Kumpulkan DPD Demokrat, bukan domain SBY
A
A
A
Sindonews.com - Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat
dinilai melakukan langkah yang salah. Mengumpulkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) partai seharusnya menjadi domain Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Langkah SBY bersama Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat (FKPD) terkesan berniat tidak melibatkan jajaran pengurus yang sah. Bahkan langkah tersebut ingin memberi kesan ke publik, bahwa ada pengurangan fungsi dan peran ketua umum.
"Jadi sudah ada peminggiran yang sangat disengaja. Kalau demokrasi itu biasanya komunikasi dua arah. Kalau mampet seperti ini, ya namanya era otoriter," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Jakarta, Kamis, 14 Juni 2012.
Dia menyampaikan, SBY bisa menempuh cara itu, jika ketua umum partai berhalangan tetap. Sebaliknya, jika tidak ada persoalan ini, pertemuan tersebut tetap dilakukan, sama saja SBY tidak mengindahkan demokrasi suatu partai.
"SBY harus ingat bahwa yang dia lakukan ini akan menjadi pembelajaran dan preseden di masa selanjutnya. Kalau dinilai tak fair, nanti akhirnya akan terlihat bahwa Anas dizolimi," jelasnya.
"SBY itu patron, dia seharusnya ada di atas faksi-faksi yang ada. Kalau ada yang salah, ya bicarakan saja terbuka. Ini demokrasi, semuanya dibicarakan terbuka. Ini bukan eranya otoriter," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat SBY bertemu para Ketua DPD I tingkat Provinsi Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, Selasa 12 Juni 2012 malam. Pertemuan itu tak dihadiri jajaran DPP Partai Demokrat, termasuk Ketua Umum Anas Urbaningrum.
Setelah itu, SBY melanjutkan pertemuannya dengan FKPD Partai Demokrat. Pertemuan ini juga tak dihadiri struktur resmi partai. Banyak pihak menilai beberapa pertemuan itu sebagai sinyal SBY untuk mendongkel Anas dari posisi ketua umum partai. Apalagi, FKPD Partai Demokrat dikenal sebagai lembaga yang ngotot Anas segera dicopot dari jabatannya itu.
dinilai melakukan langkah yang salah. Mengumpulkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) partai seharusnya menjadi domain Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Langkah SBY bersama Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat (FKPD) terkesan berniat tidak melibatkan jajaran pengurus yang sah. Bahkan langkah tersebut ingin memberi kesan ke publik, bahwa ada pengurangan fungsi dan peran ketua umum.
"Jadi sudah ada peminggiran yang sangat disengaja. Kalau demokrasi itu biasanya komunikasi dua arah. Kalau mampet seperti ini, ya namanya era otoriter," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, Jakarta, Kamis, 14 Juni 2012.
Dia menyampaikan, SBY bisa menempuh cara itu, jika ketua umum partai berhalangan tetap. Sebaliknya, jika tidak ada persoalan ini, pertemuan tersebut tetap dilakukan, sama saja SBY tidak mengindahkan demokrasi suatu partai.
"SBY harus ingat bahwa yang dia lakukan ini akan menjadi pembelajaran dan preseden di masa selanjutnya. Kalau dinilai tak fair, nanti akhirnya akan terlihat bahwa Anas dizolimi," jelasnya.
"SBY itu patron, dia seharusnya ada di atas faksi-faksi yang ada. Kalau ada yang salah, ya bicarakan saja terbuka. Ini demokrasi, semuanya dibicarakan terbuka. Ini bukan eranya otoriter," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat SBY bertemu para Ketua DPD I tingkat Provinsi Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, Selasa 12 Juni 2012 malam. Pertemuan itu tak dihadiri jajaran DPP Partai Demokrat, termasuk Ketua Umum Anas Urbaningrum.
Setelah itu, SBY melanjutkan pertemuannya dengan FKPD Partai Demokrat. Pertemuan ini juga tak dihadiri struktur resmi partai. Banyak pihak menilai beberapa pertemuan itu sebagai sinyal SBY untuk mendongkel Anas dari posisi ketua umum partai. Apalagi, FKPD Partai Demokrat dikenal sebagai lembaga yang ngotot Anas segera dicopot dari jabatannya itu.
()