa 19 Juni 2012.
Politikus PAN ini mengatakan, masalah lumpur Lapindo ini juga tidak semestinya dibebankan kepada APBN yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Apalagi, dalam pembahasannya di DPR, banyak pasal-pasal yang tidak mendetail dibahas dan disepakati dengan melibatkan semua komponen fraksi. Karena itu, perlu didukung juga ketika ada judicial review terhadap pasal yang menyangkut status masalah semburan lumpur Lapindo tersebut.
"Kita tahu dari teman-teman fraksi bahwa pembahasan APBN yang membiayai Lapindo ini tidak dibahas secara detail pasal per pasalnya. Ini tentu menjadi pertanyaan. Tapi, secara kasat mata memang semestinya masalah lumpur Lapindo ya ditanggung perusahaan pengebor, bukan dari APBN," tandasnya.
Hal senada diungkapkan anggota DPR dari Fraksi PKS Indra, menurut dia, masalah semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo ini menyangkut persoalan rakyat kecil yang tidak pantas dipandang remeh apalagi sinis. Ungkapan Indra ini disampaikan terkait pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie yang melontarkan nada sinis 'capek dong' terhadap Hari Suwandi selaku korban Lapindo yang berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta untuk menyampaikan tuntutannya.
"Saya mengecam pihak-pihak yang memberikan komentar tidak simpatik dan sinis atas perjuangan Hari Suwandi selaku perwakilan korban lumpur Lapindo yang terpaksa jalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta. Ungkapan ‘capek dong’ merupakan bentuk ketidakpedulian dan keacuhan atas nasib korban lumpur Lapindo yang sudah bertahun-tahun belum selesai," tandasnya.
Dia menambahkan, siapa pun tak pantas memandang sinis dan mengecilkan upaya yang dilakukan Hari Suwandi dalam rangka menuntut, mengadukan, dan memperjuangkan hak-hak yang sudah bertahun-tahun tidak terpenuhi. Terlebih, ungkapan sinis tersebut dilontarkan oleh seorang yang selama ini disebut tokoh.
Pilihan jalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta yang dilakukan Hari Suwandi selaku perwakilan korban lumpur Lapindo merupakan keterpaksaan dan bentuk frustrasi atas tidak tuntasnya penanggulangan dan pertanggungjawaban pihak-pihak terkait.
"Hari Suwandi tidak akan jalan kaki ke Jakarta untuk menyampaikan tuntutan apabila Lapindo punya hati, punya telinga, dan bekerja dengan benar," paparnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, pihaknya tidak akan membiarkan sedikit pun intervensi politik masuk dalam persidangan uji materi Pasal 18 UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun 2012 terkait bantuan terhadap korban lumpur Lapindo.
"Kita dalam mengadili tidak pernah terikat atau peduli dengan isu-isu politik. MK tidak akan pernah dan tidak akan mau ditunggangi oleh kepentingan politik siapa pun," tandas Hakim Konstitusi Akil Mochtar di Gedung MK, Jakarta, Selasa 19 Juni 2012.
Menurut Akil yang juga juru bicara MK ini, pihaknya akan menguji konstitusionalitas norma Pasal 18 UU APBNP 2012 yaitu ketentuan yang menyangkut pembelian tanah dan bangunan untuk area di luar peta terdampak semburan lumpur Lapindo.
Pemerintah, menurut penggugat yang terdiri atas Mayjen TNI (Purn) Suharto, Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Ashar Akbar tidak selayaknya mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN) Tahun 2012 untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Semburan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo, Jawa Timur yang membawa bencana bagi ribuan warga merupakan kesalahan dan kelalaian pihak PT Lapindo Brantas Inc dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi.
Kesalahan tersebut seharusnya murni tanggung jawab pelaksana yaitu PT Lapindo Brantas Inc dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain, apalagi dibebankan pada negara. Dalam sidang panel pendahuluan akhir pekan lalu di MK, majelis hakim menilai masih perlu perbaikan dalam gugatan. Seperti diketahui, berdasarkan Perpres No 14/2007, penanganan bencana lumpur Lapindo dilakukan melalui dua pihak.
Pihak pertama, PT Minarak Lapindo Jaya sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menangani jual beli lahan, bantuan sosial, dan lainnya di area terdampak. Pihak kedua, pemerintah RI melalui BPLS berwenang menangani bencana lumpur di luar area terdampak. MK juga mempertanyakan munculnya gugatan soal penggunaan dana APBN untuk penanganan lumpur baru diajukan enam tahun setelah kejadian. (lil)
Anggota Komisi IX DPR Rizki Sadik mengatakan, dampak semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo bagi kesehatan masyarakat terjadi akibat sikap lepas tangan yang dilakukan PT Minarak Lapindo Jaya. "Kalau dampak kesehatan terhadap masyarakat, itu memang akibat kurangnya penanganan terhadap korban. Dan semestinya jelas masalah ini ditangani perusahaan (PT Minarak Lapindo Jaya)," tandas Rizki kepada SINDO di Jakarta, Selasa 19 Juni 2012.
Politikus PAN ini mengatakan, masalah lumpur Lapindo ini juga tidak semestinya dibebankan kepada APBN yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Apalagi, dalam pembahasannya di DPR, banyak pasal-pasal yang tidak mendetail dibahas dan disepakati dengan melibatkan semua komponen fraksi. Karena itu, perlu didukung juga ketika ada judicial review terhadap pasal yang menyangkut status masalah semburan lumpur Lapindo tersebut.
"Kita tahu dari teman-teman fraksi bahwa pembahasan APBN yang membiayai Lapindo ini tidak dibahas secara detail pasal per pasalnya. Ini tentu menjadi pertanyaan. Tapi, secara kasat mata memang semestinya masalah lumpur Lapindo ya ditanggung perusahaan pengebor, bukan dari APBN," tandasnya.
Hal senada diungkapkan anggota DPR dari Fraksi PKS Indra, menurut dia, masalah semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo ini menyangkut persoalan rakyat kecil yang tidak pantas dipandang remeh apalagi sinis. Ungkapan Indra ini disampaikan terkait pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie yang melontarkan nada sinis 'capek dong' terhadap Hari Suwandi selaku korban Lapindo yang berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta untuk menyampaikan tuntutannya.
"Saya mengecam pihak-pihak yang memberikan komentar tidak simpatik dan sinis atas perjuangan Hari Suwandi selaku perwakilan korban lumpur Lapindo yang terpaksa jalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta. Ungkapan ‘capek dong’ merupakan bentuk ketidakpedulian dan keacuhan atas nasib korban lumpur Lapindo yang sudah bertahun-tahun belum selesai," tandasnya.
Dia menambahkan, siapa pun tak pantas memandang sinis dan mengecilkan upaya yang dilakukan Hari Suwandi dalam rangka menuntut, mengadukan, dan memperjuangkan hak-hak yang sudah bertahun-tahun tidak terpenuhi. Terlebih, ungkapan sinis tersebut dilontarkan oleh seorang yang selama ini disebut tokoh.
Pilihan jalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta yang dilakukan Hari Suwandi selaku perwakilan korban lumpur Lapindo merupakan keterpaksaan dan bentuk frustrasi atas tidak tuntasnya penanggulangan dan pertanggungjawaban pihak-pihak terkait.
"Hari Suwandi tidak akan jalan kaki ke Jakarta untuk menyampaikan tuntutan apabila Lapindo punya hati, punya telinga, dan bekerja dengan benar," paparnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, pihaknya tidak akan membiarkan sedikit pun intervensi politik masuk dalam persidangan uji materi Pasal 18 UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun 2012 terkait bantuan terhadap korban lumpur Lapindo.
"Kita dalam mengadili tidak pernah terikat atau peduli dengan isu-isu politik. MK tidak akan pernah dan tidak akan mau ditunggangi oleh kepentingan politik siapa pun," tandas Hakim Konstitusi Akil Mochtar di Gedung MK, Jakarta, Selasa 19 Juni 2012.
Menurut Akil yang juga juru bicara MK ini, pihaknya akan menguji konstitusionalitas norma Pasal 18 UU APBNP 2012 yaitu ketentuan yang menyangkut pembelian tanah dan bangunan untuk area di luar peta terdampak semburan lumpur Lapindo.
Pemerintah, menurut penggugat yang terdiri atas Mayjen TNI (Purn) Suharto, Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Ashar Akbar tidak selayaknya mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN) Tahun 2012 untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Semburan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo, Jawa Timur yang membawa bencana bagi ribuan warga merupakan kesalahan dan kelalaian pihak PT Lapindo Brantas Inc dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi.
Kesalahan tersebut seharusnya murni tanggung jawab pelaksana yaitu PT Lapindo Brantas Inc dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain, apalagi dibebankan pada negara. Dalam sidang panel pendahuluan akhir pekan lalu di MK, majelis hakim menilai masih perlu perbaikan dalam gugatan. Seperti diketahui, berdasarkan Perpres No 14/2007, penanganan bencana lumpur Lapindo dilakukan melalui dua pihak.
Pihak pertama, PT Minarak Lapindo Jaya sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menangani jual beli lahan, bantuan sosial, dan lainnya di area terdampak. Pihak kedua, pemerintah RI melalui BPLS berwenang menangani bencana lumpur di luar area terdampak. MK juga mempertanyakan munculnya gugatan soal penggunaan dana APBN untuk penanganan lumpur baru diajukan enam tahun setelah kejadian. (lil)
()