Kasus BHIT salah sasaran

Jum'at, 15 Juni 2012 - 08:14 WIB
Kasus BHIT salah sasaran
Kasus BHIT salah sasaran
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai salah menetapkan sasaran dalam kasus dugaan gratifikasi restitusi pajak yang dikaitkan dengan PT Bhakti Investama (BHIT). Pasalnya, dalam penanganan kasus ini, ada sejumlah kejanggalan.

Advokat senior Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dalam kasus dugaan gratifikasi restitusi pajak tersebut, KPK salah sasaran jika menyebut kasus ini sebagai kasus suap. Sebab, dalam perkara ini, yang menerima gratifikasi bukanlah pejabat negara dan tidak memiliki otoritas tertentu.

"Orang yang tertangkap ini tidak memiliki otoritas, karena dia pegawai pajak dari Sidoarjo. Hubungannya apa dengan BHIT? Jadi, ada kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini," tandas Yusril di Jakarta kemarin.

Dalam kasus ini, Yusril juga mempertanyakan kaitan dua orang yang tertangkap tangan, yakni pegawai pajak Tommy Hindratno (TH) dan pengusaha James Gunardjo (JG), dalam hubungannya dengan BHIT. Kedua orang itu, sambungnya, tidak terkait dengan BHIT. Namun, sesaat setelah penangkapan, KPK langsung melakukan penggeledahan di Kantor BHIT. "Ini kan aneh, bisa secepat itu. Ada apa ini?" tanya Yusril.

BHIT, kata Yusril, secara tegas telah membantah bahwa pengusaha yang tertangkap tangan bersama petugas pajak itu merupakan pegawainya. Bahkan, pendiri BHIT Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam konferensi persnya di Gedung MNC Tower pada Rabu 13 Juni 2012 lalu, secara tegas mengatakan kasus tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan BHIT.

Yusril juga menyebut kasus yang dikait-kaitkan dengan BHIT itu tidak mengandung unsur kerugian negara. Sebab, dalam kasus ini barang bukti uang sebesar Rp280 juta tersebut merupakan uang pribadi sang pengusaha yang diberikan kepada pegawai pajak dari kantor pajak Sidoarjo. "Kalau ini uang pribadi, ya bukan korupsi. Hanya saja kepentingannya apa?" papar dia.
Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) itu juga menyatakan bahwa kasus yang dikaitkan dengan BHIT tidak layak ditangani KPK. Pasalnya, selain jumlah uangnya terlalu kecil dan tidak melibatkan pejabat negara, kasus ini juga tidak menarik perhatian masyarakat.

Adapun KPK dibentuk untuk mengungkap kasus-kasus korupsi dengan jumlah minimal Rp1 miliar dan kasus-kasus korupsi yang ditangani harus menarik perhatian masyarakat. "Kasus ini jadi menarik karena kemudian dua orang itu dikait-kaitkan dengan BHIT. Padahal, itu belum tentu kebenarannya," tandas Yusril.

Yusril juga menyoroti penyidik KPK yang langsung melayangkan surat panggilan kepada pendiri BHIT, HT. Padahal, dalam kasus ini belum terang posisinya, apakah ada keterlibatan perusahaan BHIT atau tidak. Dengan pemanggilan ini, dampaknya justru lebih besar karena yang bersangkutan merupakan petinggi perusahaan dan parpol yang sedang naik daun.

"Terlalu jauh sebenarnya kalau sudah memanggil pendiri BHIT karena bisa ke mana-mana dampaknya. Kalau lari ke mana-mana, akhirnya malah isu-isunya makin berkembang, sementara fakta hukum yang ingin diungkap sangat sederhana," paparnya.

Sementara itu, sejumlah kalangan mendesak agar KPK bersikap transparan dan independen. Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Patrice Rio Capella mengatakan, kasus ini sebenarnya menyangkut restitusi yang haknya dilindungi undang-undang.

Karena itu, justru seharusnya restitusi ini dipermudah dan bukannya dipersulit. Menurut dia, restitusi sebenarnya dialami oleh hampir seluruh perusahaan sedang dan besar. Mereka, ujarnya, juga pernah mengajukan restitusi pajak ini. Dia mencontohkan, ketika membeli barang yang dikenai pajak dan perusahaan juga dikenai pajak, maka negara memberikan hak untuk mengajukan restitusi karena terjadi dobel pembayaran pajak.

"Tapi anehnya, kok hanya restitusi kecil dari satu perusahaan tertentu saja yang ditangani KPK? Dan ini cepat sekali penanganannya. Padahal, ada perusahaan pengemplang pajak yang sampai sekarang belum tersentuh. Ini jelas aroma politiknya sangat terasa," tandas Rio.

Karena itu, Rio meminta agar KPK bersikap transparan dan fair agar masyarakat tidak menduga yang macam-macam mengenai kasus ini. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0356 seconds (0.1#10.140)